MOJOK.CO – Selain mengenal bahasa daerah, orang Indonesia mengenal bahasa Jaksel. Sebuah bahasa kebanggaan gen Z yang lahir di Jakarta Selatan.
Kalau film The Gods Must Be Crazy punya bahasa Jul’hoan yang unik dan kayak ada ketukannya itu, kita harusnya bangga karena punya aset serupa. Bahasa Jaksel adalah sebuah fenomena sosial paling greget yang diciptakan anak muda overwhelm tapi underpaid. Nah, kan belum-belum saya sudah ketularan.
Sebelum benar-benar main ke Jakarta Selatan, ada baiknya kamu hafalkan dulu istilah-istilah di bawah ini. Dah, nggak apa-apa, dibaca pelan-pelan sambil dihayati ya biar besoknya bisa nongkrong di SCBD dengan damai.
#1 IMO
IMO adalah singkatan dari in my opinion dan bahasa Jaksel ini sangat ampuh digunakan saat sedang debat online. Pokoknya nyerocos aja sampai cepirit lalu tambahkan kata sakti ini. Niscaya argumen Anda mungkin akan dimaklumi walau jelek saja belum.
Contoh penggunaan:
“Kita nggak bisa selamanya menyalahkan imajinasi cowok lah. Namanya juga lihat cewek pakai hot pants, pasti tergiur. IMO aja sih, harusnya cewek jangan pakai baju seksi, baiknya mereka pakai kostum badut Vivo aja.”
#2 FOMO
FOMO adalah singkatan dari fear of missing out. Istilah ini cukup ilmiah aslinya, tapi jadi semakin lazim dipakai dalam percakapan konyol anak muda zaman sekarang.
“Aduh FOMO banget gue, TBL tuh artinya ‘takut banget loh’? Ya ampun baru tau gue.”
#3 Gaslighting
Bahasa Jaksel ini jangan dipakai saat beli gas elpiji tiga kilo, pokoknya jangan. Kalau beli yang 12 kg baru boleh. Tapi, jangan beli di agen Jakarta Selatan ya, takut ketemu gen Z.
Gaslighting adalah upaya manipulasi dari satu pihak dengan memberikan pendapat dan pandangan ngawur yang cenderung memaksa. Tapi, anak zaman sekarang kayaknya banyak banget yang jadi korban gaslighting. Sedikit-sedikit bikin thread gaslighting di Twitter. Ah, mungkin ini yang jadi penyebab kelangkaan gas elpiji 3kg menjelang lebaran.
#4 Overwhelm, overwork, overreact, overthinking, dan over-over lainnya
Over itu artinya berlebihan. Cukup sampai sini saja, seharusnya kamu sudah hampir menguasai setengah bahasa jaksel. Overwhelm itu berlebihan, meluap-luap. Overwork itu kebanyakan kerja. Overreact itu reaksinya berlebihan. Overthinking itu kebanyakan pikiran alias mbok leren, Bos. Over-over lainnya juga banyak, tapi konon nggak ada istilah overpaid atau gaji berlebihan sebab Jakarta Selatan tak pernah memprotes hal ini. Yang ada cuma underpaid atau gajinya kurang.
#5 Spill the tea, too much information, CMIIW dan bahasa Jaksel spesialis gibah
Sebelum bergosip ria, agen gosip utama sering memberikan pancingan yang digunakan buat cek ombak. Kalau banyak orang antusias dan mengucapkan mantra: spill the tea (tumpahin “teh”-nya dong!”, artinya pergibahan mereka bakal gayeng.
Tapi, ketika kegiatan gibah itu justru melenceng jauh dari tujuan dan malah cenderung mengekspos terlalu banyak itu namanya too much information. Misalnya aja, lagi gibahin Anya Geraldine, tapi tiba-tiba ngomongin nomor sepatunya, berapa centimeter panjang rambutnya, apa warna cat temboknya, berapa nomor kartu kredit dan CVV-nya. Lha, kan malah kebanyakan informasi nggak penting.
CMIIW adalah singkatan dari correct me if I’m wrong yang biasa jadi istilah ajaib saat seseorang mencoba sok tahu dan sok paling ngerti. “Si Anya nih katanya suka babi guling ya? CMIIW sih.” Saya juga nggak tahu kenapa anak Jaksel sering menyampaikan sesuatu yang bahkan mereka sendiri ragu-ragu.
#6 FWB, staycation, ghosting, emotional abuse, dan bahasa Jaksel spesialis hubungan interpersonal
Zaman dulu ada yang namanya hubungan tanpa status alias HTS, kalau di Jakarta Selatan istilah ini jadi FWB (friends with benefits alias teman kelonan gratis). Bahkan check in hotel sama pasangan ilegal yang dulu nggak ada istilahnya, sekarang diperhalus jadi staycation.
Ghosting itu kondisi saat gebetan tiba-tiba nggak bisa dihubungi dan nggak ada kabar. Macam lagu “Bang Toyib” lah.
Emotional abuse itu kalau kata Mandra, “Nyakitiiin, semua, nyakitiiin!” Bahasa Jaksel memang sebaiknya tidak diartikan kata per kata, sebab bahasa itu punya vibes (dibaca “waibs”) yang positif.
#7 Positive vibes, negative vibes, toxic, multitasking, dan istilah untuk melabeli orang
Saya akui bahasa jaksel paling lengkap dalam urusan ngatain orang. Kalau orangnya ramah senyum dan hobi ketawa namanya positive vibes. Sebaliknya, yang suka menggerutu dan ngeluh itu negative vibes. Nah, kalau negatifnya udah terlalu parah dan memengaruhi orang lain namanya toxic. Sedangkan kalau ada orang yang bisa kerja sambil pacaran itu namanya multitasking.
Aduh, masih banyak bahasa Jaksel lainnya yang kalau ditulis artikelnya bisa overload, saya nanti overwork. Tapi, semoga aja nggak underpaid.
BACA JUGA Gaul di Jaksel, Hedon di Jakbar, Nyasar ke Bekasi, Bermacetan di Depok dan artikel lainnya di POJOKAN.