MOJOK.CO – Mendengarkan lagu warnet 2000-an selain membawa unsur nostalgia juga menyumbang pola pikir ngebadut.
Mendengarkan MP3 adalah kemewahan bocah-bocah yang tumbuh besar pada 2000-an. Lagu-lagu dari band dan penyanyi di masa itu, disebarkan melalui flashdisk-flashdisk penuh virus trojan yang transaksinya berlangsung di komputer warnet. Jangankan sadar bahwa aksi itu sebuah pembajakan, ketika itu bocah-bocah bahkan masih gegar budaya dengan teknologi copy-paste di komputer warnet.
Tidak heran jika lagu yang populer pada 2000-an disebut juga dengan lagu warnet. Warnet adalah pusat tata surya ketika itu, sumber hiburan duniawi semua ada di sana. Tanpa perlu mengunjungi situs Stafaband dan 4shared, komputer warnet sudah menyimpan arsip intelektual dan memberikannya secara cuma-cuma.
Saya sadar bahwa banyak lirik lagu warnet yang populer pada 2000-an telah menyumbang pola pikir yang lumayan menye-menye. Ini saya rasakan saat sekali waktu kawan saya pernah bertanya acak, “Kamu masih dendam sama mantan nggak sih?”
Dengan sok bijak saya pun menjawab, “Nggak tahu juga ya. Rasanya kok aku sudah maafin dia walau kesalahan yang dia lakukan bikin sakit hati setengah modar.”
Tanpa diberi aba-aba, kawan saya itu lanjut menyanyi lagunya Rama, judulnya “Bertahan” sambil sebelumnya mengutuki, “Dasar generasi lagu warnet!”
Meski kau terus sakiti aku
Cinta ini akan selalu memaafkan
Dan, aku percaya nanti engkau
Mengerti bahwa cintaku takkan mati
Halah! Kok sikap saya memaafkan mantan dengan tulus terasa kayak ngebadut sendiri. Saya seolah-olah sedang diajak becermin. Kok ya mau-maunya memaafkan orang yang sudah sembarangan masuk dalam kehidupan saya dan pergi dengan kesan buruk. Bangsat betul pola pikir ini. Alih-alih sadar, saya malah kasihan sama diri sendiri, tapi tetap lanjut membadut. Ah!
Kalau dipikir-pikir, beberapa lagu warnet yang populer memang punya napas yang hampir mirip. Coba dengarkan lagu Lobow yang judulnya “Salah”.
Sepanjang perjalanan cintamu
Kau bilang aku yang paling tangguh
Tapi mengapa kau tinggalkan aku
Dengan alasan yang tak jelas
Apa aku pernah mengeluh
Apa aku pernah berlari
Saat kau ada masalah
Siapa nih yang mau kasih tahu Lobow bahwa kisah di liriknya itu soal cinta beda keyakinan? Yang satu yakin, yang satu nggak yakin. Kesimpulannya cuma satu, si dia udah nggak cinta. Gitu aja. Ya tapi, mau gimana lagi. Masalah perasaan memang bikin yang seharusnya sederhana jadi rumit kok.
Lagu warnet yang populer pada 2000-an memang umumnya menyuarakan kegamangan yang sama. Generasi fans Flanella misalnya, mungkin mereka lebih mendingan dalam menghadapi perpisahan. Walaupun tetap tersakiti, tapi berusaha optimis untuk menyambut hari-hari tanpa dirinya yang terkasih. Sambat dulu nggak masalah, marah-marah dulu, mengisahkan penderitaan dulu, kemudian mengobati perasaan sakit yang dialaminya sendiri.
Demi aku yang pernah ada di hatimu
Pergi saja dengan kekasihmu yang baru
Dan aku yang terluka oleh hatimu
Mencoba mengobati perihku sendiri
Aku yakin bisa
Aku bisa tanpamu
Setidaknya barisan fans Flanella lebih optimistis ketimbang penggemar grup band Samsons yang walau sudah berpisah pengin menyimpan kisah cintanya sebagai kenangan yang terindah. Sadar dong, kalau kenangan itu indah kenapa harus diakhiri? Ya harusnya diperjuangkan dong.
Bila yang tertulis untukku
Adalah yang terbaik untukmu
Kan kujadikan kau kenangan
Yang terindah dalam hidupku
Namun takkan mudah bagiku
Meninggalkan jejak hidupmu
Yang tlah terukir abadi
Sebagai kenangan yang terindah
Dear abang-abang band Samsons, janganlah mengukir jejak mantan sampai abadi. Nanti kayak saya, susah move on. Lagi pula, walaupun dibilang terindah, namanya kenangan ya sudah berakhir. Sesuatu yang menyedihkan yang teromantisasi dalam lirik lagu begini ini nih, yang banyak menciptakan bucin dan badut-badut cinta. Menghibur dalam suka duka, tapi bayarannya cuma-cuma.
Bukan mau nyalahin penyanyi-penyanyi lagu warnet masa lalu. Justru saya salut mereka punya lirik yang begitu kuat sampai orang-orang masih mengingatnya sekarang. Sayangnya, beberapa orang yang telanjur meresapi liriknya, menginternalisasi nilai-nilai badut di dalamnya. Ya persis kayak saya deh. Kebanyakan dengerin MP3 hasil copas di komputer warnet jadinya begini.
Tapi, saya rasa kisah saya ditinggalkan sang mantan masih mending. Ada beberapa orang yang justru terjebak dalam hubungan searah dan bertahan terus sampai sekarang. Ini ciri-ciri generasi yang dengerin lagunya Ada Band “Manusia Bodoh”. Rajanya lagu warnet versi ngebadut paling menye-menye.
Tiada yang salah
Hanya aku, manusia bodoh
Yang biarkan semua
Ini permainkanku berulang-ulang kali
Mencoba bertahan sekuat hati
Layaknya karang yang dihempas sang ombak
Jalani hidup dalam buai belaka
Serahkan cinta tulus di dalam takdir
Lirik lagu Ada Band “Manusia Bodoh” memang tak pernah mengkhianati judulnya sendiri. Memang bodoh banget sih. Sudah tahu dipermainkan, tapi tetap bertahan dan menyerahkan ketulusannya pada takdir. Aduh, bangun, Mas. Jangan ngebadut terus. Masih banyak orang yang lebih pantas menerima ketulusanmu itu. Generasi yang mendengarkan lagu warnet klan Ada Band dan menelan mentah-mentah liriknya bisa terancam bahaya nih. Mereka pikir mereka itu romantis, padahal tragis.
Ah, tapi yang saya lakukan ini kayaknya bakal sia-sia. Menyadarkan orang-orang yang tenggelam dalam lirik lagu warnet 2000-an memang sulit. Kita semua tahu menasihati orang yang sedang jatuh cinta itu percuma. Lagi pula, saya sendiri saja belum sadar kok. Saya masih berusaha setengah mati membersihkan sisa-sisa riasan badut di wajah saya. GWS, masyarakat!
BACA JUGA Eksistensialisme Kierkegaard dalam Album BLACKPINK dan artikel lainnya di POJOKAN.