MOJOK.CO – Katanya 89% anggota DPR dengan sangat percaya diri bakal nyaleg lagi pada Pemilu 2019 mendatang. Kira-kira apa yang akan terjadi?
Nampaknya kita memang betul-betul disibukkan dengan Pilpres. Setiap lini media kita, isinya cuma Jokowi, Prabowo, Sandiaga, dan kadang-kadang ada Maruf Amin. Sekecil dan sesepele apapun tingkah mereka, sepertinya memang enak dijadikan bahan berita. Pasalnya, memberitakan mereka adalah sesuatu yang sudah pasti menguntungkan bagi media, karena kemungkinan besar ramai pembaca—atau setidaknya yang cuma ngeklik aja. Bagaimana tidak? Mereka sudah punya pendukung garis keras dengan kekuatan buzzer yang mumpuni, je. Kalau kayak gitu kan, kerja tim sosmed tiap-tiap media, jadi nggak berat-berat amat.
Dikarenakan kita terlalu—dipaksa—sibuk dengan pemberitaan tentang Pilpres, kita menjadi lupa bahwa ternyata diam-diam dia masih stalking mantannya ada pemilihan lain yang juga diadakan bersamaan dengan Pemilu nanti. Uuuh, apaan tuuuhhh….
Yak, betul! Pemilihan Legislatif (Pileg) untuk memilih para wakil-wakil kita!
Kita terjebak dengan pesona Capres-Cawapres yang seolah-olah sanggup menyelesaikan semua permasalahan negara. Namun, kita melupakan pentingnya fungsi DPR, DPD, maupun DPRD yang salah satu fungsinya adalah mengontrol para calon eksekutif junjungan kita tersebut. Kita terlalu menganggap para calon eksekutif adalah dewa. Padahal kita tahu: tidak ada manusia yang luput dari khilaf dan dosa.
Sepertinya kita betul-betul lupa dengan mereka, hingga akhirnya beredar kabar bahwa 89% anggota DPR dengan sangat percaya diri lagi-lagi mencalonkan diri untuk nyaleg di tahun ini! Meski mereta tahu, di periode kemarin, sudah terlalu banyak caci maki yang mereka terima, karena kinerjanya sungguh buruk rupa!
Sebetulnya sudah jelas bahwa tugas mereka adalah menyuarakan aspirasi masyarakat. Nah, momentum untuk menyuarakan segala aspirasi itu, ya dalam rapat. Eh kok ya, yang sering kali kita lihat, justru ruangan rapat DPR kosong seperti tong kosong. Yang datang pun, bisa dikatakan nggak banyak yang serius-serius amat buat rapat. Bahkan, tidak sedikit yang justru mainan hape atau malah tertidur.
Padahal kerja mereka diawasi kamera loh, Malih??!!! Kok bisa, sih, senyantai itu? Nggak kayak karyawan IndoMei, yang selalu bekerja maksimal dan prima karena diawasi??!! Apakah sudah setidak peduli itukah mereka dengan citra di depan masyarakat? Atau memang sudah tidak punya malu?
Nah, orang-orang macam itulah, yang katanya nanti mau nyaleg lagi. Nggak tanggung-tanggung, 89% nya dari muka lama, loh! Kalau si 89% anggota DPR ini terpilih semua, kira-kira apa yang bisa kita harapkan dengan 11% muka baru yang baru bergabung? Akankah mereka—si 11% ini—bisa memberikan energi positif yang penuh semangat macam anak baru di kantor? Ataukah justru mereka akhirnya tenggelam dalam rutinitas yang sama seperti kakak-kakak tingkat DPR-nya?
Sepertinya, salah satu dampak Pemilu yang diadakan serentak, memang menjadikan kita lupa dengan Pileg. Padahal, justru DPR lah yang sebetulnya lebih sering tidak kita pahami pola pikirnya dan tingkah lakunya hanya bikin kita geleng-geleng kepala—merasa tidak percaya, bisa punya wakil rakyat semacam itu. FYI, di manapun, wakil rakyat adalah representasi dari masyarakatnya. Jadi, siapa yang nggak malu, diwakilin oleh orang-orang semacam mereka.
