MOJOK.CO – Pak Jokowi butuh dikelilingi milenial di staf khusus kepresidenan demi sirkel yang lebih relate. Kebahagiaan karena satu tema obrolan juga penunjang kerja, kan.
Mardani Ali Sera itu berpikir terlalu jauh. Ketua DPP PKS itu berpendapat kalau jabatan staf khusus kepresidenan akan tumpang tindih dengan struktur pembantu Presiden yang sudah ada.
“Tanpa pembagian tugas yang jelas, posisi staf khusus ini akan tumpang tindih dengan struktur yang sudah ada,” kata Mardani seperti dikutip KOMPAS. Selain 13 staf khusus kepresidenan, Jokowi sudah punya pembantu dalam wujud Kantor Staf Presiden (KSP), sekretaris kabinet, menteri, dan para wakil menteri. Dan tentu saja para buzzer yang siap membantu di medan laga media sosial.
Kata Mardani, tanpa tu-pok-si yang jelas, anggota staf khusus kepresidenan hanya akan menjadi asesoris semata. Apalagi 7 dari 13 anggota adalah milenial. Kalau sudah bawa-bawa penanda generasi begini biasanya dibarengi dengan keraguan-keraguan yang lumrah. Ya masih muda, belum berpengalaman, dan lain sebagainya.
Yang milenial membalas dengan “oke, boomer” yang makin lama makin menjengkelkan juga itu. Perasaan lebih tahu karena lebih mesra dengan perkembangan zaman membuat milenial agak jemawa. Ya begitulah manusia. Sok gelut wae!
Semuanya sok-sokan peduli dengan organisasi dan pengaturan kerja Jokowi. Nggak ada yang berusaha memahami jiwa Jokowi yang sedang gelisah. Di periode kedua pemerintahannya, sudah terlalu banyak kejadian yang membuat Jokowi ditinggal. Terutama ditinggal banyak pendukungnya karena kasus pelemahan KPK, kejahatan HAM yang tidak diungkap, dan lain-lain.
Padahal kamu tahu sendiri kalau para pendukung Jokowi adalah anak muda. Para milenial yang dulu berharap kalau Pak Joko bakal menjadi harapan baru. Tempo saja pernah bikin cover Jokowi dengan judul “A New Hope”. Ditinggal anak-anak muda itu sedih banget. Kamu kehilangan sirkel pertemanan yang asyik dan nggak ndakik-ndakik sok bijak dan merasa suci itu.
Maka dari itu, Jokowi mengelilingi dirinya dengan 7 milenial dalam staf khusus kepresidenan. Mereka adalah Putri Tanjung, Adamas Belva Syah Devara, Ayu Kartika Dewi, Angkie Yudistia, Gracia Billy Yosaphat Membrasar, Aminuddin Ma’ruf, dan Andi Taufan Garuda Putra.
Selain berjiwa muda, ada juga yang kaya raya. Nongkrong di Istana Bogor sambil nge-go food kopi Janji Jiwa tiap hari juga nggak bakalan jebol tuh kantong. Sambil ngomongin hal-hal baru dan pergosipan selebtwat yang mulai nggak laku lagi, menyesap kopi Janji Jiwa, ditemani rusa-rusa yang berkeliaran dengan bebas, menyambut senja manja dengan kesejukan istana negara.
Mau diskusi soal agama, bisa langsung ke Aminuddin Ma’ruf. Santri, sekaligus Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Mau tau soal perkembangan finansial teknologi beraroma anak muda, bisa ke Andi Taufan Garuda Putra, pendiri sekaligus CEO Amartha, fintech peer-to-peer lending.
Lewat usaha rintisannya, Andi Taufan berhasil menghubungkan investor dengan pengusaha mikro di pedesaan yang membutuhkan pendanaan. Hmm…investasi. Bukankah Jokowi hendak menghapus 40 aturan biar investor makin nyaman? Tiada yang lebih mudah selain ngobrol sama “pelaku” dengan tanpa sekat bernama staf khusus kepresidenan.
Sangat bisa terjadi ada menteri yang tidak responsif. Ngelawan perintah presiden. Dulu malah ada yang nggak kepilih lagi karena rumornya lebih keren ketimbang presidennya. Biar lebih cepet dapat masukan, tentu saja masukan yang fresh, Jokowi bikin itu staf khusus kepresidenan. Saya bayangin mereka sering kumpul-kumpul bareng. Bikin sirkel sendiri.
Siti Halwah, lewat artikelnya di Terminal Mojok yang berjudul “Betapa Nggak Enaknya Ikut Dalam Sirkel Nongkrong Orang Lain” menjelaskan dengan jernih. Menurut Siti, salah satunya karena merasa nggak nyaman.
“Perasaan nggak nyaman itu muncul karena saya tahu bahwa sebenarnya saya bukanlah bagian dari sirkel mereka. Keberadaan saya pastinya juga membuat mereka nggak nyaman, kan? Saya menyadari, mereka nggak leluasa dalam berdiskusi dan mengobrol karena keberadaan saya di sana. Mungkin, mereka berniat membuat saya nyaman—meskipun jatuhnya justru membuat saya nggak nyaman,” tulis Situ.
Kalau udah biasa dikelilingi anak muda, lalu tiba-tiba tiap hari cuma ketemu sirkel Pak Mahfud MD, Pak luhut Binsar, Pak Prabowo (cieee…), dan terutama, the one and only, Pak Moeldoko, kan ya bikin nggak nyaman.
“Kapan, nih, gue bisa ngomongin Hammersonic yang tahun depan di Jakarta? Ada Slipknot sama Comeback Kid lagi. Pak Moeldoko sama Mas Mahfud mau nggak ya diajak nonton bareng?” Sebuah obrolan yang mungkin bakal bikin dahi Pak Moeldoko berkerut.
Kesepian-kesepian itu yang harus kita pahami. Ditinggal pendukung, dikelilingi boomers, dan sirkel yang tema obrolannya nggak nyambung. Kebahagiaan karena dikelilingi 7 milenial di staf khusus kepresidenan juga sebuah penunjang kerja. Kalau hati Pak Jokowi riang, kerja kerja kerja juga makin enak.
Pak Mardani sudah berpikir terlalu jauh.
BACA JUGA Alumni yang Mendukung Jokowi dan Prabowo Itu Biasanya Bukan Milenial Karena… atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.