Kejagung Sewot Kenapa ‘Sunat’ Hukuman Pinangki Diberitakan Terus oleh Media, Lah?

jaksa pinangki

MOJOK.COTerdakwa kasus suap (mantan) jaksa Pinangki jadi sorotan. Uniknya, Kejagung malah sewot Pinangki mulu yang diberitain. Lah?

Setelah netizen sewot dengan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta karena mengurangi hukuman terdakwa kasus suap, Pinangki Sirna Malasari, dari 10 tahun ke 4 tahun, kali ini gantian Kejaksaan Agung yang sewot ke media.

Gara-garanya sederhana, menurut Ali Mukartono, Jampodsus Kejagung, kasus Pinangki ini tidak sebaiknya dikejar-kejar terus oleh wartawan.

“Kenapa sih yang dikejar-kejar Pinangki? Tersangkanya banyak, wong tersangkanya itu banyak banget yang ditanya Pinangki terus, kenapa?” tanya Ali.

Ali Mukartono juga menyesalkan bahwa kasus ini digejolakkan oleh wartawan-wartawan.

“Sudah jelas putusan pengadilan, iya kan. Tersangka kita tunggu yang lain, masih banyak tersangka, itu satu kesatuan, karena itu lima-lima, macam-macamlah, malah dari Pinangki dapat mobil kan negara, ya yang lain kan susah lacaknya ini,” kata Ali.

Mobil yang dimaksud Ali ini adalah mobil BMW X5 warna biru yang disita sebagai salah satu bukti pencucian uang terdakwa Pinangki. Mobil itu sendiri ditaksir seharga Rp1,7 miliar per unitnya. Cukup mahal sih, meski nggak ada apa-apanya dengan duit yang diterima Pinangki dari suap yang senilai 500 ribu dolar Amerika atau 7 miliar rupiah itu.

Pinangki sendiri pada mulanya divonis Pengadilan Tipikor Jakarta dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Hukuman ini cukup masuk akal sebab status Pinangki yang merupakan penegak hukum dan mau berkomplot dengan terpidana kasus korupsi Djoko Tjandra.

Bahkan Pinangki berencana akan ikut (sebelum akhirnya ditangkap) membantu menyuap pejabat-pejabat di Kejagung dan Mahkamah Agung, dengan nilai suap ditaksir mencapai 10 juta dolar Amerika.

Anehnya, tak berselang lama, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada sidang banding justru menyunat hukuman Pinangki jadi cuma 4 tahun. Keputusan ini jelas jadi bulan-bulanan netizen, sebab alasan hakim cukup absurd. Yakni (salah satunya) karena Pinangki punya anak kecil.

Tidak hanya netizen dan masyarakat yang merasa aneh dengan putusan ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komisi Yudisial (KY) juga mencurigai ada pelanggaran perilaku hakim pada kasus ini.

Meski begitu, masyarakat sebenarnya masih bisa berharap pada tahap satu lagi untuk mengembalikan masa hukuman yang pantas untuk Pinangki.

Masalahnya, syaratnya cukup sulit, yakni berharap Kejaksaan Agung (lembaga tempat Pinangki melakukan aksi menerima suapnya) mau meneruskan gugatan untuk mantan pegawainya sendiri ke kasasi.

Hal yang belum juga dilakukan sampai sekarang karena Kejagung berdalih salinan putusan “sunatan” hukuman itu belum diterima.

Sikap Kejaksaan Agung yang terkesan tidak begitu antusias merespons putusan “penyunatan” hukuman hakim ini tentu jadi aneh banget. Pasalnya, sebagai jaksa dalam persidangan, mentalitas yang ada adalah menghukum terdakwa seberat-beratnya.

Pemandangan yang terjadi kemudian justru jadi lucu, karena Kejaksaan Agung malah terkesan menunda-nunda proses ke kasasi dan jadi sewot ketika kasus ini disorot oleh masyarakat luas.

Ya iyalaaah disorot, Pak. Yang melakukan suap kan oknum lembaga situ, kita kan pengen lihat senetral apa Kejaksaan Agung ketika mendapati anak buahnya sendiri melakukan pelanggaran hukum. Terutama ketika pelanggaran hukumnya terkait dengan tindak korupsi.

Uniknya, tidak sekali ini saja jaksa jadi rada-rada aneh begini ketika berhadapan dengan terdakwa yang punya background spesial (baca: sesama penegak hukum).

Tepat satu tahun lalu, masyarakat mendapat komedi segar dari kejaksaan juga ketika melempem di hadapan dua terdakwa pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang hanya mau menuntut 1 tahun penjara. Dua terdakwa yang masih menjadi anggota polisi aktif saat itu.

Bahkan, ketimbang sebagai jaksa, penjelasan-penjelasan yang dilakukan malah terkesan seperti membela terdakwa. Seperti, siraman air kerasnya itu sebenarnya nggak sengaja mengarahkan ke mata dan lain sebagainya.

Padahal penjelasan seperti itu kan seharusnya muncul dari mulut pengacara, ini kenapa jaksa malah jadi kayak kuasa hukum terdakwa yang membela? Bahkan tidak cuma membela di pengadilan, tapi juga membela di hadapan wartawan media massa.

Persis seperti kelakuan absurd yang dilakukan Kejaksaan Agung belakangan ini.

Seperti ketika, hanya berkenan mencopot jabatan struktural Pinangki tapi masih mengakuinya sebagai ASN, yang artinya Pinangki masih menerima gaji ASN dari pajak rakyat sebesar Rp6 juta per bulan. Dan juga tiba-tiba sewot dengan massifnya pemberitaan soal mantan pegawainya itu.

Semoga sih, ini bukan karena Kejaksaan Agung sedang merayakan Hari Kebalikan aja sih. Yang tadinya jaksa harus menuntut terdakwa seberat-beratnya, kini malah jadi menuntut hukuman seringan-ringannya.

BACA JUGA Yang Menyebalkan dari Jilbab Jaksa Pinangki dan tulisan Ahmad Khadafi lainnya.

Exit mobile version