Apa yang Sudah Dilewatkan oleh Bungkus Indomie Berusia 19 Tahun

MOJOK.CO Setelah 19 tahun berlalu, rasa-rasanya kita perlu mengapresiasi perjuangan “bertahan hidup” dari si bungkus Indomie yang mendadak viral kemarin.

Masyarakat netizen Indonesia memulai pekan ini dengan sebuah twit viral seorang pengguna Twitter perihal cinta kita semua pemula sampah plastik bungkus Indomie yang ia temukan secara tidak sengaja. Twit yang segera viral ini, bahkan ditanggapi oleh Menteri Susi Pudjiastuti, langsung menjadi sorotan dari banyak pihak.

Seperti yang ditulis Mbaknya, si bungkus Indomie ini telah terapung-apung di lautan lepas selama 19 tahun lamanya—nyaris dua dekade—sendirian, sebatang kara, dan, mengerikannya, tetap tampak utuh sebagaimana bungkus Indomie pada umumnya. Ya, kalau dipikir-pikir, memang wajar, sih, kalau dia tetap tampak seperti bungkus Indomie—nggak mungkin juga, kan, 19 tahun masa hidupnya di laut lantas mengubahnya menjadi bungkus snack Taro?

Banyak orang menyayangkan keberadaan sampah plastik yang justru menunjukkan keadaan Indonesia yang payah. FYI aja, Indonesia memang menjadi negara dengan peringkat tertinggi kedua di dunia dalam hal menghasilkan sampah plastik. Angka besaran sampah plastik pun nggak tanggung-tanggung, yaitu mencapai 3,2 juta metrik ton! Wow wow wow~

Prihatin terhadap keadaan ini? Tentu saja iya. Tapi, di luar permasalahan “sampah-plastik-butuh-waktu-lama-untuk-terurai” dan “Indonesia-menempati-posisi-kedua-penghasil-sampah-plastik-terbesar-sedunia”, saya justru tertarik pada perjuangan si bungkus Indomie. Bayangkan: selama 19 tahun dia terapung-apung di lautan luas, tanpa ditemani isinya!!!!1!!1!

Yah, tapi kalau bungkusnya masih sama isinya, mah, bukan sampah, ya, namanya?

Tapi yang jelas, perjuangan ini patut kita apresiasi. Kini, setelah 19 tahun berlalu, rasa-rasanya kita bisa “membantu” si bungkus Indomie dengan membuat daftar mengenai…

…apa-apa saja yang telah dilewatkan oleh si bungkus Indomie viral ini selama 19 tahun!!!1!!1!!!

*JENG JENG JENG*

Pertama, selama 19 tahun di lautan lepas, si bungkus ini tidak tahu bahwa “induknya”, Indomie, mulai mendapat saingan ketat 3 tahun setelahnya.

Ya, Pemirsa, pada tahun 2003, produk Mi Sedaap secara resmi diluncurkan oleh perusahaan Wings. Seperti yang kita ketahui, Mi Sedaap adalah saingan terberat Indomie karena basis penggemarnya yang tidak kalah besar dan loyal. Bahkan , saya ingat, duluuu sekali waktu saya pernah pergi bersama seorang (mantan) pacar ke sebuah warung makan pinggir jalan. Kami memesan mi goreng pakai telur, tapi tiba-tiba si (mantan) pacar bertanya kepada abang-abang penjual,

“Maaf, ini minya pakai Indomie atau Mi Sedaap, ya?”

“Indomie, Mas,” jawab si penjual. Saya lega, dong, karena saya suka Indomie. Tapi ternyata, si (mantan) pacar menyahut, “Saya ganti nasi telur aja, Pak.”

“Enakan Mi Sedaap tahu, kamu kok bisa-bisanya, sih, suka Indomie???” bisiknya kemudian di telinga saya.

Sejak saat itu, kami putus.

Hehe. Nggak ding. Tapi yang jelas, perdebatan Indomie vs Mie Sedaap memang cukup serius dan dapat mengancam stabilitas hubungan manusia saking loyalnya masing-masing pendukung.

Yaaah, 11-12, lah, sama cebong dan kampret.

