MOJOK.CO – Memandangi seorang bocah yang tertawa-tawa pagi ini sedikit menyadarkan bahwa kebahagiaan saat kecil begitu sederhana. Lalu kenapa terlalu banyak ngeluh?
Seorang bocah perempuan usia empat tahunan mendatangi saya pagi ini dengan muka ceria dan sedikit melompat-lompat. Sambil mengunyah kastengel buatan ibunya, si bocah protes karena dibanding kastengel buatan saya, punya ibunya lebih enak. Setengah mengejek, dia memperingatkan saya dan katanya, lain kali saya harus banyakin kejunya. Saya hanya bisa tertawa dan membalas, “Sok tahu banget sih, diajarin siapa?”
Melihat wajahnya yang polos, perasan saya jadi hangat. Di tengah banyak sekali kobaran emosi belakangan ini akibat pandemi, masih ada kesempatan untuk bisa terlihat sebahagia itu. Kebahagiaan saat kecil itu sangat sederhana, mengata-ngatai kastengel buatan orang dewasa saja sudah girang minta ampun.
Dua bulan yang lalu saya berencana untuk pergi jauh selepas hari raya Idul Fitri. Pokoknya mau solo traveling lagi biar nggak makin ambyar. Saya bahkan menaksir kalau saya bakal sudah menyelesaikan tesis dengan baik. Menghabiskan dana hibah universitas dengan bijak dan membuat orang tua bangga. Saatnya menghela napas karena semua rencana ndakik-ndakik itu gagal dan saya harus besar hati menerimanya.
Melihat beberapa orang mengeluh tentang betapa sulitnya cari uang, saya nggak bisa tambah bersyukur. Kesedihan menular, dan itu yang saya rasakan. Semakin orang tua saya bercerita tentang bisnis mereka yang mengkhawatirkan, sungguh tidak menghibur. Seorang kawan bapak bahkan menelepon kalau rasanya dia sudah nggak bisa makan. Apalagi beliau punya tanggung jawab buat kasih makan santri-santri. Menjual mobil untuk sekadar beli beras adalah hal yang pedih untuk saya dengar. Belum lagi besaran cicilan yang walau disesali pun, ia tak akan terbayar.
Mengingat si bocah yang tertawa riang pagi ini bikin saya menyadari kalau mencari kebahagiaan tidak perlu jauh-jauh. Mengingat kembali kebahagiaan saat kecil yang begitu sederhana adalah salah satu cara.
Saya teringat bagaimana adik saya mengajak nonton Tom & Jerry lewat VCD bajakan yang kami beli di pasar malam. Dulu, walau kami nontonnya cuma episode yang itu-itu aja, tapi senangnya minta ampun. Beberapa kali kami hapal dialog dan gerakan perang-perangannya Tom.
Saat SMP, kalau menjelang lebaran begini, saya menata beberapa kue dan jajanan di lantai. Beberapa diantaranya pemberian dan parcell, selebihnya memang ibu saya yang siapkan. Kami lalu berbaring di antara jajanan lebaran dan berfoto. Kami tertawa dan saling ejek soal siapa yang ekspresinya paling norak. Kebahagiaan saya dan adik saya saat kecil terlampau sederhana bahkan bagi orang lain cerita ini terbilang biasa.
Di dekat rumah saya ada sungai buatan kecil yang aliran airnya cuma deras di musim hujan. Suatu kali dulu, kawan saya membawa ban dalam bekas dan mengajak kami menaikinya layaknya arum jeram di sungai yang nggak seberapa itu. Sampai sekarang saya masih bahagia saat mengingatnya. Sungai keruh begitu ternyata memancing senyuman yang jernih untuk anak-anak.
Di satu titik kita bakal tersadar bahwa kesedihan yang muncul belakangan adalah akibat perbuatan kita sendiri. Mengeluh dan putus asa seakan nasib buruk bakal menang. Semakin menyedihkan, nasib buruk punya kesempatan lebih buat menang. Berusaha menepisnya dengan mengingat kebahagiaan saat kecil bukan hal yang sembrono untuk dilakukan. Seperti kawan-kawan kita berikut.
kompilasi kenangan jaman sd pic.twitter.com/H6dAG7zEGw
— Sukirno (@flutulangs) May 19, 2020
Ingat-ingatlah saat kalian pernah susah payah meniupi kaset Nintendo biar gambarnya nggak macet lagi. Atau bagaimana kalian mengenal lotre untuk pertama kali, ketagihan, dan nggak bisa berhenti. Dengarkan musik yang pernah begitu kalian suka di masa kecil. Saya dulu suka Kahitna dan Warna. Mendengarkan musik mereka lewat kaset pita dan sesekali request di radio adalah kebahagiaan hakiki yang saya alami saat masih kecil.
Bantulah perasaan kalian sendiri yang sedang gundah gulana untuk menyadari bahwa sesulit apa pun keadaan saat ini, kita bisa berusaha untuk bahagia.
BACA JUGA Walau Dibilang Antisosial, Jarang Online adalah Wujud Kemewahan atau artikel lainnya di POJOKAN.