MOJOK.CO – Arief Poyuono sebut Demokrat sebaiknya angkat kaki dari Koalisi Adil Makmur, suasana langsung panas. Padahal belio kan cuma ngebales Andi Arief.
Dalam sebuah kisah cinta maupun kisah perang, “pergulatan” tak melulu hadir dalam pertarungan di atas panggung antar sudut biru dengan sudut merah. Selalu ada saja ada bercak-bercak selisih juga di dalam kubu sendiri.
Misalnya jika dulu waktu Perang Dunia II, Winston Churchill sama Joseph Stalin nggak suka satu sama lain tapi karena punya musuh yang sama, akhirnya mereka mau akur. Mamarika dengan Presiden Roosevelt pun rela jadi penengah saat itu.
Hal yang sama juga terjadi dengan beberapa waktu ke belakang. Usai kompetisi sesungguhnya dalam Pilpres 2019 antara Jokowi melawan Prabowo, riak-riak keributan malah muncul dalam partai-partai yang mendukung Prabowo alias Koalisi Adil Makmur sendiri.
Pelaku dan penggembiranya pun macam-macam. Ganti-ganti. Sebutan “setan gundul” dari Andi Arief, Partai Demokrat, untuk menuding pihak yang membisiki Prabowo kalau dirinya udah menang 62% Pilpres 2019 ini—misalnya. Lalu PKS balik menuding Partai Demokrat yang justru membisiki itu.
Ada pula kejadian saat Mardani Ali Sera, elite PKS, mengharamkan tagar #2019GantiPresiden karena partainya udah dapat suara melebihi target Pilpres dan Pemilu 2019 udah selesai, namun kubu Neno Warisman, salah satu elite BPN Prabowo-Sandi, tetep kukuh membawa tagar ini ke mana-mana.
Tapi di antara keributan itu semua, tak ada yang lebih paripurna menariknya untuk diikuti kecuali yang dilontarkan oleh Lord Arief Poyuono. Apalagi yang dilontarkan beliau ke Partai Demokrat. Salah satu bagian dari koalisi partainya. Partai Gerindra
Masalah ini sebenarnya bisa dilacak sejak Andi Arief, politisi Demokrat, yang berkicau soal “setan gundul”. Setan gundul yang dimaksud ini sudah menyesatkan Prabowo dengan klaim kemenangan 62%.
Sebab, secara hitung-hitungan sederhana, sangat mustahil Prabowo bisa menang di atas 60%. Jangankan Prabowo, Jokowi saja dari pihak Petahana sangat sulit untuk bisa memperoleh suara sampai 60%.
Dari kicauan Andi Arief inilah bola berputar kencang. Banyak yang tersindir dengan sebutan “setan gundul” ini. PKS sudah membantah, bahkan balik menyerang Partai Demokrat dengan menyebut angka itu justru muncul dari Partainya SBY sendiri.
Akan tetapi, ketika riuh antara PKS dengan Partai Demokrat, semuar orang mulai lupa bahwa pernyataan kemenangan 62% ini—selain disuarakan oleh Prabowo sendiri—pernah dijelaskan pula oleh Arief Poyuono ke media.
Saat itu, Arief Poyuono menjelaskan angka 60-an di atas itu (saat itu Arief masih percaya Prabowo menang 64%), pakai hitung-hitungan matematika desimal sederhana.
“Nah ini fakta ya kalau Prabowo-Sandi menang di Pilpres 2019 di 22 provinsi. Jadi 22/34 = 64,7 persen, 12/34 = 35,3 persen,” urai Arief Poyuono saat itu.
Jadi tidak salah kalau kemudian Arief Poyuono merasa tersindir dan kicauan Andi Arief di Twitter tersebut mengacaukan harmoni koalisi. Bahkan sampai bilang lebih baik Demokrat diusir dari Koalisi Adil Makmur.
Terang saja, pernyataan Arief Poyuono ini diserang oleh banyak politisi dan elite Demokrat atas pernyataan ini. Apa-apaan, sampai bilang akan mengusir sebuah partai besar kayak Demokrat hanya gara-gara ucapan “setan gundul”?
Melihat gelagat yang nggak menyenangkan dari Arief Poyuono, Partai Demokrat secara resmi meminta Gerindra untuk memecat Poyuono. Sebab hal itu sangat buruk untuk koalisi. Tapi ketika kemudian Gerindra meminta maaf atas kelakuan Poyuono, Demokrat agak mereda.
Bahkan Ferrdinand Hutahean nyeletuk dengan sengit, “Sejak lama kami melihat bagaimana Arief Poyuono ini bukan orang penting di Gerindra. Jadi dipecat tidak dipecat sebetulnya tidak terlalu berpengaruh buat kami.”
“Kami juga tahu ya, Arief (Poyuono) ya gitu-gitu, karena saya tidak pernah melihat Arief di Kertanegara (rumah Prabowo) selama proses Pemilu sebagai elite Gerindra yang memperjuangkan Prabowo. Jadi saya rasa dia bukan siapa-sapa di sana,” kata Ferdinand.
Duh, duh, nyemengit banget sih kata-katanya Bang Ferdinand.
Namun, bukan Arief Poyuono kalau menyerah dengan serangan-serangan dari kubu Demokrat. Menurutnya, sudah sepantasnya Demokrat angkat kaki dari Koalisi Adil Makmur. Soalnya Demokrat kayak setengah hati gitu memang dalam mendukung Prabowo.
Ya, kita tahu, beberapa kader Demokrat di daerah ada yang malah menyatakan dukungan ke Jokowi. Uniknya, SBY dan petinggi partai malah memberi lampu hijau kepada kader-kadernya yang berseberangan dengan keputusan pusat.
Bahkan menurut Jansen Sitindaon, politisi Demokrat, menyebut bahwa Poyuono ini justru yang sudah menurunkan elektabilitas Prabowo sejak kemunculannya di mana-mana. “Harusnya Poyuono berkaca, karena Poyuono yang buat suara Prabowo turun. Setiap dia muncul itu suara Prabowo turun,” tuturnya.
“Kami sebagai sesama teman koalisi juga menyarankan kepada Gerindra untuk mengingatkan orang semiring Poyuono ini, biar nggak kampungan gitu,” tambahnya.
Serangan demi serangan akhirnya harus diterima Lord Arief Poyuono, bukan dari Adian Napitulu, sahabat karib sekaligus kompetitor abadinya, melainkan dari teman koalisinya sendiri. Sosok komikal nan menggemaskan harus dihajar habis-habisan oleh temannya sendiri.
Padahal ketika bareng Adian Napitulu, perbincangan keduanya selalu sukses membahagiakan masyarakat. Nggak setegang kayak sekarang situasinya.
Aneh ya, kan apa yang dibilang Lord Arief Poyuono itu nggak salah-salah amat. Lagian kalau salah kan tinggal minta maaf, bentar lagi lebaran ini kok. Dosa kehapus ini. Rempong amat sih jadi koalisi doang.
Meski begitu, buat Lord Arief, tetap semangat ya Lord. Kami semua mendukungmu kok. Tetap suarakan kebenaran, jangan pernah goyah menghibur masyarakat Indonesia dengan manuver-manuver komentarmu yang out of the box itu. In Poyuono we trust. Dan, jangan lupa, “Salam 64 persen.”