MOJOK.CO – Babe Cabita dan Marshel hampir jadi brand ambassador kosmetik kok pada sewot. Emang situ oke?
Kelas Cultural Studies pernah menyadarkan saya betapa semu standar kecantikan yang selama ini kita yakini. “Memangnya siapa yang pertama kali bilang cantik itu rambut panjang dan kulit putih? Nenek moyang? Nenek moyang orang mana dulu?” Saya ingat betul pertanyaan retoris dosen saya ketika itu. Namanya Bu Desi. Cultural Studies kemudian mengantarkan saya pada banyak sekali definisi peyoratif dari istilah yang dikatakan orang Barat terhadap orang Asia. Sampai hari ini, saya menyaksikan ribut-ribut soal Babe Cabita dan Marshel Widianto yang jadi brand ambassador kosmetik, saya yakin betul orang yang ngatain Babe dan Marshel buluk pasti belum pernah dikuliahi Bu Desi.
Ada sebuah standar semu kecantikan yang diciptakan budaya kita dari tahun ke tahun, generasi ke generasi, sampai batasan itu seperti sudah tertanam mutlak di kepala kita. Kebanyakan orang Indonesia mendefinisikan cantik dan tampan ya sesuai dengan iklan-iklan kosmetik di televisi. Cantik itu langsing, tinggi semampai, kulit putih bersih, rambut panjang, senyum lebar. Sedangkan tampan adalah tubuh tinggi tegap, dada bidang, dan wajah putih bersih. Padahal, menjadi cantik dan tampan nggak pernah ada manual book-nya, definisi tadi sangat bisa digugat. Standar yang semu ini semakin langgeng sebab produk budaya kita mengamini kembali definisi ini. Iklan, film, model pakaian, semuanya pengin “cari aman” dengan menampilkan wajah rupawan menurut kebanyakan orang. Kalau diteruskan, kesalahpahaman ini akan berlangsung sampai kiamat.
Belum lama ini, Babe Cabita dan Marshel Widianto dikabarkan menjadi kandidat brand ambassador produk perawatan. Berita ini bikin beberapa netizen protes dan ngata-ngatain kasar. Misalnya, “Dih, kayak nggak influencer lain.” Seolah-olah Babe dan Marshel nggak ada pantas-pantasnya jadi representasi produk kosmetik. Hadeeeh.
Padahal kalau mau logis, orang yang pakai kosmetik dan skincare itu ya nggak cuma yang cakep-cakep aja, Bestie. Kita-kita yang buluk dan penuh komedo ini justru lebih perlu. Justru mereka yang sudah masuk standar good looking menurut kebanyakan orang, nggak perlu usaha pol-polan untuk perawatan. Kan sudah produk unggul. Kesempatan harus diberikan pada manusia-manusia medioker biasa saja yang juga pengin tampil lebih “bersih”.
Babe Cabita dan Marshel Widianto juga mewakilkan banyak sekali orang yang ingin tampil glow up. Bukankah realitasnya orang-orang yang dianggap nggak “good looking” jauh lebih banyak daripada mereka yang good looking? Nantinya, definisi cantik dan tampan juga nggak melulu soal kulit putih, tubuh atletis, dan rambut lurus. Mereka berdua akan menjadi negasi dari definisi itu dan menggoyang perspektif orang yang selama ini punya pakem monoton.
Harusnya sebagai netizen yang nggak bacotan, didapuknya Babe dan Marshel jadi brand ambassador kosmetik itu kesempatan bagus. Momen yang luar biasa buat menggulingkan takhta standar good looking semu. Kalau yang dipilih jadi brand ambassador Iqbal Ramadhan lagi, Nicholas Saputra lagi, Jefri Nichol lagi, capek dong mereka. Kehidupan sosial nggak cuma diusahakan oleh mereka yang “good looking”, tapi juga oleh mereka yang lagi berusaha percaya diri untuk menerima kekurangan fisik masing-masing.
Saya jadi inget, banyak orang yang dulu koar-koar satire “keadilan sosial bagi seluruh rakyat good looking”. Tujuannya buat menggugat bahwa rakyat yang dianggap nggak memenuhi standar good looking juga butuh keadilan. Eh, giliran dikasih keadilan malah ngata-ngatain. Dasar jari-jari ketikan syaiton ya, kalian!
Lagi pula apa salahnya sedikit memodifikasi isi kepala dengan definisi terbuka soal “cantik” dan “tampan”? Saya mah juga pengin dibilang cantik saat menjadi diri saya sendiri. Nggak perlu dandan ikut-ikutan Ariel Tatum, nggak perlu pose-pose nakal kayak Anya Geraldine udah dibilang cakep. Duh. Tingkat kepercayaan diri saya sebagai penulis Mojok pasti stonks. Ya emang kalian nggak pengin juga?
Gini deh, gini. Mendingan kita pantengin Babe Cabita dan Marshel Widianto. Kalau mereka semakin glowing, kita kan jadi bisa mengukur seberapa ngefek dan ampuhnya si kosmetik. Kalau mereka nggak ada perubahan dan masalah kulitnya justru lebih parah, ya udah nggak usah dibeli kosmetiknya. Daripada emosi dan ngomong jelek, mending agak cek-cek isi kepala sedikit. Kandungan sampah-sampah di otak bisa mulai dibuang biar storage-nya agak longgar.
BACA JUGA Cara Menikmati Hidup walau Terlahir Nggak Good Looking dan artikel AJENG RIZKA lainnya.