Di Tangan Didi Kempot, Patah Hati Tak Perlu Ditangisi, Justru Harus Dijogeti

didi kempot

Kebesaran nama seorang musisi itu relatif. Ada musisi yang bagi beberapa orang adalah musisi besar, sedangkan bagi sebagian yang lain adalah musisi yang biasa-biasa saja. Namun demikian, ada satu parameter yang sering saya pakai untuk bisa menentukan seorang musisi itu benar-benar besar atau tidak.

Cara yang paling mudah tentu saja adalah dengan melihat dia punya acara radio yang khusus memutar lagu-lagu dia apa tidak. Sesederhana itu.

Rhoma Irama adalah musisi besar, itulah kenapa banyak radio yang punya acara khusus lagu-lagu Rhoma. Di Magelang, nama acaranya adalah Gulama (Lagu-lagu Rhoma Irama). Begitu pula dengan Dewa 19 yang di salah satu radio di Magelang punya Bumidewa, atau ada Koes Plus yang punya Khusyuk (Koes Plus esuk-esuk).

Nah, Didi Kempot adalah satu musisi yang sah untuk saya anggap besar. Di Magelang ada satu acara radio yang khusus memutar lagu-lagu Didi Kempot, namanya Dikempongi, alias Didi Kempot Wayah Wengi. Di Jogja, dia punya dot.id (dibaca dot aidi) yang merupakan singkatan dari Didi Kempot Idolaku. Belakangan saya ketahui, di banyak daerah lain, ada banyak acara radio yang Khusus memutar lagu-lagu Didi Kempot saja.

Karena itulah, tak berlebihan jika kita menyebut Didi adalah musisi besar.

Didi Kempot di mata saya adalah adalah musisi yang menghidupi. Ia musisi yang ketiban rejeki karena bisa nguripi banyak musisi lainnya. Ia benar-benar sosok yang menjadi representasi paling faktual tentang konsep “Urip iki urup”

Lagu-lagu Didi Kempot banyak yang kemudian dikoplokan dan kemudian dimainkan oleh banyak orkes dangdut. Banyak pula lagu-lagunya yang kemudian dicover oleh para musisi Youtube.

Tak terhitung berapa biduan dan penyanyi yang berkibar dan mendapatkan penghidupan gara-gara lagunya Didi Kempot. Dari Nella Kharisma, Ratna Antika, Rena KDI, sampai Abah Lala.

Didi Kempot tak punya banyak fans, setidaknya bila dibandingkan dengan musisi besar lainnya, sebab bagi banyak pendengarnya, lagu-lagu Didi Kempot sudah seperti kawan sendiri, karena saking seringnya didengarkan. Hubungannya bukan lagi antara idola dan penggemar, melainkan hubungan seorang kawan dengan kawan karib.

Kalau di Bikini Bottom, ada prinsip “Hidup Seperti Larry”, yakni hidup dengan menerima tantangan. Saya kira lagu-lagu Didi Kempot mengajari sesuatu yg lebih dari itu, “Hidup Seperti Didi”, yakni hidup dengan menerima kenyataan.

Dalam acara Ngobam, sebuah acara wawancara oleh penyiar Radio Hard Rock Gofar Hilman bersama Didi Kempot beberapa waktu lalu di Solo, saya menyaksikan sendiri betapa Didi Kempot adalah sosok yang memang benar-benar besar.

Kepanjangan Ngobam yang mana adalah “Ngobrol Bareng Musisi” menjadi sangat tidak relevan saat yang diwawancarai adalah seorang Didi Kempot. Kepanjangan yang tepat tentu saja adalah “Ngobrol Bareng Maestro”, sebab memang Didi Kempot bukan sekadar musisi, dia adalah legenda.

Wedangan Gulo Klopo yang menjadi venue wawancara Didi Kempot dengan Gofar Hilman berubah wujud menjadi lautan manusia. Acara yang oleh panitia diperkirakan hanya dihadiri oleh maksimal 300 orang ternyata dipenuhi lebih dari 1500 orang.

Saking ramainya, sampai sebagian besar yang hadir tak kebagian jatah kursi dan harus berdiri sepanjang acara demi menyaksikan acara wawancara yang diselingi dengan konser Didi kempot tersebut.

Saya menjadi satu dari ribuan orang yang hadir di sana. Tujuan saya satu, menyaksikan magis seorang Didi Kempot saat menyanyikan lagu-lagu sedihnya.

Saya menyaksikan sendiri betapa ribuan orang yang hadir di Wedangan Gulo Klopo itu berjoget dan menyanyi bersama dalam satu komando lirik.

Hampir semua lagu yang dinyanyikan oleh Didi Kempot malam itu dihafal liriknya oleh seluruh penonton yang hadir.

Malam itu, Didi Kempot kembali membuktikan, bahwa di tangannya, patah hati bisa menjadi hal yang menggembirakan. Menjadi hal yang tak perlu ditangisi, tapi justru harus dijogeti.

Exit mobile version