Jangan Suka Ngebut, Nenek Moyang Kita itu Pelaut, Bukan Pembalap - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Beranda Pojokan

Jangan Suka Ngebut, Nenek Moyang Kita itu Pelaut, Bukan Pembalap

Agus Mulyadi oleh Agus Mulyadi
30 November 2018
0
A A
ngebut
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

Saya tak pernah paham dengan jalan pikiran orang yang suka memacu motornya dengan sangat kencang di jalan raya. Ini mungkin pendangan yang sangat konvensional, namun, memang sejak pertama kali bisa mengendarai motor hasil belajar pakai motor teman sampai akhirnya bisa beli motor sendiri, saya hampir tak pernah memacu motor di atas kecepatan 100 km per jam.

Sejauh ingatan jernih saya, kecepatan tertinggi dalam rekor berkendara saya adalah 90 km per jam. Itu pun saya tempuh dari Magelang ke Jogja dalam keadaan jalanan yang sangat sepi karena masih sangat pagi.

Saya terbiasa melaju dengan kecepatan antara 40-70 km/jam. Kecepatan tersebut seperti sudah menjadi default bagi saya dan motor saya.

Boleh jadi, saya memang pria yang pengecut. Saya mengakuinya. Entah kenapa, tiap kali saya memacu motor dengan kecepatan lebih dari 80 km per jam, jantung saya langsung berdegup dengan sangat kencang.

Kadang, dalam keadaan terburu-buru, misal sedang mengejar jam tayang film bioskop, pacar saya menyindir saya karena kepengecutan saya yang tak berani memacu motor lebih kencang.

“Kamu nggak malu po, Mas, sama bapak-bapak gojek di depan?” Ujarnya sembari menunjuk driver Gojek yang dengan mudahnya menyalip saya dengan kecepatan yang sebenarnya bahkan tak terlalu kencang.

Baca Juga:

Untuk Pengendara Motor yang Merasa Jadi Penguasa di Trotoar Jakarta

Untuk Pengendara Motor yang Merasa Jadi Penguasa di Trotoar Jakarta

22 Januari 2023
starter motor mojok.co

Tips Merawat Sistem Starter Motor untuk Hindari Kerusakan

30 Oktober 2022

Salah satu hal yang paling membuat saya tak berani melaju kencang tentu saja adalah perkara takut bakal celaka. Dari dulu, saya meyakini bahwa berkendara dengan kencang adalah jalan pintas paling cepat menuju kecelakaan.

Dengan kondisi yang demikian, saya menjadi sangat mudah benci dengan orang-orang yang suka mengebut di jalanan, utamanya orang-orang yang biasanya bermotor cc besar yang merasa bahwa jalanan adalah sirkuit pribadinya.

Tentu ini bukan soal saya cemburu dengan keberanian mereka (atau kebodohan mereka?), ini lebih pada rasa ketakutan saya kalau-kalau saya bisa ikut kena celaka karena kendaraan mereka yang melaju kencang.

Saya berkali-kali mendapati kawan yang kena celaka karena sebab yang satu ini. Entah menabrak, entah ditabrak, entah menyerempet, entah diserempet.

Di sebuah ruas jalan tak jauh dari kosan saya, beberapa waktu yang lewat, seorang mahasiswi meninggal dunia karena ditabrak oleh pengemudi Ninja 250 yang dikemudikan dengan kecepatan tinggi oleh seorang anak SMP. Saking dahsyatnya kecelakaan, motor Ninja yang dikendarai oleh si anak SMP sampai terbelah dua.

Baik si mahasiswi maupun si bocah SMP sama-sama meninggal dunia.

Setiap kali saya melewati jalan tersebut, kemantapan saya untuk selalu berhati-hati di jalan dan untuk selalu melaju dengan kecepatan yang wajar semakin menebal.

Sayang, seringkali itu tak cukup. Kita sudah hati-hati, tapi kalau orang lain tidak, maka potensi kecelakaan tetaplah ada.

Saya beberapa kali hampir terserempet bahkan tertabrak oleh pengendara motor besar yang memacu motornya dengan kecepatan yang susah dinalar, lengkap dengan suara knalpotnya yang provokatif itu. Dan itu semakin menmbah kebencian saya pada pengendara model begitu.

Di grup ICJ (Info Cegatan Jogja), saya pernah menemukan postingan tentang kecelakaan yang disebabkan oleh pengendara yang memacu motornya dengan sangat kencang.

Banyak anggota grup yang menulis komentar menggoblok-goblokkan si pengendara. Dan entah kenapa, saya bahagia membaca komentar-komentar tersebut. Saya merasa seperti punya banyak kawan.

Seorang anggota kemudian memberikan komentar yang membuat saya susah untuk tidak membalasnya.

“Rasah nyalah-nyalahke sing kecelakaan, jenenge we alangan,” begitu tulisnya.

Tak butuh berpanjang-panjang, saya pun langsung membalas komentar tersebut dengan balasan yang agak panjang. 

“Ngene lho, nde… Sing jenenge alangan ki nek sing kecelakaan wis berusaha tertib, berusaha patuh, nganggo helm, le mlaku alon-alon ngati-ati, ora banter. Tapi ndilalah tep iseh ketemu kecelakaan, mbuh le keblender pasir po kejeglong dalan.

