MOJOK.CO – Diakui atau tidak, tebak-tebakan pada tutup botol Fanta merupakan warisan penting produk minuman bersoda itu terhadap perkembangan humor dan guyonan anak-anak muda.
Kalaulah ada produk minuman kemasan yang punya andil besar terhadap peradaban dan iklim pergaulan generasi muda, niscaya Fanta, Sprite, dan Coca-Cola pastilah masuk dalam deretan teratas.
Selain menjadi pionir minuman bersoda —yang pada masanya sempat membuat banyak orang terkagum-kagum sebab mampu memunculkan sensasi kemrengseng dan semriwing di lidah dan hidung saat diminum— di Indonesia, ketiganya juga menghadirkan produk kebudayaan paling penting dan mutakhir pada zamannya: tutup botol dengan tebak-tebakan di baliknya.
Tebak-tebakan dibalik tutup botol Fanta #90an | @aaufa pic.twitter.com/uVVYTNonIM
— Generasi90an (@Generasi90an) September 22, 2014
Tiga produk minuman besutan PT. Coca-Cola Amatil Indonesia itu hadir dengan membawa harapan besar di saat tidak banyak alternatif guyonan yang bisa didapatkan oleh anak-anak muda.
Coca-Cola Amatil boleh jadi hanya meniatkan tebak-tebakan yang mereka sematkan di balik tutup botol minuman kemasan mereka itu sebagai pendongkrak penjualan seperti Fritolay melakukannya menggunakan Tazos pada produk Chiki mereka, namun mereka mungkin tak menyadari, bahwa strategi marketing yang mereka lakukan itu turut menjadi milestone penting dalam sejarah perjalanan humor anak muda di Indonesia.
Literasi humor saat itu benar-benar terbatas, sehingga kehadiran bahan tebak-tebakan melalui perantara tutup botol Fanta, Sprite, dan Coca-Cola (selanjutnya kita sebut tutup botol Fanta saja) itu benar-benar menggembirakan.
Benar bahwa sudah ada Komeng dengan “Spontan”-nya yang uhuuuy itu. Benar juga bahwa sudah ada Gebyar BCA yang sering menayangkan grup lawak Bagito itu. Pun benar juga bahwa sudah ada trio warkop yang penuh dengan humor slapstik itu. Namun, tak banyak materi humor yang dibawakan oleh para legenda itu yang kemudian bisa diangkut untuk dibawa ke tongkrongan.
Nah, tebak-tebakan tutup botol Fanta itu adalah sesuatu yang berbeda. Ia membawa potongan-potongan humor yang dikemas eceran, dan kita semua paham, apa saja yang sifatnya eceran, memang lebih mudah untuk dibawa dan diterima oleh banyak orang.
Bayangkan, ada sensasi menyenangkan yang muncul tiap kali Anda berharap-harap cemas terhadap tutup botol Fanta yang baru saja Anda lepas dan pisahkan dari botolnya. Anda tidak langsung fokus pada minuman yang ada di dalam botol walau mungkin Anda sudah sangat haus. Anda tetap akan fokus pada kejutan yang dibawa oleh karet busa putih yang tertempel di balik tutup botol itu. Anda penasaran, tebakan atau pantun apa yang sebentar lagi akan Anda dapatkan.
Anda mencoba membalik tutup botol itu pelan-pelan seperti seorang penjudi yang sedang membuka kartu terakhir di meja poker. Anda intip perlahan dan hati-hati, seolah-olah kalau Anda tidak melakukannya dengan hati-hati, tebak-tebakan itu akan luntur atau hilang begitu saja.
Begitu tebak-tebakan itu terbaca, Anda kemudian tertawa. Tebak-tebakannya mungkin jayus, atau bahkan tidak lucu, kalaupun lucu, tentu dengan kadar kelucuan yang sangat tipis. Namun justru itu yang kadang membuat Anda tertawa.
Tepat setelah Anda tertawa itu, kawan Anda yang ikut menemani Anda membeli Fanta itu kemudian ikut penasaran. Ia berharap agar ia segera diberi tahu apa isi tebak-tebakan yang ada di tutup botol Fanta itu.
Anda kemudian mulai membagikan tebak-tebakan itu kepada kawan Anda dengan perasaan sok berkuasa.
“Lele apa yang sukanya di pinggir jalan?” Tanya Anda membacakan tebak-tebakan tersebut.
Kawan Anda yang baik kemudian berpikir keras, sesuatu yang tampaknya sia-sia belaka, sebab sekeras apa pun ia berpikir, jawabannya tentu tak pernah seperti yang ia pikirkan atau ia harapkan.
Lima detik berlalu, sepuluh detik berlalu, lima belas detik berlalu. Kawan Anda akhirnya, dan memang sudah seharusnya, menyerah.
“Tiiiit, aku nggak tahu. Apa jawabannya?” Tanya dia.
“Lele yang suka di pinggir jalan. Lelepon umum.” Jawab Anda sambil tertawa. Kawan Anda pun ikut tertawa.
Anda dan kawan baik Anda kemudian pulang ke rumah, tentu sambil menyimpan tebak-tebakan soal lele yang baru saja Anda dapatkan itu. Tutup botol Fanta-nya mungkin sudah Anda buang. Tapi tidak dengan tebak-tebakannya.
Dalam perjalanan pulang, Anda berjanji bahwa sore nanti akan mengumbar tebak-tebakan itu di tongkrongan bersama kawan-kawan yang lain. Dan pada kenyataannya, memang itu yang terjadi.
“Lele, lele apa yang suka ada di pinggir jalan?” Anda mulai bertanya.
Kawan-kawan Anda satu tongkrongan mulai melakukan apa yang tadi juga dilakukan oleh kawan Anda: berpikir keras. Dan sama seperti kawan Anda, mereka menyerah. Anda kemudian memberi tahu jawaban tebak-tebakan itu.
“Lelepon umum.” Kata Anda sambil tertawa yang kemudian diikuti oleh tawa dari kawan-kawan Anda.
Kelak, tebak-tebakan lele itu akan menyebar cepat melalui kawan-kawan Anda, kemudian menyebar lebih luas lagi melalui kawannya kawan-kawan Anda, lalu menyebar jauh lebih luas lagi melalui kawannya dari kawannya kawan-kawan Anda. Hingga tanpa disadari, tebak-tebakan yang, jika beredar saat ini mungkin akan ditertawakan justru karena ketidaklucuannya itu, telah berubah menjadi wabah yang menyebarkan kegembiraan ke seluruh sudut tongkrongan.
Tebak-tebakan macam “Kecil item keringetan? Semut push up”, “Ayam apa yang paling besar? Ayam cemesta”, atau “Tong apa yang suka ada di laut? Tongkol” itu, dengan segala kejayusan dan kerendahan mutu humornya itu telah ikut menjadi peletak dasar humor yang penting. Dan itu semua bermula dari satu tutup botol.
Maka, rasanya tak ada salahnya, jika kita mencoba mengenang masa-masa kejayaan tebak-tebakan yang pernah mewarnai hidup kita di masa lalu itu, lalu mendoakan siapa pun orang yang punya ide untuk menampilkan tebak-tebakan di tutup botol Fanta itu.
Terima kasih, tutup botol Fanta.
BACA JUGA Saya Kira Cuma Kola-Kola yang Palsu, eh Ternyata Coca-Cola Sama Aja! dan artikel AGUS MULYADI lainnya.