MOJOK.CO – Seorang guru SMP di Cilegon ditangkap sebagai salah satu tersangka penyebar hoax 7 kontainer surat suara. Ngaku pendukung Prabowo-Sandi lagi. Hadeh.
Kicauan politisi Demokrat, Andi Arief, yang meneruskan informasi hoax soal 80 juta suara yang sudah dicoblos untuk suara Jokowi-Ma’ruf akhirnya mengarah ke salah satu aktornya.
Seorang guru berinisial MIK berusia 38 tahun, menjadi dalang karena menjadi sosok yang memposting hoax tersebut pertama kali di media sosial Twitter. Sebelumnya Mabes Polri sudah tetapkan tiga tersangka sebagai penyebar hoax yakni J, LS, HY.
Masalah semakin runyam karena guru yang diduga mengajar di SMP Yayasan Pendidikan Warga Krakatau Steel Cilegon ini mengaku sebagai pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Belum begitu jelas memang motif kejahatan ini. Meski menurut keterangan kepolisian, MIK mengaku ingin memberi tahu Tim Paslon Nomor 2.
Dalam keterangan kepolisian MIK berkicau melalui akun twitternya dengan mention akun Twitter Dahnil Anzar, dengan kata-kata berikut:
Harap ditindaklanjuti, informasi berikut.
Di Tanjung Priok ada 7 juta kontainer berisi 80 juta surat suara yang sudah dicoblos hayo PADI merapat pasti dari Tiongkok tuh.
Guru Geografi ini hanya satu di antara empat tersangka penyebar hoax yang sebenarnya menyebar pertama kali melalui pesan berantai di Whatsapp Grup.
Dengan embel-embel “Viralkan!” lalu dengan kalimat-kalimat “info dari sumber yang layak dipercaya.” Entah kesamber dedemit apa, MIK dengan sangat percaya diri melampirkannya begitu saja ke Twitter.
Sebelumnya Polisi sudah menangkap tersangka inisial BBP yang menjadi kreator pengisi suara rekaman. Meski sempat membuang dan merusak kartu sim-nya lalu kabur ke Sragen, BBP akhirnya bisa ditangkap juga.
Dalam rekaman suara itu disebutkan ada dialog soksokan rahasia mengenai hoax 80 juta surat suara yang udah dicoblos. Bedanya, si pengisi suara ini tidak mengakui bahwa dirinya merupakan pendukung Prabowo-Sandi layaknya MIK.
Tentu saja pengakuan ini sedikit aneh dan mengacak-acak cara berpikir orang-orang waras? Kenapa sih mendukung dengan cara sebegitu bodohnya?
Sebab, mau bagaimana pun, usai kasus hoax Ratna Sarumpaet, bukankah para pendukung Prabowo-Sandi seharusnya lebih berhati-hati dalam berkampanye? Jika melakukan hal-hal demikian bukannya hal ini justru meruntuhkan elektabilitas jagoannya sendiri?
Hal ini yang sampai sekarang masih belum mashoook dalam alam berpikir saya. Atau saya yang kelewat naif membaca arus informasi dalam pusaran Pilpres 2019 kali ini?
Hal ini yang kemudian menjadi tugas berat bagi BPN Prabowo-Sandi. Di saat mereka sedang membangun citra lagi dari awal karena kasus hoax Ratna, kali ini mereka harus direpotkan lagi untuk klarifikasi macam-macam.
Padahal—biasanya—tugas soal klarifikasi ini harusnya dari pihak Petahana, karena mereka yang paling gampang dicari kekurangannya selama menjalankan pemerintahan. Ini kok malah kebalik-balik gini sih? Bener-bener nggak asik deh.
Berkali-kali pula Tim BPN Prabowo-Sandi mengaku tidak mengenal pihak-pihak penyebar hoax. Meski di antara tersangka mengaku sebagai pendukung Prabowo-Sandi sekali pun. Ya masuk akal saja kalau kemudian Tim Prabowo-Sandi justru mendukung agar kasus ini segera diungkap. Sebab ini jadi satu-satunya pilihan terakhir untuk menjaga nama baik—tentu saja.
Meski begitu, Tim Prabowo-Sandi memberi catatan, bahwa Kepolisian jangan tebang pilih untuk menangani kasus hoax. Jangan hanya hoax yang diciptakan dari kubu (yang mengaku) dari kubu oposisi saja, melainkan dari kubu seberang juga.
Meski begitu Kepolisian masih juga belum menemukan aktor intelektual di balik kasus hoax ini. Jika dilihat dari keterangan, Guru berinisial MIK itu hanya menyebarkan dari postingan di Whatsapp.
Artinya ada orang lain yang lebih dulu menyebarkan informasi palsu ini secara “privat” dari satu nomor Whatsapp ke nomor Whatsapp yang lain. Nah, aktor inilah yang harus dibongkar, jangan hanya berhenti pada sosok yang sudah diamankan saja.
Kalau ada sosok yang harusnya marah dengan situasi ini ya jelas bukan Tim Jokowi-Ma’ruf atau pendukungnya, melainkan ya pendukung Prabowo-Sandi. Mereka sudah berjuang mati-matian berkampanye dengan baik dan santun (sesuai arahan Bang Sandi), eh malah dirusak oleh orang-orang beginian.
Ini maksud orang-orang ini apa sih? Pengen jagoan mereka kalah gitu? Lalu Jokowi-Ma’ruf yang menang atau bijimana?
Atau merasa karena di Amerika Serikat cara-cara begini bisa memenangkan Donald Trump, maka mau diujicobakan juga di Indonesia? Kenapa nggak diujicobakan saja ke Planet Namec aja gitu? Kenapa harus Indonesia?
Padahal ada cara yang lebih masuk akal ketimbang mencoba untuk menyerang kubu Jokowi-Ma’ruf dengan hoax. Yakni, dengan mengeluarkan segala upaya untuk mendukung Nurhadi-Aldo, capres-cawapres nomor 10.
Ya iya dong, timses Nurhadi Aldo atau biasa disebut Dildo baru saja sudah mengakui bahwa dengan membesarnya kekuatan mereka, pasangan ini—bisa jadi—menambah suara golput dalam Pilpres 2019.
Ketimbang berupaya mengurangi suara di kubu lawan dengan cara kotor, hamending sekalian menguatkan poros ketiga via jalur prestasi. Lha wong, sama-sama makin susah menang ini ya kan (kalau cara hoax terus yang dipakai)?
Yah, ketimbang bikin berita bohong malah berakhir di jeruji besi ya kan? Coba kalau itu si guru, dan ketiga tersangka lainnya jadi caleg di dapil luar angkasa Partai Untuk Kebutuhan Iman (PUKI) saja. Lebih atraktif, erobik, dan akrobatik.
Kecuali kalau memang si guru yang ditangkap ini pendukung Prabowo-Sandi tapi tanpa sadar malah melakukan cara yang bisa memenangkan Jokowi-Ma’ruf.
Mengutip kata mutiara Capres Nurhadi: “Kalau mereka bisa, kenapa harus kita?”