MOJOK.CO – Tak cuma menyiapkan materi debat cawapres, Kiai Ma’ruf dan Bang Sandi juga harus siap dengan outfit masing-masing.
Jelang debat ketiga dua kandidat cawapres Pilpres 2019, banyak persiapan yang sudah dilakukan Kiai Ma’ruf Amin maupun Bang Sandiaga Uno.
Kayak belakangan ini, Kiai Ma’ruf berusaha berlatih untuk bisa efisien dalam soal waktu menjawab.
Tentu saja, pengalaman debat pertama tidak mungkin bisa dilupakan oleh Kiai Ma’ruf. Jarang menjawab, namun sekalinya mau menjawab pakai riwayat hadis, eh keburu distop oleh Ira Koesno karena waktunya udah habis.
Ya maklum, kebiasaan berceramah di pengajian dengan durasi waktu yang panjang memang tidak bisa dibandingkan dengan menjawab pertanyaan panelis hanya dalam durasi beberapa menit dalam sesi debat.
“Saya harus bisa biasa, saya kan ngomong panjang, ngaji itu kan panjang,” kata Kiai Ma’ruf.
Di sisi lain Bang Sandi berjanji akan tetap bersikap santun. Ya maklum, sosok yang akan jadi lawan debatnya adalah sosok yang lebih sepuh. Kiai lagi. Jadi meski kali ini akan “bertanding”, Bang Sandi mengaku tetap akan selalu menghormati Kiai Ma’ruf.
“Haruslah. Yang muda harus sopan sama kiai,” kata Bang Sandi. Bahkan Bang Sandi menjamin dirinya tidak akan mendebat Kiai Ma’ruf.
“Kiai kok didebat? Ini itu forum diskusi. Kita kan nggak bisa melepas status beliau sebagai ulama besar. Kita hormati beliau,” kata Sandi.
Tidak hanya persiapan soal materi debat, kedua cawapres juga dipastikan sudah bersiap dengan outfit masing-masing yang sudah khas dikenali masyarakat. Kiai Ma’ruf dengan gaya yang tradisional dengan Bang Sandi yang gayanya modern.
Seperti yang sudah ditunjukkan Kiai Ma’ruf saat debat pertama. Tidak seperti peserta debat yang lain, Kiai Ma’ruf selalu berani tampil beda dengan mengenakan sarung. Seolah-olah menunjukkan ke-Islam-an Nusantaranya.
Mungkin biar gerakan manuvernya biar lebih atraktif dan luwes. Kalau pakai celana kan agak sempit gitu. Kalau sarung kan agak semriwing. Adem. Yah, meski pada kenyataanya ya beliau belum luwes-luwes amat sih saat debat pertama. Hm, masih grogi mungkin.
Penggunaan sarung juga bisa dipastikan akan kembali dikenakan oleh Kiai Ma’ruf saat debat cawapres nanti malam. Soalnya, mau bagaimana pun, Kiai Ma’ruf ini kan berasal dari latar belakang kaum sarungan. Rasanya ya bakal rada-rada aneh begitu kalau Kiai Ma’ruf tiba-tiba pakai celana saat debat cawapres nanti malam.
Tapi kalau mau bikin kejutan, ya nggak apa-apa sih Pak Kiai.
Di sisi lain, Bang Sandi kemungkinan bakalan masih akan setia dengan model setelan foto presiden dan wakil presiden di sekolah-sekolah atau instansi pemerintahan. Itu lho, pas foto yang dipigura lalu dipajang untuk mengapit lambang garuda di depan kelas atau di kelurahan.
Pakai peci item, jas item, kemeja putih, celana item. Terus di bawahnya ada tulisannya: Wakil Presiden Indonesia.
Ya kali Bang Sandi datang ke debat cawapres pakai kaos training dan celana pendek sambil keringatan? Emangnya mau layat jogging?
Bisa jadi, setelan jas model gini merupakan cerminan sikap optimis dari Bang Sandi kalau dirinya bakal jadi pemenang untuk Pilpres 2019. Yah, persiapan menang dengan coba-coba pakai baju resmi wakil presiden aja. Namanya sikap optimis kan ya nggak apa-apa to?
Kalau soal harga outfitnya ya nggak usah ditanya. Untuk sarung, Kiai Ma’ruf jelas pakai merek BHS. Merek sarung kelas satu di dunia. Harganya pun nggak main-main, bisa menyentuh angka sampai jutaan.
Warnanya dari bahan alami, ditenun secara manual, bikin sarung Kiai Ma’ruf jadi terlihat artistik sekaligus klasik. Sesuai dengan posisi beliau yang lebih senior soal umur ketimbang Bang Sandi.
Tentu jangan dibandingkan sama sarung pakai gambar buah-buahan atau hewan-hewanan yang harganya mabelasrebu atau pol mentok ratusan ribu. Sekelas cawapres kok pakai sarung yang dipakai orang ronda. Plis deh.
Begitu juga dengan setelan jas Bang Sandi. Sudah tentu harganya nggak main-main. Paling buat makan satu tahun untuk anak satu kontrakan juga masih sisa banyak itu. Lha gimana, beliau ini biasa sarapan nasi ayam di Singapura jeh.
Mungkin yang rada aneh dari setelan kedua cawapres ini adalah sepatu Kiai Ma’ruf. Lha gimana? Biasanya setelan orang pakai sarung itu kan pakai sandal selop, tapi Kiai Ma’ruf ini—saat debat pertama—mengenakan sepatu pantofel.
Ya nggak apa-apa sih. Cuma ya rada gatel aja dilihatnya.
Soalnya sepanjang yang diketahui santri-santri, mengenakan sarung dengan sepatu itu bukan pemandangan yang lumrah. Hal kayak gini baru kejadian kalau sandal yang mau dipakai kena ghosob (dipinjem tapi nggak bilang). Akhirnya pakai sepatu deh karena terpaksa.
Bukannya gimana-gimana, soalnya pasangannya sarung itu ya sama sandal. Mau sandal jepit, terompah kayu, atau sandal selop.
Apa tidak bisa begitu Pak Kiai, pakai sandal selop aja? Atau memang aturannya harus pakai sepatu ya? Soalnya nggak pas aja gitu.
Tapi kalau dipikir-pikir lagi sih, keputusan sepatu atau sandal begini bisa jadi dilema besar untuk setelan outfit Kiai Ma’ruf.
Mau pakai celana+sepatu, kok Kiai Ma’ruf jadi nggak kelihatan ulama, mau pakai sarung+sepatu pantofel kok kayak sandalnya habis digoshob, mau pakai sarung+sandal kok ya takut diusir karena dikira ustaz pengajian yang nyasar.
Akan tetapi, karena yang melakukan itu Kiai Ma’ruf, gaya setelan kombinasi sarung+sepatu gitu sih ya nggak apa-apa juga sih. Kiai jeh. Bebas. Mau pakai monggo, nggak pakai ya monggo. Yang penting satu: nutup aurat. Dah gitu aja.
Siapa tahu ye kan, dengan setelan unik begitu malah bikin tren baru di kalangan santri-santri. Pakai sarung, tapi alas kakinya pakai sepatu. Sebut saja asimilasi budaya Barat, Nusantara, Islam.
Yeah, toleransi todemax.
Bang Sandi nggak tertarik untuk coba pakai setelannya Kiai Ma’ruf? Sampeyan kan santri juga.