Lha nek sing kecelakaan kuwi seko awal wis ngebut ugal-ugalan, rumongso dalan raya kuwi sirkuit sentul, kuwi jenenge hudu alangan. Tapi nggolek memolo.”

Saya memang meyakini, bahwa orang yang ngebut ugal-ugalan itu sedari awal memang cari celaka. Jadi kalau ndilalah mereka jatuh atau kecelakaan, bawaannya jadi bingung, mau nolongin apa enggak, sebab sejatinya, mereka memang sedang menemukan apa yang mereka cari.

Takutnya kalau kita nolongin, kita malah dianggap mengganggu.

Atau mungkin mereka memang sedang mencoba mendekatkan diri dengan Tuhan. Sebab, dalam berkendara, semakin ngebut, semakin dekat ia dengan Tuhan.

Saya jadi ingat dengan kalimat yang begitu lucu dan menggelitik.

“Di Indonesia ini, hanya orang goblok yang suka ngebut, sebab dia nggak paham, bahwa nenek moyang orang Indonesia itu pelaut, bukan pembalap.”

Atau kalimat lain yang sering dipasang di plang jalan kelurahan:

“Boleh ngebut asal dituntun.”

Terakhir diperbarui pada 21 Mei 2021 oleh

Tags: motorngebut
Agus Mulyadi

Agus Mulyadi

Blogger, penulis partikelir, dan juragan di @akalbuku. Host di program #MojokMentok.

Artikel Terkait

Untuk Pengendara Motor yang Merasa Jadi Penguasa di Trotoar Jakarta
Uneg-uneg

Untuk Pengendara Motor yang Merasa Jadi Penguasa di Trotoar Jakarta

22 Januari 2023
starter motor mojok.co
Kilas

Tips Merawat Sistem Starter Motor untuk Hindari Kerusakan

30 Oktober 2022
stut motor mojok.co
Hukum

Polisi: ‘Stut’ Motor Tak Akan Ditilang

10 Juli 2022
cerita mudik dan mitos cewek nggak bisa ngerawat motor - oalah
Movi

Cerita Mudik dan Mitos Cewek Nggak Bisa Ngerawat Motor

22 April 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
PMP Buat Generasi Muda, Memangnya Bapak Ibu Politikus Sudah Pancasilais?

Cukup Cintamu Saja yang Palsu, Ijazah Mah Jangan!

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

ngebut

Jangan Suka Ngebut, Nenek Moyang Kita itu Pelaut, Bukan Pembalap

30 November 2018
Surat Cinta untuk Warga Solo: Jangan Ulangi Problem Pariwisata Jogja MOJOK.CO

Surat Cinta untuk Warga Solo: Jangan Ulangi Problem Pariwisata Jogja

4 Februari 2023
Blak-blakan Reno Candra Sangaji, Lurah 1.000 Baliho yang Sempat Bikin Geger Jogja. MOJOK.CO

Blak-blakan Reno Candra Sangaji, Lurah 1.000 Baliho yang Sempat Bikin Geger Jogja

4 Februari 2023
bisnis raffi ahmad mojok.co

Nama-nama Penting di Balik Gurita Bisnis Raffi Ahmad

30 Januari 2023
jd.id tutup mojok.co

JD.ID Tutup, Lalu Bagaimana Nasib Pegawai dan Aset Penggunanya?

31 Januari 2023
Mencoba Lawson yang Baru Buka: Oden Enak yang Harganya Nggak Enak Buat UMR Jogja MOJOK.CO

Mencoba Lawson yang Baru Buka: Oden Enak yang Harganya Nggak Enak Buat UMR Jogja

29 Januari 2023
Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak yang Dihujat Warganet - MOJOK.CO

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak Surabaya yang Dihujat Warganet

24 Januari 2023

Terbaru

maria ulfah

Mengenal Maria Ulfah (Bagian I): Perjuangkan Hak Pilih Perempuan Indonesia

5 Februari 2023
Warga Poteran Sumenep butuh jembatan. MOJOK.CO

Keluh Kesah Warga Pulau Poteran Sumenep: Nggak Punya Jembatan, Tarif Tongkang Naik

5 Februari 2023
keterwakilan perempuan

Strategi Zigzag Kerek Keterwakilan Perempuan di Parlemen, Kok Bisa? 

5 Februari 2023
sisa makanan mojok.co

Mangkel Sama Orang yang Nyisain Makanan di Warung Nasi Padang

5 Februari 2023
fans manchester united mojok.co

Menjadi Orang Penyabar dalam Sudut Pandang Fans Manchester United

5 Februari 2023
lapor spt mojok.co

Apa yang Terjadi Kalau Kita Nggak Lapor SPT? Ini Penjelasan Sanksinya

5 Februari 2023
Blak-blakan Reno Candra Sangaji, Lurah 1.000 Baliho yang Sempat Bikin Geger Jogja. MOJOK.CO

Blak-blakan Reno Candra Sangaji, Lurah 1.000 Baliho yang Sempat Bikin Geger Jogja

4 Februari 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Podium
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Kunjungi Terminal
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In