MOJOK.CO – Bagi yang nyinyir dengan Reuni 212, lebih baik sudahi aja. Justru acara semacam ini, wajib kita dukung!
Hari ini (2/12) sedang diadakan Reuni 212 yang kedua kalinya di Tugu Monas, Jakarta. Di balik pro kontra terkait diselenggarakannya reuni ini, kalau saya sih biasa-biasa saja. Mau dikatakan bahwa reuni ini sebetulnya bermuatan politis yang dibungkus agama, monggo, wong kenyataanya memang begitu~
Reuni yang diadakan berkat momentum demo 212—yang saat itu digunakan untuk melengserkan Ahok, bagaimanapun juga katanya sih, bisa membuat orang Islam bersatu dan menjalin tali silaturahmi begitu kentalnya, hanya dengan embel-embel Alumni 212. Lagipula, karena adanya demo ini, lahirlah Koperasi 212, 212 Mart, dan bisnis-bisnis lainnya dengan mengumpulkan uang jamaah. Meski jujur saja, saya tidak terlalu paham bagaimana sekarang nasibnya.
Masalah Reuni 212 yang dituduh bermuatan politis ini, sebetulnya saya biasa saja. Meski katanya reuni ini menggunakan simbol-simbol agama namun ternyata bukan menggunakan semangat keagamaan dan tidak memperjuangkan nillai-nilai keagamaan, saya tetap tidak ada masalah.
Lha wong, kalau kata Mahfud MD, berkumpulnya mereka itu memang tidak ada masalah baik secara hukum maupun konstitusi, kok. Toh, dalam acara Reuni 212 ini, tidak menimbulkan korban dan tidak ada kekerasan, kan?
Kalau memang banyak yang protes, karena reuni ini tidak betul-betul membawa semangat agama, ya biarkan itu menjadi ‘pilihan politik’ mereka. Oh, ya. Jika ternyata kubunya Jokowi iri dan dengki dengan Reuni 212 yang sungguh akbar ini, ya Jokowi bikin aja reuni tandingan. Beres, kan?
Nah, daripada kita terus menerus nyinyir dengan diadakannya reuni ini, lebih baik mari sejenak menelaah hal-hal yang perlu kita apresiasi karena acara reuni yang sungguh megah, semarak, dan bikin hati tentram ini diadakan, untuk kedua kalinya.
Pertama, tentu saja reuni 212 yang katanya berhasil mendatangkan jutaan orang ke Jakarta tersebut, akan meningkatkan perekonomian Jakarta—yang sebetulnya memang sudah ramai didatangi orang. Namanya juga Ibukota.
Bagaimana tidak? Bayangkan saja, dari begitu banyaknya orang yang datang dari berbagai daerah di Indonesia, setidaknya mereka akan makan sebanyak 2 kali—untuk sarapan dan makan siang—selama berada di Jakarta. Kalaupun mereka tidak perlu membeli makan, karena sudah disediakan makanan secara gratis, toh yang ngasih makan pun belinya pasti nggak bakal jauh-jauh dari Jakarta juga, kan? Hayooo, hitung berapa banyak bisnis katering di Jakarta yang kebanjiran order.
Ini masih soal makan, belum kebutuhan dasar lainnya. Semacam tempat menginap atau urusan transportasi. Lagian, kapan lagi sih, Jakarta bisa kedatangan tamu sebanyak itu dalam satu waktu kalau nggak lagi reunian gini?
Kedua, Reuni 212 bagaimanapun juga dapat dijadikan ajang rekreasi keluarga. Meski sudah ada pelarangan tidak memperbolehkan membawa anak ke dalam acara Reuni 212, namun tentu hal ini tidak dengan mudah menyurutkan hasrat untuk berekreasi bersama keluarga—kan waktu reuni anaknya bisa dititipin ke siapa dulu gitu, atau kalau udah gede ditinggal di hotel sebentar, juga bisa.
Kita memahami para peserta reuni ini jarang-jarang punya waktu senggang—meski sedang hari libur kerja—maka momentum Reuni 212, tentu tidak dapat dilewatkan begitu saja. Mumpung bisa jalan-jalan bareng ke luar kota. Ke Jakarta lagi. Di mana terdapat begitu banyak tempat rekreasi yang ramah untuk keluarga, namun nggak ramah di kantong.
Selain itu, kurang pas apa coba? Reuni 212 yang kedua ini, kok ya bertepatan dengan hari Minggu. Ini sungguh kuasa Sang Pencipta. Jadi tidak perlu lagi repot-repot bikin surat izin untuk cuti dan semacamnya. Ya, kalau pun rekreasi keluarga ini nggak bisa dilakukan setelah reuni, karena mereka harus segera balik ke tempat asal soalnya hari Senin harga naik sudah masuk kerja. Ya, bisalah mereka mengagendakan di hari Sabtunya.
Sungguh, Reuni 212 memang telah menjadi momen yang tepat untuk berkumpul dan berekreasi bersama keluarga di tengah pekerjaan yang tidak ada habisnya.
Ketiga, selain sebagai momen untuk berlibur bersama keluarga, Reuni 212 ini juga acara yang tepat untuk menjalin silahturahmi dengan teman dan saudara. Untuk menjaga ukhuwah Islamiyah. Dengan sekali datang ke satu tempat, para alumni 212 ini berkesempatan untuk bertemu dengan banyak orang yang dikenal setelah cukup lama tidak saling bersua karena jarak dan kesibukan masing-masing.
Coba bayangkan, kapan lagi ada acara yang betul-betul dapat menghadirkan begitu banyak orang yang datang dari berbagai daerah di Indonesia, dengan begitu semangatnya demi menjaga ukhuwah wathoniyah, dan menggunakan biaya pribadi pula. Kapan lagi, coba?
Tentu saja, ini artinya saya tidak sanggup jika harus men-judge bahwa acara reuni ini tidak seharusnya diteruskan. Lha wong, sebetulnya memang nggak ada masalah. Justru dengan reuni ini, mereka dapat berkumpul, bedoa, dan bersenang-senang bersama.
Keempat, tentu saja dengan diadakannya reuni ini, Mojok jadi nggak kekurangan bahan untuk dijadikan konten. Coba kalau reuni ini nggak diadakan, kami mau nulis tentang apa? Cuma sekedar nulis tentang Prabowo dan Jokowi lagi dan lagi? Ah, tentu saja itu akan menjadi membosankan, jika tidak ditambah dengan bumbu-bumbu acara semacam ini.
Jadi, terima kasih Reuni 212, we love you!