Kedua, si bungkus Indomie ini jelas tidak bisa relate dengan excitement masyarakat Indonesia pada jalan cerita video klip “Adu Rayu”-nya Tulus, Glenn Fredly, dan Yovie Widianto. Kalau ia diajak nonton, ia tentu nggak akan mengerti kenapa sebanyak 98,73% persen netizen—kayaknya, sih—mendukung tokoh Asti yang diperankan Velove untuk memilih Nico yang diperankan oleh Nicholas Saputra.

Singkatnya, ia nggak akan mengerti kenapa kita (hah, kita???) menggilai sosok Nicholas Saputra.

O, dan jelas, ia nggak akan tahu betapa “berbahayanya” Nicholas Saputra ini, karena telah menjadi “penikung” di banyak hubungan cinta, termasuk pada dua film legendaris yang lahir setelah ia terombang-ambing di lautan: Ada Apa dengan Cinta? (2002) dan Ada Apa dengan Cinta? 2 (2016).

Ketiga, si bungkus Indomie ini jelas bakal terkejut kalau mengetahui bagaimana kabar soal dirinya tersebar begitu cepat: lewat internet.

Di tahun 1999-2000-an, internet memang masih menjadi barang yang belum umum dijumpai. Dulu, ia bisa kita rasakan dengan beberapa layanan yang, katakanlah, tidak sepraktis proses tethering hape ke laptop. Ada sistem bernama dial-up dan TelkomNet Instan adalah salah satu penyedianya. Iklannya sungguh ikonik: gadis-gadis beraksi sambil bermain ice-skating dan mengusung nomor yang bisa kita hubungi untuk mengaktifkan layanan ini.

Tapi, sekarang—ah, rasanya si sampah Indomie tadi bakalan shock. Tanpa perlu menghafal nomor “kosong-delapan-kosong-sembilan-dan-seterusnya”, kita-kita ini (hah, kita???) sekarang bisa datang ke kafe, kedai kopi, atau working space di mana saja, lantas dengan santainya bertanya, “Mbak, password WiFi-nya apa, ya?”, kemudian internetan sampai jam 2 pagi.

Kalau dijlentrehkan, tentu masih ada banyak hal yang dilewatkan oleh bungkus Indomie berusia 19 tahun ini. Mungkin, ia dulu penggemarnya Ana dan Pedro di serial Amigos X Siempre, tapi harus menerima kenyataan bahwa sekarang yang lagi hits bukan lagi serial Meksiko, melainkan sinetron Indonesia yang potongan adegannya menampilkan adegan anak kecil ngomong, “Iya sheyeng…”.

Mungkin juga, ia dulu sering mendengar kabar asmara Primus Yustisio dan Nafa Urbach yang—harus kita akui—adalah relationship goals pada zamannya. Tapi, tentu saja, ia bakal kaget sekarang kalau tahu bahwa Primus dan Nafa putus setahun setelah ia terombang-ambing di lautan, hingga akhirnya mereka menikah dengan pasangannya masing-masing.

Selain itu, perlu diingat, ia lahir di masa-masa di mana lagu “Bendera”-nya Cokelat belum dirilis (lagu ini dirilis tahun 2001). Dengan demikian, saya rasa, ia juga bakal terkejut kalau Agustus nanti, “hari kelahirannya” bakal dirayakan dengan lagu tersebut diputar berulang kali di mana-mana, sebagaimana yang telah jadi kebiasaan kita bertahun-tahun belakangan ini.

Tapi yang jelas, yang tak kalah mengejutkan baginya adalah keadaan politik di Indonesia. Ia mulai tenggelam di laut saat Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur tengah memimpin. Kini, ia kembali sebagai sampah plastik di saat ada dua calon presiden sedang berada di masa kampanye menuju Pilpres 2019.

Bukan apa-apa, sih, tapi saya cuma khawatir saja nanti si bungkus sampah ini jadi jumawa. Loh, kenapa jumawa?

Ya karena—mungkin saja, kan—ia bakal merasa bahwa dirinya bukanlah satu-satunya sampah yang terkenal sekarang ini, mengingat ada banyak sekali berita-berita dan hoaks yang tak kalah “sampah” dibanding dirinya….

Exit mobile version