MOJOK.CO – Selamat Pak Jokowi dan Kiai Ma’ruf Amin. Sebuah kemenangan yang menegaskan status invincible petahana, seperti Arsenal dan Juventus zaman invincible.
Mahkamah Konstitusi (MK), pada Kamis (27/6), secara resmi menolak semua dalil gugatan pemilu yang diajukan oleh tim hukum pasangan Prabowo dan Sandiaga Uno. Keputusan tersebut dibacakan langsung oleh Ketua MK Anwar Usman di gedung MK. “Mengadili, menyatakan, dalam eksepsi menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan: menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.”
MK memutuskan menolak permohonan gugatan hasil Pilpres 2019 karena pihak Prabowo-Sandiaga sebagai pemohon tidak bisa membuktikan dalil permohonan yang diajukan terkait perolehan suara. Tuduhan kubu Prabowo dan Sandiaga bahwa telah terjadi kecurangan secara Terstruktrur, Sistematis, dan Masif (TSM) yang melibatkan aparat negara juga dinilai tidak terbukti.
Oleh sebab itu, sah sudah, pasangan Jokowi dan Kiai Ma’ruf Amin menjadi pemenang Pilpres 2019. Jokowi menjadi Presiden untuk periode kedua, sementara itu Ma’ruf Amin menjadi Wakil Presiden yang setelah dilantik pada Oktober nanti akan menggantikan Jusuf Kalla.
Bicara soal kemenangan Jokowi, artinya kita membericarakan sosok politikus yang belum pernah merasakan kekalahan ketika berlaga dalam pesta demokrasi. Catatannya yang masin invincible ini mirip dengan prestasi Arsenal dan Juventus. Arsenal menyelesaikan satu musim tanpa kekalahan pada musim 2003/2004. Juventus nir kekalahan pada musim 2011/2012.
Berikut beberapa kesamaan antara Jokowi dengan Arsenal dan Juventus.
1. Jokowi dan Arsenal membawa “hal baru”.
Arsenal, ketika melewati satu musim penuh tanpa kekalahan dilatih oleh Arsene Wenger. Pelatih asal Prancis itu sempat diremehkan ketika ia datang ke Inggris dari Liga Jepang. Berkacata mata besar, menguasai banyak bahasa, terlihat intelek, Arsene Wenger dijuluki “professor”.
Wenger datang membawa perubahan. Ide yang ia tawarkan sama sekali berbeda dari kebanyakan klub yang saat itu bermain di divisi tertinggi di Inggris. Jika kebanyakan klub di Liga Inggris masih bermain dengan rasa kick and rush, Wenger memperkenalkan transisi cepat lewat bola-bola datar.
Pada millennium baru, Wenger dianggap sebagai pelopor. Perubahan yang ia bawa bahkan terasa sampai sekarang. Sama seperti Jokowi yang datang dengan latar belakang berbeda seperti presiden-presiden sebelumnya. Jokowi tidak punya latar belakang tentara, bukan pula keturunan kiai. Ia adalah putera Solo, dari keluarga penguasaha kayu.
Sebagai presiden yang berasal dari sipil, ketika maju di pertarungan Pilkada DKI, keberadaannya tidak terlalu diperhitungkan, meski sebelumnya sangat dominan di Solo. Namun, saya rasa, Pilkada DKI adalah puncaknya. Bersama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, keduanya memberikan kebaruan. Puncak itu, sama seperti ketika Arsenal menjadi invincible.
2. Jokowi dominan seperti Juventus.
Juventus, bagi rival-rival mereka di Serie A adalah enigma, sebuah teka-teki yang sulit dipecahkan. Sulit dipecahkan, bagaimana cara mengalahkannya. Sejak memenangi Serie A 2011/2012, hingga saat ini, Juventus sangat dominan. Mereka sudah menjadi Scudetto delapan kali berturut-turut. Klub lain ini ngapain aja, bobok siang?
Dominasi Si Nyonya Tua sama seperti dominasi yang ditunjukkan Jokowi di Pilkada Solo pada tahun 2010. Saat itu, berstatus incumbent, berpasangan dengan FX Rudi Rudyatmo, Jokowi meraup 90, 09 persen suara! Lawannya, KP Eddy S Wirabhumi-Supradi Kertamenawi yang diusung Partai Demokrat dan didukung Partai Golkar, hanya mengumpulkan suara 9,91 persen.
Dari mana dominasi itu berasal? Tentu saja kerja nyata dan berkenan di hati rakyat. Sejak kembali ke Serie A, Juventus melakukan “revolusi”, baik dari sisi manajemen, paradigma soal stadion, hingga kebijakan perekrutan pemain.
Hasilnya, mulai musim panas menjelang musim 2019/2020, Si Nyonya Tua sudah berani membelanjakan uang dalam jumlah besar untuk membeli pemain. Bukti bahwa manajemen mereka sangat sehat dan nama besar kembali mengilap.
Sementara itu, kerja Jokowi sangat berkenan di hati rakyat. Sumarno (42), tukang becak yang biasa mangkal di depan Pura Mangkunegaran, menilai Jokowi sebagai sosok yang mau menyapa rakyat kecil dan kerjanya sebagai walikota selama 2005-2010 terlihat nyata.
Sumarno terkesan dengan upaya penataan kota yang dilakukan Jokowi, seperti di koridor Ngarsapura dengan memindahkan toko-toko elektronik yang semula memenuhi sisi kanan dan kiri koridor ke pasar elektronik yang dibangun Pemerintah Kota Solo. Lahan tempat berdirinya toko adalah tanah negara. Kawasan Ngarsapura kini menjadi ruang publik yang cantik.
“Wajah Pura Mangkunegaran jadi terlihat, tidak seperti dulu, tertutup deretan toko,” kata warga Kampung Keprabon ini seperti dilansir oleh Kompas.
Presiden berusia 58 tahun ini sudah melewati pertarungan yang dahsyat dengan Prabowo di dua Pilpres; 2014 dan 2019. Meski susah payah dan tidak lagi menang dominan, Jokowi masih bisa menegaskan kalau dirinya invincible.
3. Menurun seperti Arsenal atau konsisten seperti Juventus?
Nah, kalau ini sih pertanyaan dan tantangan kepada Bapak Joko Widodo.
Setelah menyelesaikan satu musim tanpa kekalahan, prestasi Arsenal terjun bebas. Terlilit utang akibat pembangunan stadion memaksa mereka mengencangkan ikat pinggang. The Gunners sering menjual pemain bintang demi menambal keuangan. Hasilnya, meski sempat konsisten berada di empat besar Liga Inggris, The Gunners tak lagi pernah juara.
Sementara itu, seperti yang saya tulis di atas, sampai saat ini, Juventus masih sangat dominan. Kemungkinan, sampai tiga tahun ke depan, mereka masih konsisten juara.
Nah, setelah menjabat sebagai Presiden untuk periode kedua, ke mana Jokowi akan melangkah? Terjebak dalam “perangkap” seperti Arsenal dan merasakan kekalahan, atau tetap dominan seperti Juventus?
Misalnya dengan ikut pemilihan Ketua RT atau Pak Dukuh. Siapa tahu Bapak Joko Widodo akan merasakan kekalahan untuk kali pertama. Kalah oleh anaknya sendiri, Kaesang Pangarep, yang lebih muda dan edgy itu.