Kekuatan Setya Novanto yang Selalu Diremehkan layaknya Saitama si One Punch Man

MOJOK.CO – Dalam komik One Punch Man banyak orang meremehkan kemampuan Saitama yang begitu sakti. Senasib dengan Setya Novanto yang selalu disepelekan.

Koruptor paling kuat sedunia politisi, Setya Novanto, baru-baru ini ketahuan sedang makan di sebuah warung nasi padang, di saat posisinya masih merupakan penghuni sah Lapas Sukamiskin.

Yawla, benar-benar kabar gembira untuk semua rakyat miskin di mana pun kita berada.

Ketika narapidana korupsi lain masih bisa berleha-leha di dalam penjara rasa hotel Burj Khalifa, Setya Novanto malah menunjukkan sikap sederhana. Duh, duh, berasa ingin cium tangan dan ketiak beliau deh. Mulia betul ih.

Lha gimana?

Peristwa itu menjadi bukti betapa sederhana sosok Setya Novanto. Bagaimana bersajahanya mantan Ketua DPR dan politisi senior Partai Golkar ini. Padahal kan beliau ini salah satu politisi paling tajir melintir di Indonesia.

Di saat politisi lain makan warteg jijik, makan mie instan bisa muntah, beliau dengan santainya makan nasi padang seadanya di warungnya langsung, dengan menu seadanya pula. Paling juga yang mahal rendang doang.

Yaelah, rendang mah buat politisi setajir beliau mungkin cuma jadi umpan untuk jebakan tikus doang. Ini dimakan dengan nikmat tanpa memandang kelas sosial dan kelas beliau sebagai politisi tuajir. Sebuwah sikap terpuji yang menunjukkan betapa humble alias down to earth-nya beliau.

Lebih luwar biyasanya lagi, Setya Novanto malah kayak takut-takut gimana gitu ketika dirinya ketahuan oleh awak media sedang makan di warung makan padang.

Tidak kayak Jokowi yang ke mana-mana bawa awak media, beliau malah sembunyi-sembunyi. Tidak mau dirinya yang sederhana ini ketahuan. Duh, benar-benar politisi anti riya’. Warbiyasa todemax.

FYI aja sih, ketahuannya Setya Novanto makan di warung makan padang ini merupakan buntut dari pemeriksaan medis di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto yang harus dilakukan untuk bisa tetap menikmati hidup beliau yang sangat sederhana tersebut.

Meski begitu, harus diakui, tidak banyak dari masyarakat Indonesia yang belum bisa memahami “kekuatan” Setya Novanto ini. Padahal harusnya kita sadar, betapa powerfull-nya beliau dalam mengarungi segala macam persoalan kehidupan—terutama usai ditetapkan sebagai penghuni penjara Lapas Sukamiskin.

Hal-hal ini sebenarnya mirip yang dialami oleh Saitama, tokoh utama dalam serial manga One Punch Man. Sebagai sosok terkuat dalam sejarah superhero yang pernah dibuat umat manusia, Saitama selalu diremehkan di mana pun dia berada.

Alasan diremehkan pun sepele: saking kuatnya sehingga jadi terlalu sulit dipercaya.

Ketidakpercayaan yang sama juga muncul pada publik saat melihat Setya Novanto. Publik seolah masih percaya bahwa Setya Novanto itu nggak ada apa-apanya (soal kekuatan politik) ketimbang Luhut atau (soal kekuatan menggerakkan massa) Habib Rizieq misalnya.

Ibarat Luhut dan Habib Rizieq itu dalam narasi One Punch Man adalah superhero kelas S, maka Setya Novanto ini dianggap sebagai superhero kelas C. Bahkan mungkin masih dalam kategori magang.

Padahal melihat berbagai manuver beliau saat mencoba lolos dari jeratan KPK, Setya Novanto menunjukkan kekuatan tiada banding. Bisa mengosolidasi para profesional macam pengacara, dokter, bahkan yang lebih ngeri: ngajak kerja sama tiang listrik.

Ketika Prabowo cuma bisa ngomong sama semut, Setya Novanto malah secara empirik bisa berkolaborasi dengan tiang listrik. Apa nggak suwangar itu namanya?

Ini belum menghitung kemampuan mengubah sel tahanan menjadi kamar super mewah dan terakhir bisa jalan-jalan makan di warung padang. Hal-hal yang menunjukkan betapa kekuatan beliau selalu diremehkan layaknya Saitama.

Muncul di momen-momen tak terduga dan selalu mengagetkan semua orang. Lalu ketika isu berangsur-angsur mereda, publik jadi lupa lagi dengan kekuatan beliau. Benar-benar senasib dengan Saitama.

Di sisi lain, seperti halnya Saitama yang menjadi superhero untuk mengisi waktu, Setya Novanto juga barangkali menganggap bahwa kesibukannya sebagai narapida adalah upaya untuk mengisi waktu luang aja.

Ya kan bisa aja, dengan kekuatan sebesar itu, Setya Novanto memenangkan sidang tipikor kemarin dengan menyewa pengacara-pengacara lebih yahud untuk meyakinkan hakim dan mengalahkan jaksa KPK ya kan?

Tapi kan—sekali lagi—beliau ingin menunjukkan bahwa dirinya ingin tidak terlihat se-powerfull itu. Beliau ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah sosok manusia biasa yang bisa saja dipenjara. Dan bisa saja, penjara adalah wahana baru yang berbeda karena bosan menjadi DPR RI sejak 1999.

Ya bayangkan saja kamu mengerjakan sesuatu yang sama selama 20 tahun dari tahun 1999, apa ya nggak bosen? Cuma hidup begitu-begitu aja.

Kecuali kalau selama 20 tahun itu kamu cuma titip presensi, tidur waktu rapat, atau ngejar-ngejar proyek pemufakatan jahat, mungkin itu nggak membosankan. Lha kalau Setya Novanto itu kan kerja betulan. Ya bosen lah beliau pasti. Jadi jelas butuh refreshing.

Maka dari itu, beliau ingin mengisi waktu kebosanan itu dengan menjadi narapidana tipikor dengan penuh kerendahan hati sebagai bagian dari terapi refreshingnya. Selain bisa menyegarkan pikiran, juga bisa reuni sama Nazarudin—misalnya. Kan lumayan.

Alasannya yang sebenarnya juga sama kayak Saitama: cari kesibukan dan cari teman-teman baru biar nggak bosan. Ketika Saitama bosan dengan kehidupannya lalu jadi superhero, Setya Novanto bosan jadi politisi lalu memilih jadi narapidana. Keren, Pak. Sumpah.

Barangkali, satu-satunya hal yang sedikit berbeda antara keduanya adalah jika Saitama selalu dijuluki one punch man karena jurus-jurus andalannya, Setya Novanto—karena kemampuannya yang tak pernah berhenti bikin masyarakat ketawa—mendadak jadi patut untuk dijuluki (the) one punch line.

Exit mobile version