Warteg bak pahlawan bagi Tegal. Warung makan yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia itu kebanyakan dikelola oleh perantauan asli Tegal. Secara tidak langsung, keberadaan warung Tegal, di manapun itu, turut menjadi penggerak ekonomi daerah dengan julukan Kota Bahari.
Tak hanya bagi Tegal, warteg juga pahlawan bagi anak kos. Apalagi bagi anak kos yang rindu dengan masakan rumahan. Warung ini menyediakan berbagai macam lauk dan sayur yang biasa disajikan di meja makan rumah. Makanan yang disajikan semakin digemari karena harganya yang tergolong murah.
Sayangnya, segala sentimen baik itu mesti tercoreng oleh ulah warteg-warteg “nakal”. Mereka melakukan berbagai macam cara demi mendapat keuntungan sebesar-besarnya. pengalaman makan di warteg tidak melulu menyenangkan. Ada segelintir warung Tegal “nakal” yang membuat pelanggan kapok mampir lagi ke sana.
#1 Warteg menghangatkan makanan kemarin yang tidak laku
Jualan makanan memang bisnis yang gampang-gampang susah. Memang, sehari-hari orang membutuhkan makanan. Selain harga bahan makanan yang kerap naik turun, permintaan akan suatu menu juga tidak pasti. Tergantung selera pelanggan. Itu mengapa suatu menu lauk atau sayur di warteg kadang bisa cepat habis, kadang bisa sisa banyak.
Nah, tidak sedikit warung yang menghangatkan kembali menu-menu yang tidak habis untuk dijual lagi keesokan harinya. Jelas saja rasa dan tekstur makanannya sudah tidak enak. Bukan tidak mungkin menimbulkan penyakit bagi yang menyatapnya. Tindakan ini sangat merugikan pelanggan.
#2 Mengolah menu yang tidak habis
Tidak hanya menghangatkan makanan kemarin, warteg “nakal” juga sering mengolah ulang lauk yang tidak habis. Misal, lauk tempe goreng yang tidak laku diolah menjadi kering tempe keesokan harinya.
Secara rasa mungkin tidak terlalu bermasalah. Tapi, tetap saja, pelanggan dirugikan. Apalagi, kering tempe atau menu olahan lain dijual dengan harga normal, tidak separuh harga. Dan, bukan tidak mungkin menu hasil olahan ini berbahaya bagi kesehatan.
Baca halaman selanjutnya: #3 Minyak menghitam …
#3 Minyak menghitam tanda sering digunakan
Warteg menyediakan berbagai macam lauk. Salah satunya gorengan yang cukup digemari oleh pelanggan. Lauk yang satu ini hampir pasti bisa ditemukan di warteg mana pun itu.
Dari segi rasa, gorengan Warteg sebenarnya baik-baik saja. Namun, proses pembuatannya bikin tidak berselera. Coba saja tengok minyak di penggorengannya, sudah berwarna hitam tanda terlalu sering dipakai. Penggunaan ulang semacam ini jelas menekan banyak biaya sebab harga minyak goreng lumayan menguras kantong.
Padahal minyak yang berulang kali dipakai itu tidak sehat. Melansir berbagai sumber, minyak jelantah berbahaya bagi tubuh karena bisa meningkatkan risiko kanker, obesitas, hingga infeksi bakteri.
#4 Porsi dan harga menu warteg yang tidak jelas
Porsi yang tidak pasti membuat pelanggan malas menjajal warteg. Apalagi, kebanyakan warteg tidak menyertakan daftar harga yang pasti untuk lauk dan sayurnya. Paling mentok penjual mengatakan, “Sayur seporsi Rp3.000”. Tapi, pelanggan tidak pernah benar-benar tahu “seporsi” yang dimaksud.
Itu mengapa pelanggan malas berkunjung ke warteg yang bukan langganannya. Sebab, kemungkinan besar ada perbedaan penghitungan
Di atas beberapa dosa menu warung Tegal yang merugikan dan bikin pengunjung malas makan di sana. Namun, semakin ke sini, semakin banyak pemilik warung yang mengelola warungnya secara profesional kok. Apalagi warteg yang terletak di kota-kota besar dan di daerah-daerah pekerja kantoran. Semoga warung-warung seperti ini semakin banyak dicontoh warung Tegal lain.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Intan Ekapratriwi
BACA JUGA 5 Trik Kotor Penjual Es Buah demi Untung Besar yang Merugikan dan Mengancam Kesehatan Pembeli dan catatan menarik lainnya di rubrik POJOKAN.
