Bukan Young Lex, Inilah Problem Penggemar Kpop Sebenarnya

MOJOK.CO Masalah Young Lex terkait Lisa BLACKPINK memang menguji batas emosi. Tapi, tenanglah, ada beberapa hal lain yang lebih kompleks bagi penggemar Kpop.

Lupakan dulu cap jelek penggemar Kpop yang—bagi sebagian orang—identik dengan sikap fanatik dan berlebihan. Belakangan, Young Lex mendadak masuk sebagai topik panas di antara mereka. Tak lain dan tak bukan, keadaan ini dipicu oleh pernyataannya sendiri dalam video unboxing album BLACKPINK yang kontroversial, yaitu menyebut Lisa, salah satu member BLACKPINK, sebagai bacol alias bahan coli.

Lucunya, setelah balas menyindir, Young Lex kembali membalas kemarahan penggemar KPop dengan mengunggah foto wajahnya yang babak belur. Kamis lalu (9/8), ia menuliskan caption berikut di akun Instagram pribadinya:

“Tadi gue mau dateng ke MnG abis live di cube, trus gue berantem sama k-popers garis keras dan securitynya , alhasil gini deh 🙁 Doain cepet sembuh ya.”

Belakangan, diketahui foto tadi merupakan aksi pura-pura Young Lex yang ditujukan untuk penggemar Kpop. Ia berdalih, kelakuannya ditujukan sebagai pesan agar orang-orang tak mudah termakan hoax.

Kesel? Oh, jelas.

Tapi, FYI, problematika yang dihadapi penggemar Kpop sebenarnya jauh lebih kompleks dibandingkan perseteruan dengan Young Lex. Daripada kamu kebawa emosi dan jadi ikut-ikutan mencaci maki mas-mas selebgram tersebut, ada baiknya kita duduk bersama-sama dan merenungkan hal-hal lain yang menjadi perjuangan kita sebagai penggemar internasional Kpop, chingudeul~

Pertama, perjuangan finansial.

Selagi penggemar Oppa dan Unnie di Korea sana membeli sebuah album dengan harga normal, kita harus membeli album plus biaya ongkos kirim lintas negara. Lebih menyebalkan lagi, album di Korea Selatan umumnya tak terbit hanya dengan satu versi, melainkan bisa saja dibuat dalam banyak versi dan edisi repackaged. Tiket konser pun serupa—kita perlu menganggarkan dana yang lebih tinggi dan uang transportasi.

Bagaimana dengan fans yang mengandalkan streaming-an? Sama aja, baby. Kita pun harus siap-siap keluar biaya tambahan untuk beli kuota atau pergi ke tempat dengan WiFi yang kencang. Huh.

Kedua, perbedaan waktu dan bahasa.

Beberapa agensi merilis video musik atau lagu terbaru di jam-jam tertentu berdasarkan waktu Korea Selatan. Dibandingkan dengan WIB (Waktu Indonesia Bagian Barat), waktu di Korea Selatan berjalan lebih cepat 2 jam, atau sama dengan WIT (Waktu Indonesia Bagian Timur).

Ini, sih, masih mending. Di belahan bumi lain, ada beberapa negara yang berbeda waktunya hingga 13 jam, yang membuatnya harus rela begadang demi menonton video terbaru sang idola.

Selain perbedaan waktu, perbedaan bahasa jelas menjadi problem tersendiri. Sekalinya ada video baru soal bias, eh ternyata belum ada subtitle-nya. Padahal, kita tuh cuma bisa bilang Saranghaeyo yeongwonhi” aja :(((

Ketiga, bully dan fanwar.

Ya, fanwar tentu menjadi masalah dalam dunia Kpop. Ingat momen voting lagu yang bakal diputar saat Piala Dunia kemarin? Di Twitter, lagu EXO menjadi pemenang, tapi akhirnya penggemar EXO dan BTS malah saling berbalas kekesalan.

Saking cintanya pada manusia-manusia Korea Selatan, kita juga harus tahan banting dianggap have no life. Beberapa orang bahkan secara terang-terangan membenci penggemar Kpop dan menilai mereka sebagai komunitas yang delusional serta penuh halusinasi.

Padahal, apa sih bedanya penggemar Kpop yang bilang, “Aku ceweknya Jin BTS,” dengan seorang netizen random di Instagram yang memberi komentar, “Duh akurnya istriku sama mantanku,” pada foto Raisa dan Dian Sastro, atau Young Lex yang menulis caption, “Jodoh yang tertunda,” saat mengunggah foto Lisa di Instagramnya? Kenapa harus kami saja yang dianggap tak punya hidup?

Exit mobile version