MOJOK.CO – Konon, perempuan lebih suka curhat dan bercerita. Sialnya, hal ini malah mendorong aktivitas bocorin rahasia yang meninggalkan esensi “rahasia” itu sendiri.
“Kasihan, ya, si Suti.”
Kalimat sederhana tadi menarik perhatian orang-orang di sekitar Aminah—si penutur. Mereka mulai bertanya-tanya maksud dari Aminah, “Memangnya kenapa?”
“Ini sebenarnya rahasia, sih, tapi…”
Lalu, berdehamlah Aminah—berdeham juga kamu yang pernah ada di kondisi seperti ini. Iya, kan? Udah ngaku ajaaaa~
Bersama-sama, bisa kita simpulkan bahwa Aminah tahu sesuatu soal Suti. Dengan kalimat pembuka “Kasihan, ya, si Suti” bisa kita tebak arah pembicaraan mereka ke mana. Sangat spesifik, Saudara-saudara: rahasia Suti akan dibuka ke dalam forum!
[!!!!!!!!!11!!!!]
“Tradisi” dan kebiasaan bocorin rahasia seperti ini umum sekali ditemui di kehidupan sehari-hari, baik di kampus, kantor, sampai circle of temen-temen nongkrong di kafe atau di depan kaca tester makeup di mall. Rasanya, membocorkan rahasia atau curhatan seseorang seolah menjadi kebanggan tersendiri, persis seperti kita mendapat tugas untuk menggelar konferensi pers mahapenting dan patut diketahui semua orang.
Pertanyaannya, kenapa sih harus bocorin rahasia orang??? Situ dapet apa??? Dapet beras sekilo??? Dapet lippen selusin??? Dapet rumah tingkat 4???
Tanpa berusaha merendahkan kaum saya sendiri, sebagai seorang perempuan, saya sering kali berada di kondisi ini—baik saya sebagai Suti, temen-temen Aminah, sampai jadi Aminah sendiri. Hehe.
Ya, Saudara-saudara, sistem pertemanan perempuan kadang memang bisa sangat membingungkan karena tidak tampak batas aman dan batas tidak amannya. Bahkan, soal berbagi rahasia, para perempuan punya sistem yang lebih absurd. Semakin kita berharap curhatan kita bakal jadi rahasia, justru ia bisa semakin tersebar ke mana-mana. Nggak percaya? Ya buktinya si Aminah itu!
“Ini sebenernya rahasia, dia cuma cerita ke aku,” begitu mungkin kata Aminah selanjutnya. Perlu kita ingat, Aminah adalah kita semua.
Atau, mungkin juga ia akan berkata, “Aku cuma kasih tahu ini ke kamu, jadi jangan disebar, ya.”
Atau mantra ajaib: “Tapi jangan bilang siapa-siapa, ya.”
Lalu, sekali lagi mantra ajaib: “Eh, beneran loh, ya, jangan bilang siapa-siapa!”
Halaaaaah!!!1!!!1!!!
Memangnya situ langsung auto-aman kalau pakai kalimat “Jangan bilang siapa-siapa”, Am, Aminaaaah???
Meski banyak dikutuk, kebiasaan ini tetap saja berlangsung. Padahal, teman yang kita beri kalimat “Jangan bilang siapa-siapa” dalam akitivitas bocorin rahasia ini bisa saja meneruskan kalimat yang sama (“Jangan bilang siapa-siapa, ya, aku cuma cerita ke kamu!”) ke orang lain. Alhasil, dalam waktu kira-kira tiga hari, sebuah rahasia pun bisa tersebar hingga ke satu kecamatan, dan ini serius.
Apa penyebab hal ini terjadi, sebenarnya?
Sebagai perempuan, pertama-tama, patut kita ketahui bahwa kita adalah makhluk yang suka bicara. Sebuah studi menunjukkan bahwa perempuan bisa berbicara sebanyak 20 ribu hingga 25 ribu kata setiap harinya (laki-laki cuma berbicara sekitar 7 ribu kata), tak peduli siapa lawan bicaranya. Kuncinya cuma satu: perasaan nyaman. Tuh dengerin, dear mas-mas yang super nggak peka!!!
Sekali saja perempuan merasa nyaman dengan lawan bicara, beuuuuuh itu mulut bisa ngomong ke mana-mana, mulai dari driver ojol yang tiba-tiba nge-chat WA, episode terbaru sinetron Orang Ketiga di SCTV, sampai topik obrolan dengan gebetan yang kemarin telepon tengah malem sebelum tidur. Tapi, saking nyamannya pula, kadang perempuan tak terlalu memperhatikan apakah lawan bicaranya benar-benar orang yang bisa dipercaya atau, minimal, merasa nyaman dengan bacotannya obrolannya.
Naaaaah, ini dia, Ladieessss, ini dia penyebabnya!!!!!!1!!!!1!!!!
Karena terlalu nyaman, kita pun menjadi Suti. Kita lantas bercerita masalah pribadi ke semua orang, termasuk pada teman seperti Aminah yang seperti mantan kekasih: bikin nyaman, tapi tak bisa dipercaya. Di kondisi lain, kita juga bisa menjelma sebagai Aminah karena perempuan punya satu lagi karakter alam yang “udah dari sono-nya”, yaitu…
…bertukar gosip.
Ya, ya, ya, benar sekali. Kita-kita ini—kaum perempuan berbahagia—suka tergoda dengan bocoran soal rahasia orang lain. Jadi, kalau tiba-tiba ada orang datang bocorin rahasia orang lain, kita malah nyeletuk, “Eh, ada apaan, nih? Kasih tau dong,” alih-alih mengingatkan dengan baik kayak netizen di kolom komentar Instagram, “Hei, jangan gitu, ah, itu kan rahasia.”
Jangankan rahasia orang lain, perempuan aja ternyata suka, kok, membocorkan rahasianya sendiri. Dari sebuah studi lainnya, ditemukan fakta bahwa 43 persen perempuan yang selingkuh bakal menceritakan perselingkuhannya kepada sahabat terdekatnya, sementara 15 persennya membocorkan hal ini ke lebih banyak teman. Pada kondisi yang sama, hanya 6 persen laki-laki berselingkuh yang mengaku bakal menceritakannya kepada sahabat mereka. Hadeeeeh, selingkuh kok bangga, ya?
Tapi ini bukan isapan jempol belaka, Saudara-saudara. Saya sendiri pernah mendapatkan curhatan beberapa teman perempuan yang mengaku berselingkuh. Lantas, bagaimana dengan teman laki-laki? Sayangnya, nggak ada, tuh, laki-laki yang curhat perselingkuhannya ke saya. Adanya malah laki-laki yang curhat sama orang lain karena menyelingkuhi saya. Huhu.
Eh, perhatikan ini: saya, tanpa sadar, baruuuu saja bocorin rahasia orang lain—ke orang banyak, pula. Duh!
Akhirnya, kebiasan bocorin rahasia ini memang seperti lingkaran setan: nggak ada ujungnya. Bahkan pada teman terdekat sekalipun, tetap waspadalah Ladies pada curhatan dan rahasiamu, jangan sampai kamu malah menebar aibmu sendiri ke orang-orang di luar sana hanya karena kamu keburu nyaman dan salah memilih tempat curhat.
Terus, kepada siapakah kita harus curhat tanpa perlu khawatir bakal dibocorin ke mana-mana?
Loh, kok masih ditanya? Ya tentu saja kepada Tuhan Yang Maha Esa, dong, Ladies. Maaf, saya hanya sekadar mengingatkan, kok. Mmuaach!