Namun, meski begitu, ternyata kita juga berkontribusi atas terpilih mereka—yang-sebetulnya-nggak-pantas-itu. Pasalnya, kita seolah enggan untuk mengenal Caleg di daerah pemilihan (dapil) kita masing-masing. Hayooo, kira-kira sudah tahu belum calon DPR RI yang sedang mendulang suara di daerahmu? Jangan cuma kenal Fadli Zon, Adrian Napitupulu, atau Tsamara Amany doang. Mohon maaf, bisa jadi, mereka justru mencalonkan diri bukan dari dapil kita. Kalau gini, gimana caranya kita bisa milih? Pindah KTP?
Sebetulnya, bukanlah sesuatu yang mengherankan amat, mengapa mereka—si 89% ini—akhirnya memutuskan untuk mencalonkan diri lagi. Tanpa peduli dengan kekesalan dari masyarakat serta tanpa berusaha-berusaha amat untuk memperbaiki diri. Pasalnya, dilihat dari sisi mana saja, menjadi DPR itu memang enak adanya. Nggak percaya? Gini ya, Malih. Saya kasih tahu.
Pertama, jelas gaji mereka beserta tunjangannya—yang apa-apa dapat tunjangan itu—tidak sedikit. Belum lagi sangu buat plesiran dengan alibi tugas negara itu. Siapa kira-kira yang nggak tergoda buat jadi anggota dewan dengan kemakmuran ekonomi semacam itu?
Kedua, tidak perlu ngaji bertahun-tahun untuk punya ilmu yang mumpuni dan menjadi Kiai supaya dapat dihormati. Pasalnya, dengan menjadi anggota DPR, segala kehormatan tersebut bisa mereka dapatkan—dengan mudah. Ya, bagaimana tidak? Lha wong katanya mereka mau bikin UU untuk memenjarakan orang-orang yang mengkritik mereka, kok. Tanpa adanya kritik, sudah jelas, kehormatan mumpuni akan mereka dapatkan. Kan nggak ada yang ngutak-atik wibawanya.
Ketiga, selain dihormati mati-matian—hingga jangan sampai ada kritik terdengar di telinga mereka. Mereka juga dianggap sosok yang paling ngerti politik. Lihat saja setiap ada isu yang ramai diperbincangkan, mereka selalu tampil untuk menyuarakan pendapat pribadinya. Meski kebanyakan hanyalah omongan panjang lebar tanpa isi dan solusi yang tidak perlu diilhami. Yang terpenting mereka tampil, untuk meramaikan atau lebih tepatnya bikin keadaan semakin runyam.
Btw, banyak manfaat yang mereka dapatkan dengan sering tampil di depan kamera ini: mereka menjadi p o p u l e r di mata masyarakat!!11!! Jadi, jika mereka tidak terpilih lagi menjadi DPR, mereka bisa menerima job-job seperti main di reality show atau sinetron. Ya, lumayanlah, bisa menggantikan artis-artis yang pada nyaleg.
Jadi sebetulnya mereka tidak ambil pusing mengenai kinerja mereka selama pejabat. Pasalnya, bagaimana pun juga kerja DPR adalah kerja kolektif. Jadi, kalau 89% angggota DPR yang inkumben ini mencalonkan lagi, hal ini tidak akan berpengaruh besar terhadap basis suara mereka—yang bisa jadi nanti akan semakin kuat dengan bumbu janji manis.
Tapi ya gitu, jika ternyata 89% anggota DPR akhirnya memutuskan untuk mencalonkan diri lagi dan mereka ternyata terpilih lagi, lalu kantor DPR bakal diisi oleh muka lama. Maka yang perlu kita persiapkan adalah: amunisi misuh yang mumpuni.