MOJOK.CO – Slamet Ma’arif, Ketua Umum PA 212 ditetapkan jadi tersangka setelah bikin acara Tablig Akbar di Solo tanpa izin dan dugaan kampanye terselubung. Hedeh, rezim, rezim.
Acara Tablig Akbar Persaudaraan Alumni 212 di Gladag, Solo, yang dihadiri ratusan sampai ribuan orang pada 13 Januari 2019 ternyata berbuntut panjang. Slamet Ma’arif, Ketua Umum PA 212 yang menjadi koordinator acara ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian.
Hedeh, dasar rezim ini memang selalu tajam ke gerakan umat kok bawaannya. Apa-apa yang terkait dukungan ke kubu lawan kok mau dibungkam saja sih? Takut kalah ya?
Ada dua perkara yang memberatkan Slamet Ma’arif mengenai acara Tablig Akbar yang suci itu.
Pertama, soal pengadaan acara dengan jumlah massa sangat besar namun tak berizin. Kedua, ada unsur kampanye yang ditujukan untuk salah satu pasangan calon Presiden—alias kampanye yang tanpa izin juga.
Soal tuduhan yang pertama. Berkali-kali PA 212 sudah menjelaskan bahwa acara Tablig Akbar di Solo ini sudah diberitahukan ke Kepolisian sebelumnya-sebelumnya.
“Dasarnya kan kita menyampaikan pendapat di muka umum, jadi tidak perlu izin, hanya pemberitahuan,” kata Endro Sudarsono Humas PA 212.
Sedangkan menurut pihak Polisi atau pihak yang tidak sepakat, acara ini berpotensi menganggu kepentingan publik skala besar jadi perlu izin juga.
Idih, apaan sih pakai izin-izin ke Kepolisian segala? Udah kayak warga negara yang baik aja, dikit-dikit izin kalau mau bikin acara secara massal. Cupu.
Ya maklum, sebagai PA 212 yang dikenal punya nyali berlebih. Bertindak di luar batas-batas hukum itu sudah passion. Semacam jalan hidup gitulah. Lagian kalau ada yang nekat mau memperkarakan ya tinggal bilang aja kriminalisasi ya kan? Beres.
Lalu soal tuduhan kedua, soal kampanye terselubung. Hedeh ini jelas tuduhan yang tak berdasar dan kelihatan cari-cari aja sih sebenarnya.
Tablig Akbar itu kan diselenggarakan dengan niat tulus tanpa pamrih, benar-benar murni dari hati yang bersih tanpa dosa. Kalau kebetulan acaranya pada masa kampanye Pilpres 2019 dan kota yang dipilih adalah kotanya Jokowi, ya itu cuma kebetulan aja.
Pihak Kepolisian dan Bawaslu aja yang lebay menuduh PA 212 melakukan pelanggaran ini-itu. Lha wong acara juga nggak ada baliho atau bendera pilih ini atau seruan untuk jangan pilih itu kok?
“Dari informasi dan perizinan bukan kegiatan kampanye. Ya harapan kami panitia (PA 212) menjamin tidak ada kegiatan kampanye,” kata Ketua Bawaslu Jateng, Fajar Subkhi.
Kalau soal teriakan “ganti Presiden” sampai tudingan ada yang menyeru “pilih Prabowo” pada saat acara ya itu kebetulan aja. Namanya mulut orang segitu banyaknya kan ya nggak mungkin bisa dikontrol semua dong. Ya khilav lah itungannya. Dikit.
Kalau ada yang protes, ya tahu gitu kenapa nggak langsung bilang aja kalau acaranya memang kampanye, jadi malah bisa minta izin ke Bawaslu segala? Malah bisa kampanye dengan tenang tanpa perlu pakai kedok acara keagamaan ya kan?
Ealah, itu mah pertanyaan orang cupu. Kalau niat mau bikin acara kampanye ya nggak seru dong. Seru kan ya begini, koar-koarnya Tablig Akbar tapi sebenarnya kampanyenya juga. Ya itung-itung buat selingan aja. Biar nggak bosen.
Lagian kalau sedari awal niatnya kampanye kan bisa sepi nanti acaranya. Bijimana seh, gitu aja nggak paham.
Lha wong acara kampanye pakai acara dangdutan aja boleh, kenapa kalau PA 212 bikin acara keagamaan disisipi kampanye nggak boleh? Dasar, pilih kasih. Masa perkaranya cuma masalah ada izin atau nggak sih? Udah kayak berurusan sama Guru BP aja nih lama-lama negara ini. Apa-apa kudu izin.
Selain itu, sebenarnya menetapkan Ketum PA 212, Slamet Ma’arif, sebagai tersangka karena bikin kampanye itu nggak tepat dong.
“Setelah saya mendengar pengertian kampanye, kesimpulannya bahwa apa yang saya sampaikan di acara Tablig Akbar 13 Januari, sama sekali tidak ada unsur kampanye, karena saya bukan peserta pemilu,” ujar Slamet Ma’arif.
Jadi kalau bukan peserta pemilu itu ya beliau nggak bisa dijerat dengan dugaan kampanye terselubung dong. Tuduhan ini jelas mengada-ada saja.
Sayangnya beberapa hari setelah pernyataan itu keluar, ternyata baru ketahuan kalau Slamet Ma’arif merupakan Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandi yang tertulis di struktur kepengurusan.
Menurut dari data KPU, nama Slamet Ma’arif juga sudah tercantum sejak September 2018. Artinya blio masuk pada kategori “peserta pemilu”.
Menanggapi hal itu, dengan elegan Slamet Ma’arif menjawab, “Saya tahu saya bagian dari BPN (Prabowo-Sandi) baru dari media. Saya sampai sekarang belum menerima SK dari BPN.”
Nah, jadi gini Pak Posisi, Ketum PA 212 itu kan nggak tahu kalau dirinya jebul “peserta pemilu”. Jadi kalau nggak sengaja begitu kan ya harusnya nggak boleh dipersalahkan dong. Apalagi sampai ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran Pemilu segala.
Lha gimana, saat itu blio nggak tahu kalau jebul dirinya Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi je? Bahkan mungkin blio juga nggak tahu kalau saat itu sedang kampanye.
Toh, di mana-mana orang nggak tahu, orang lupa, dan orang nggak sadar atau gila itu bebas hukum, masa gitu aja Pak Polisi nggak tahu sih?