Kelakuan Ribet Saat Banyak Pilihan yang Bikin Kelelahan Mental

MOJOK.COSiapa bilang banyak pilihan itu menyenangkan dan lebih mudah. Nyatanya, terlalu banyak pilihan justru membuat kita mengalami kita kelelahan mental.

Dalam rutinitas keseharian kita, yang saat ini katanya lebih enak karena akses untuk melakukan apa-apa jadi mudah, ternyata justru membuat kita kelelahan mental karena dihadapkan dengan begitu banyak pilihan. Bahkan sekadar kebutuhan-kebutuhan kecil yang nggak penting-penting amat, tapi kita anggap sebagai sesuatu yang harus diputuskan dengan cermat dan pertimbangan yang matang.

Misalnya, saat memilih baju yang akan digunakan untuk aktivitas rutin kita. Coba ingat-ingat, berapa waktu yang kita habiskan hanya untuk memadu padankan baju yang kira-kira bakal nyaman ketika dikenakan. Dulu, ketika kuliah, untuk memilih mau pakai baju apa dan mencocokkannya dengan kerudung yang mau saya gunakan saja, bisa jauh lebih lama dibandingkan dengan persiapan saya dari mandi dan ngurusin printilan lainnya. Padahal, ini hanyalah perkara baju. Pasalnya, ada beberapa hal yang saya pertimbangkan dengan serius dalam perkara ini. Tapi yang paling utama, jangan sampai orang mikir kalau saya cuma pakai baju yang itu-itu aja. Padahal mah, jelas-jelas saya pasti bakal pakai baju yang itu-itu aja. Kecuali kalau saya mampu beli baju seminggu sekali.

Nyatanya, baju yang seambrek di lemari itu, meski kece untuk dilihat, tapi nggak semuanya nyaman ketika dikenakan. Membuat kita masih saja merasa nggak punya baju dan pengin beli baju lagi dan lagi. Hingga buat sesak lemari dan malah nantinya semakin bingung lagi pas milih. Ujung-ujungnya, dengan waktu memilih yang begitu lama itu, baju yang saya pakai tetap yang masuk dalam kategori: cuci-kering-pakai.

Nah, karena saya merasa memilih baju itu cukup menguras waktu dan energi saya, akhirnya selepas kuliah, saya mengatasi hal itu dengan memperbanyak beli kaos berwarna gelap dengan model yang itu-itu saja. Tentu, ini cukup memudahkan saya memilih baju ketika berangkat beraktivitas. Pekara orang lain menganggap saya nggak pernah ganti baju, itu tak lagi jadi urusan.

Begitu pula dengan memilih nomor lipstik yang bakal diaplikasikan ke mulut kita yang cuma seuplik. Warna gincu yang sebetulnya hampir sama, sering membuat kita dilema untuk membelinya. Apalagi kalau habis lihat Tasya Farasya memamerkan warna gincu yang lucu dan sungguh cantik di bibirnya. Padahal, itu hanya ilusi. Jelas-jelas warna bibir kita nggak sekinclong Tasya Farasya. Beli lipstik yang begitu banyak, hanya menjebak kita bertemu masalah lainnya, yakni menguras energi kita cuma untuk pilih-pilih mau pakai yang mana.

Begitu pula dalam menghadapi pilihan lainnya. Misalnya kalau kita adalah tipe orang yang punya banyak sepatu. Mau berangkat saja, kita akan menghabiskan tidak sedikit waktu hanya untuk memutuskan, sepatu mana yang akan kita gunakan. Dengan mempertimbangkan, kita akan menghadiri acara apa, warna baju kita apa, masalah kenyamanannya, maupun apa kita perlu menggunakan merek tertentu supaya bisa disegani oleh orang lain karena dikenal sebagai sepatu yang harus dibeli dengan dollar.

Contoh lain yang pasti sangat sering terjadi adalah saat memutuskan makan apa dan di mana. Buka aplikasi Go-Food, kok ya, banyak amat pilihan makanannya. Ada yang kayaknya di foto lebih enak tapi kok, harganya mahal. Ada yang harganya dapat diskon tapi kok tampilannya nggak well-well amat. Belum lagi, bingung mau makan yang goreng-gorengan, berkuah, atau yang direbus aja biar sehat. Lantaran merasa tidak mampu memutuskan hal yang sangat remeh ini, tidak sedikit yang justru tidak memilih apa-apa. Lah, kalau dalam keadaan lagi laper, apa ya, nggak bahaya. Kalau nanti pingsan karena kekurangan glukosa, gimana?

Di satu sisi hal semacam ini dapat menghemat pengeluaran karena bisa menahan isi dompet untuk keluar. Tetapi, di sisi lain, pengeluaran Justus bisa keluar lebih banyak karena kita tidak berhasil memutuskan bakal memprioritaskan memilih yang mana, jadi semua-muanya aja dibeli dan supaya bisa termiliki. Perkara nanti malah jadi mubazir, tentu itu soal lain.

Kita sering terjebak untuk memutuskan perkara-perkara tidak penting-penting amat, yang ujung-ujungnya membuat kita kelelahan mental. Otak kita malah mengonsumsi energi hanya untuk mengambil keputusan kecil dan tidak krusial. Akibatnya, karena mengalami kelelahan ini, kuota energi kita jadi habis. Tentu saja ini berdampak kita akan kesulitan untuk memutuskan sebuah perkara yang lebih besar dan penting dengan jernih. Dalam psikologi, kelelahan mental ini dinamakan dengan decision fatigue.

Nah, ada beberapa hal untuk menjaga kita supaya tidak mengalami kelelahan mental. Diantaranya,

Satu, membatasi konsumsi informasi dan komunikasi kita. Oleh karena itu, sangat banyak orang-orang penting dengan aktivitas padat merayap, mereka mempekerjakan asisten untuk mengurusi berbagai printilan-printilan. Hal ini untuk memudahkan mereka dalalm mengambil keputusan dengan lebih jernih dan bijaksana. Tapi masalahnya, kalau kita bukan termasuk golongan orang yang mampu bayar asisten, gimana? Ehm, ya, nggak perlu keseringan main medsos aja, sih. Eh, tapi kalau kerjaannya jadi admin media sosial?

Dua, menggunakan energi di pagi hari untuk mengambil keputusan-keputusan penting terlebih dulu. Oleh karena itu, banyak orang yang memulai aktivitas paginya dengan bekerja giat dan mengabaikan dulu chat-chat yang nggak terlalu penting—meski mengasyukkan, namun hanya menguras energi saja.

Tiga, membuat pilihan-pilihan yang sederhana dan tidak perlu menguras energi untuk hal-hal yang tidak terlalu penting ataupun keputusan-keputusan kecil. Semisal dengan menyederhanakan atau membatasi pilihan baju yang kita kenakan, nomor lipstik yang kita pakai, makanan yang akan kita lahap, atau mau mulai ngerjain suatu hal dari mana dulu—yang sering kali berakhir cuma mikir dari mana mulu, tapi nggak mulai-mulai.

Tapi, yang terpenting, sih, jangan sampai karena banyak pilihan yang membuatmu bingung ini, pada akhirnya kamu tidak memilih siapa-siapa ketika didekati oleh banyak orang. Atau justru, malah memilih semuanya karena bingung mau pilih yang mana dan nggak mau kehilangan satu pun perhatian dari mereka.

Ditulis oleh seseorang yang sebetulnya bingung, hari ini mau nulis pojokan dengan tema apa.

Exit mobile version