MOJOK.CO – Film Dilan 1991 tembus 3 juta penonton dalam 5 hari dengan begitu entengnya. Kira-kira formula rahasianya apa, ya?
Sebuah rekor dalam perfilman Indonesia baru saja tercipta. Film Dilan 1991 berhasil mendapatkan 3 juta penonton hanya dalam waktu 5 hari saja. Ya, tidak perlu berlama-lama, cukup 5 hari saja. Hal ini, membuat warga negara yang baik seperti saya dan cinta film-film dalam negeri, tentu merasa bangga dan bahagia tak terkira, sekaligus penasaran: kok tumben-tumbenan, yak?
Angka ini cukup tinggi, apalagi mengingat penonton film Dilan 1990 tembus 6,2 juta penonton dalam 45 hari penayangan dan menjadi urutan kedua, setelah film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1, yang mendapatkan 6,8 juta penonton dan menjadi film terlaris sejak 2007.
Nah, daripada kita sama-sama diliputi rasa penasaran dan bingung yang terus mendera. Maka kami yang sungguh baik hatinya ini, mencoba untuk memetakan formula rahasia apa yang sebetulnya digodok oleh seluruh tim film Dilan 1991, sehingga membuatnya begitu mudah melejit mencapai angka 3 juta penonton. Iya, tidak main-main, 3 juta, Saudara-saudara.
Pertama, tentu saja kita tidak bisa mengabaikan begitu saja peranan besar dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, yang juga menjadi cameo dalam film tersebut—bahkan sejak film Dilan 1990. Peranannya bukan hanya sekadar tidak mau dibayar saja—meski sudah meluangkan waktu dan tenaganya. Tetapi, lihat saja kebijakan beliau, yang begitu semangatnya membangun Sudut Dilan di Taman Saparua, Bandung yang katanya bakal menjadi sudut literasi.
Banyak pihak yang mempertanyakan urgensi dari taman tersebut, karena pembangunan ‘monumen’ tersebut sebatas untuk keperluan promosi film Dilan 1991 saja. Meski meninggalkan pro kontra, toh nyatanya, usaha Ridwan Kamil setidaknya ada hasilnya juga. Kalau ngomongin dampak literasi, tentu butuh waktu lama. Yang jelas, ikon Dilan semakin sering muncul dalam pemberitaan, semakin terasa dekat dengan masyarakat, dan ketika filmnya muncul, maka banyak pihak memburu bioskop untuk menontonnya.
Kedua, pada hari perdana penayangan film ini, sekelompok aktivis mahasiswa yang mengatasnamakan diri sebagai Komando Mahasiswa Merah Putih (Kompi) Sulawesi Selatan melakukan aksi penolakan penayangan film Dilan 1991 di Dinas Pendidikan Makassar. Katanya, sih, alasan penolakannya, lantaran film ini berpotensi meningkatkan kekerasan di dunia pendidikan.
Meski pada akhirnya, mereka justru melakukan demo di depan bioskop dengan kekerasan—juga. Hadeee. Iya, begitulah. Tak heran kalau orang tua kita sering mengatakan supaya kita selalu berhati-hati dalam berbicara maupun berperilaku. Agar supaya, anu~
Secara psikologis penonton (halah!), protes yang mereka lakukan tersebut, bukannya menghentikan orang-orang untuk menonton. Sebaliknya, malah bikin masyarakat tertarik dan semakin penasaran: memangnya adegan kekerasan yang dimaksud itu yang gimana, sih? Kok sampai diprotes dan didemo kayak gitu? Tentu saja, ini justru menjadi strategi penjualan yang paripurna. Semakin menggiring orang-orang yang nggak pengin-pengin amat nonton, memutuskan untuk nonton.
Ketiga, tidak lama setelah film Dilan 1990 tayang, Vanesha beradu akting dengan Adipati Dolken di film Teman tapi Menikah—ya, terus masalahnya apa? Tidak lama kemudian, benih-benih cinta di antara mereka tumbuh dan mereka pun berpacaran. Nah, ternyata, banyak fans Vanesha dan Iqbaal Ramadhan, belum bisa menerima kenyataan ini. Tentu saja, mengobati film Dilan 1991, bakal mengobati rasa kangen dan imajinasi para fans yang sok-sokan ngatur hubungan orang lain karena nggak punya hubungan. Eh.
Keempat, antusiasme menonton film Dilan 1991 ini juga bisa terjadi lantaran begitu banyaknya kaum-kaum bucin, yang desperately pengin digombalin. Tetapi, sungguh sangat disayangkan, nggak ada yang bisa digombalin, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke bioskop dengan teman-teman bucin yang lain, membeli tiket filmnya, masuk studionya, menonton filmnya, dan membayangkan, seolah-olah Dilan berbicara dengan dirinya. Melantunkan lirik, kau bidadari jatuh dari surga dihadapaku, eeeaa. Hanya pada dirinya. Menguntai kata-kata gombal yang berhasil kita tersenyum malu-malu, tenggelam dalam imajinasi—yang tampak memalukan, Kisanak. Mamam tuh, imajinasi!
Kelima, dengan perhitungan tanggal tayang yang pas dan semoga barokah, syukur Alhamdulillah, film ini tidak tayang bersamaan dengan film Hanum dan Rais Rangga. Coba saja kalau tanggal tayangnya barengan, pasti film Dilan 1991 ini nggak bakalan ada yang nonton. Gimana pun juga, mending nonton film Hanum dan Rangga lah, jelas-jelas sarat dengan kisah cinta yang buat kita tumbuh dengan pikiran dewasa. Bukan sebatas gombalan cinta receh yang cuma ngasih efek klepek-klepek sesaat.
Apalagi bagi orang-orang semacam saya yang berpegang teguh pada pada prinsip: satu bulan, satu film. Oleh karena itu, tak ada salahnya jika tim film Dilan 1991, perlu berterima kasih pada tim film Hanum dan Rangga yang sudah bersedia menayangkan filmnya lebih dulu.
Meski kami sudah berusaha memaparkan berbagai kemungkinan, sebetulnya mencapai angka 3 juta penonton hanya dalam waktu 5 hari, bukanlah sesuatu yang sulit bagi ikon sebesar Dilan yang diperankan oleh Iqbaal Ramadhan ini. Menurut analisis kami dengan pendekatan behavioristik, 2,9 juta dari total keselurusan penonton, kemungkinan besar adalah anak geng motor dan Comate—fansnya Coboy Junior. Untuk para Comate, sudah jelas, pesona Iqbaal Ramadhan makin terpancar nggak ada redup-redupnya. Sementara bagi para anak-anak geng motor, hmmm, nonton film ini sama artinya dengan menjaga solidaritas, Coy!