MOJOK.CO – Lambang salib di mozaik jalan depan Balai Kota Solo itu harus segera dihapus. Coba situ bayangin, kalau orang lewat jadi murtad otomatis gimana?
Aksi pemurtadan memang sedang terjadi di mana-mana, Fellas. Kita sebagai umat beragama yang taat harus siaga satu. Nggak di makam, nggak di jalanan. Baru-baru ini baru ketahuan kalau mozaik jalanan di deban Balai Kota Solo jebul menyerupai lambang salib. Setdah, kagak ada kapok-kapoknya nih.
Ini jelas merupakan upaya pemurtadan terselubung gaya-gaya Wahyudi. Nggak salah lagi. Bagaimana mungkin kami selama ini bisa luput kalau mozaik di jalan yang selama ini dilewati warga Solo jebul merupakan lambang salib?
Memang betul, kalau kita lewat di sana, kita tidak bakal menyadari lambang salib tersebut. Soalnya lambang itu baru kelihatan kalau dilihat dari atas pakai drone. Ya ini kan bahaya, My Friend.
Kalau ternyata kita lagi terbang di atas jalanan itu lalu tiba-tiba jadi murtad gimana? Siapa yang mau tanggung jawab? Pemkot Solo? Kan nggak mungkin. Padahal jelas bahwa amal kebaikan kita dipertanggungjawabkan oleh masing-masing hamba, termasuk dosa-dosa kita.
Oleh karena itu, ketimbang semua orang Solo jadi murtad tanpa disadari, lebih baik Pemkot Solo segera menyudahi kegelisahan kami ini. Soalnya bagi kami, menyerupai suatu kaum itu menjadikan kami kaum tersebut. Ogah dong kami dianggap menyerupai mereka.
Lha kalau kami kemudian lewat jalan itu setiap hari, masa kami harus baca syahadat terus biar nggak bablas murtadnya? Iya kalau ingat, kalau nggak gimana? Kan bahaya beud.
Oke deh, mungkin orang yang melihat itu nggak murtad secara langsung. Nggak otomatis gitu. Tapi gimana kalau mozaik itu diperlihatkan secara pelan-pelan. Lalu orang mulai mengamini lambang itu, terus mendadak mempertanyakan agamanya. Lalu jadi murtad. Terus ajak-ajak orang lain jadi murtad juga. Duh, ini kan bakal terjadi degradasi iman.
Oleh sebab itu sebelum semua terlambat, dengan semangat yang indah dan damai, akhirnya massa yang selalu menjaga diri dari dosa berhasil menggelar aksi di Halaman Balai Kota Solo, Jalan Jenderal Sudirman. Aksi pemurtadan terselubung ini harus diakhiri.
Walaupun Wali Kota Solo sudah bikin pernyataan bahwa seharusnya yang marah dia. Karena kalau beneran mozaik itu dianggap gambar salib, berarti selama ini warga Solo udah nginjak-nginjak lambang agama dia dong?
Ya nggak gitu dong cara mikirnya. Kalau soal sakit hati penganut agama dia, ya itu urusannya. Warga minoritas harus selalu menghormati warga mayoritas dong. Itu udah hukum alam. Sekali saja berani nyenggol tafsir kami ya urusannya bakal ramai.
Soalnya kami yang berkuasa di sini. Semua tafsir soal lambang, ya cuma milik kami yang berlaku. Nggak boleh pakai tafsir-tafsir lain. Apalagi tafsir mozaik yang berbentuk lambang salib ini. Secara pembacaan semiotik kami sendiri, itu jelas-jelas lambang salib dan merupakan upaya pelemahan iman kami.
Oke deh, Pemkot Solo juga sudah menjelaskan bahwa tidak ada sama sekali niatan untuk bikin lambang salib di situ. Lha kalau jebul ternyata itu kelihatan di mata kami jadi salib ya harus dihapus. Caranya kan gampang, tinggal tibanin aja pake cat WAWAWA. Beres kan?
Mau dijelasin bahwa itu kearifan lokal yang merupakan konsep Jawa dengan delapan arah mata angin, kami nggak peduli.
Justru hal itu menunjukkan bahwa ini dobel-dobel upaya pelemahan imannya. Soalnya udah pakai konsep-konsep tradisional ala dinamisme animisme segala gitu. Makin berbahaya ini. Nggak bisa dibiarin. Nanti agama kami jadi nggak kaffah lagi kalau budaya-budaya Jawa dicampuradukkan untuk menata kota kayak begini.
Dijelasin juga oleh MUI Solo, bahwa kami ini terlalu melihat sebuah tanda secara parsial. Sepotong-potong. Terus katanya mozaik ini sebenarnya nggak terlihat salib kalau dilihat secara utuh.
Hedeh, ya suka-suka kami dong kalau mau ngelihatnya sepotong-potong. Orang ini mata kami sendiri yang punya, kok situ yang ngatur-ngatur sih?
Begini lho, My Friend. Dunia ini sudah harus dibersihkan dari lambang-lambang salib di mana-mana. Soal mozaik di jalanan depan Balai Kota Solo ini cuma salah satu aja sebenarnya.
Untuk ke depan, kami berencana bakal bongkar semua perempatan jalan. Lha piye? Perempatan itu kalau dilihat dari atas jelas-jelas lambang salib je.
Belum dengan lambang palang di mobil ambulans, tiang jemuran emak-emak pakai kayu juga bisa berbentuk lambang salib, sampai gerakan senam yang merentangkan tangan. Wah itu semua harus dihapuskan dari bumi Indonesia.
Biar negeri ini jadi negeri yang damai dan tentram—menurut kami tentu saja. Kalau itu jadi nggak damai buat kamu yang menentang kami, ya itu urusan kalian sendiri. Enak aja situ ngatur-ngatur cara pandang kami.
Salam Solo berbudaya yang kaffah dan sesuai dengan keinginan kami dan salam tronjal-tronjol. Oyeah.