“Hei, kalian tidak perlu mendengarkannya, dia adalah Angkatan Laut!!!”
Penggalan kalimat di atas adalah dialog antara Luffy dengan warga sipil di One Piece agar tidak mendengarkan saran Aokiji, admiral Angkatan Laut untuk pindah ke pulau lain. Dulu, kita menganggap Luffy bodoh, tak punya otak, dan lupa dirinya siapa.
Tapi, entah karena Oda Sensei memang master of foreshadowing, atau memang dunia kelewat brengsek, omongan Luffy justru amat masuk akal di masa kini: penegak hukum, orang-orang yang punya wewenang menentukan keadilan, justru adalah orang yang paling korup serta jangan pernah didengarkan.
Tidak bisa dimungkiri, One Piece tidak bisa dilihat sekadar karya fiksi biasa. Ia kelewat nyata, dan kita melihat konflik yang ada di dalam dunianya di dunia kita sendiri. Rasisme pada manusia ikan, perdagangan manusia, perlakuan kelewat istimewa pada Tenryuubito, serta Angkatan Laut yang tak lebih dari pion Gorosei kita temui di dunia nyata. Hanya ganti saja objeknya, dan itu terjadi di depan mata kita.
Yang lebih gila adalah, jika di dunia One Piece, Luffy dan kawan-kawan dianggap sekumpulan manusia berbahaya dan wajib dimusnahkan, di dunia nyata, tepatnya, di Indonesia, ada pejabat yang bilang bahwa jolly roger Mugiwara dianggap alat pemecah belah.
Saya yakin betul, sejenius apa pun Oda Sensei, dia tidak akan pernah menyangka ada negara yang cukup gila menganggap bendera One Piece adalah ancaman stabilitas negara.
Usaha memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa
Dilansir dari Kompas, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad menanggapi kabar viralnya pemasangan bendera One Piece di sejumlah wilayah dan bak truk menuju perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia.
Menurut Dasco, sejumlah lembaga intelijen memberi masukan pada pihaknya, menyebutkan bahwa kemunculan simbol-simbol tersebut diduga sebagai gerakan sistematis yang berupaya memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Sounds familiar?
Tentu saja. Setiap ada hal viral yang berupa kritik terhadap negara, selalu dimaknai sebagai gerakan sistematis untuk memecah belah negara. Padahal, bisa jadi, orang-orang hanya ikut-ikut, tidak mau ketinggalan tren, atau memang menganggap hal viral tersebut adalah cara yang mudah untuk diikuti.
Saya setuju jika bendera One Piece yang berkibar di mana-mana ini adalah bentuk kritik. Hanya saja, menanggapinya kelewat serius justru bikin semangat orang makin berkobar. Alih-alih takut dengan ancaman, bisa jadi orang malah makin tak peduli dan makin berani. Ingat, orang Indonesia itu sulit untuk dikandani. Kalau pakai bahasa saya saat mumet menghadapi polah tingkah putri saya, “Dipenging malah koyo dikon!”
Alias, makin dilarang, malah semakin berkobar semangatnya.
Bagi saya, menganggap pengibaran bendera One Piece sebagai makar, malah bikin orang makin bertanya-tanya kualitas orang-orang yang diamanati untuk menjalankan pemerintahan. Atau malah bikin rakyat menganggap posisi mereka sama dengan orang yang Luffy dan kawan-kawan selama ini lawan: penindas.
Bendera One Piece berkibar, agar mereka bisa tertawa bersama Nika
Monkey D. Luffy, tokoh utama dalam One Piece, adalah pemakan buah setan Hito-hito no Mi model Sun God Nika. Nika, dalam dunia tersebut, adalah dewa matahari, dan dia adalah simbol kebebasan. Kemunculannya membawa kebahagiaan, bikin orang-orang yang melihatnya tertawa, dan membebaskan orang-orang dari penderitaan.
Nika, dipercaya oleh para budak, akan datang untuk membebaskan mereka dan memberi mereka kebahagiaan.
Oleh karena kemampuannya yang mengerikan, buah ini diburu oleh World Government. Tapi, buah ini seakan-akan punya pikiran sendiri, dan selalu bisa menghindar dari tangan orang-orang pemerintahan. Mungkin karena buah setan ini tahu, di tangan pemerintah, ia tak bisa membebaskan siapa pun. Sebab, ia adalah warrior of liberation.
Entah bagaimana ceritanya, kini, seakan-akan ramalan yang hanya ada di dunia One Piece tersebut terlihat nyata. Bendera One Piece, yang mana adalah jolly roger-nya Luffy, membawa harapan akan pembebasan dari cengkeraman hidup yang mengerikan.
Bendera One Piece yang ada, bukanlah suatu usaha makar. Tapi, hanyalah sebuah doa bahwa orang-orang yang memasangnya, ingin tertawa, bahagia, dengan perut yang tak lapar.
Orang-orang hanyalah ingin bahagia, tertawa, sembari berdansa. Tidak seperti sekarang, hidup jadi pengangguran, pajak yang makin gila, ketidakpastian ekonomi, serta dicekik harga pangan yang ajeg mahal.
Tak mengagetkan jika mereka mengibarkan bendera One Piece. Sebab, seperti Kuma, seperti para raksasa Elbaf, mereka menunggu Nika, agar mereka bisa tertawa.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Lebih dari Komik, One Piece Adalah Sejarah Dunia Kita dan catatan menarik lainnya di rubrik POJOKAN
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.
