Tahun politik, musim kampanye. Hegemoni poster sedot WC dan badut ulang tahun yang bertahan kokoh bertahun-tahun untuk sejenak mulai dikooptasi oleh poster berisi tampang-tampang para caleg yang sebagian besar tidak good-looking itu.
Tak bisa dimungkiri, media poster, baliho, juga banner memang menjadi salah satu senjata terbesar bagi para caleg di daerah untuk meraih simpati masyarakat agar mau mencoblos mereka.
Bagi caleg-caleg di daerah, berkampanye di sosial media seperti Twitter dan Facebook memang cukup efektif, namun ia tak banyak membantu, banyak pemilih yang punya kecenderungan untuk terlalu mengamati kampanye politik di sosial media. Maka, cara lama ultra-konvensional seperti memajang wajah baik melalui stiket, kaos, banner, sampai baliho menjadi alternatif yang paling memungkinkan.
Sayangnya, ada banyak sekali caleg yang, untuk tidak menyebutnya tidak becus, tidak terlalu menguasai strategi memajang wajah. Padahal, ia menjadi seni tersendiri dalam memenangkan hati banyak orang untuk memilih mereka.
Nah, berikut ini adalah beberapa kesalahan para caleg dalam memajang tampang menurut sudut pandang saya, dan mungkin juga banyak orang lainnya, yang tidak sebenarnya tidak terlalu peduli pada pileg
Tidak menampilkan wajah yang teduh
Ini kesalahan pertama dan yang paling utama. Orang tidak akan bisa tahu bagaimana sikap seseorang kalau belum pernah bertemu atau berinteraksi secara langsung. Karenanya, foto dengan tampang yang teduh setidaknya bisa sedikit membantu.
Kalau mau pasang banner, pilih foto yang paling tampak teduh yang senyumnya menyenangkan. Jangan pakai foto yang kelihatan seram dan tampak tidak simpatik.
Jangan pakai kacamata hitam, sebab itu kesannya arogan. Jangan terlalu formal, sebab itu membuat banyak orang mengira anda orang yang kaku kek kanebo kering.
Tampang itu penting. Ingat, dulu SBY kepilih sama pemilih ibu-ibu gara-gara prejengannya yang cakep, gagah, dan senyumnya menawan.
Hanya menampilkan nomor urut, tapi tidak warna kertas suara
Di hari pencoblosan nanti, kertas suara akan terbagi menjadi lima dengan masing-masing punya warna header yang berbeda. Warna kuning untuk DPR RI, merah untuk DPD RI, biru untuk DPRD Provinsi, hijau untuk DPRD Kabupaten/Kota, dan warna abu-abu untuk Presiden dan Wakil Presiden.
Nah, para caleg sering kali hanya memberikan nomor urut dan di DPR tingkat mana ia bertarung. Padahal, penting bagi orang untuk tahu, ia bertarung di DPR tingkat berapa. Nah, orang awam seringkali bingung dengan perbedaan DPRD Kab/Kota, DPRD Provinsi, dan DPR RI. Satu-satunya cara yang paling mudah untuk menerangkan tentu saja adalah dengan menyebutkan warna kertas suara di mana gambar sang caleg harus dicoblos.
Terlalu banyak mencetak stiker dan poster
Ini kesalahan yang umum. Banyak caleg mencetak stiker dan poster dalam jumlah banyak, berharap dengan semakin banyak stiker dan poster, maka akan semakin banyak orang yang ngeh dengan wajahnya dan akan mencoblosnya.
Nah, langkah yang benar menurut saya sejatinya adalah tak perlu mencetak banyak stiker dan poster, namun lebih baik mencetak banner dan baliho dan pasang di tempat yang strategis.
Satu baliho besar lebih baik ketimbang 1000 lembar stiker. Sebab Otak terbiasa untuk mengingat hal-hal yang besar.
Nggak percaya? Coba tanya Cak Imin.