MOJOK.CO – Timnas Sepak Bola Israel lolos menuju Piala Dunia U-20. Artinya, tim kesebelasan tersebut akan hadir di Indonesia. Namun, tak sedikit desakan yang meminta pemerintah untuk menolak kehadirannya. Apa sebabnya?
Hari-hari ini publik nasional dan internasional tengah menunggu sikap akhir pemerintah Republik Indonesia terkait Piala Dunia U-20 FIFA yang pertandingannya akan berlangsung Mei 2023 besok. Indonesia adalah tuan rumah pertandingan sepakbola tersebut yang melibatkan timnas 24 negara, termasuk timnas Israel, negara yang tidak akan pernah diakui eksistensinya oleh negara Indonesia secara hukum internasional, sampai Israel mengakui kemerdekaan dan kedaulatan negara Palestina.
Perdebatan-perdebatan terjadi di berbagai kalangan dan profesi, yang melibatkan menteri, politikus, gubernur, ketua partai politik, agamawan, dosen, sopir angkutan umum, abang bakso, dan mbok pecel tentang apakah timnas Israel akan ditolak atau akan diterima untuk bertanding di negara Indonesia.
Bermacam argumen, narasi, dan provokasi dibuat oleh semua pihak, baik yang pro maupun kontra.
Kembali ke UUD ’45
Persoalan ini wajib berakhir dengan sudut pandang tunggal, yaitu dengan mematuhi Konstitusi/Undang Undang Dasar 1945 yang merupakan panduan hukum satu-satunya paling mengikat bagi siapa pun di negara Indonesia. Tidak terkecuali itu presiden, jenderal, agamawan, abang bakso dan mbok pecel. Sudut pandang tunggal ini sudah dipraktikkan Bung Karno dalam memimpin negara Indonesia, yang secara tegas dan konsisten melaksanakan Konstitusi/UUD 1945, yaitu menolak Israel dalam bidang olahraga sekalipun, karena olahraga sepak bola memiliki implikasi terhadap publik dan politik internasional.
Pembukaan (preambule) UUD 1945 menyatakan “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Sejak masa Bung Karno hingga masa Joko Widodo, Israel tetap kukuh menjajah Palestina. Israel pada hari ini menjadi satu-satunya negara di dunia yang mempraktikkan penjajahan/kolonialisme-imperialisme secara konsisten dengan cara-cara: apartheid, mengintai, mengawasi, menerapkan jam malam, mengkriminalisasi, memblokade, meneror, mengucilkan, mengusir, menculik, menyiksa, mengadu domba, membunuh, memenjarakan, mengebom, memerkosa, membantai, merampas tanah, menggusur rumah-rumah, menghilangkan bahasa Arab sebagai bahasa resmi di Israel/Palestina, mencegah Palestina tampil di forum-forum publik, mencegah Palestina tampil di pertandingan sepak bola internasional, dan melawan hukum internasional, seperti melakukan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan terhadap orang Palestina.
Bersifat yuridis dan politis
Alasan satu-satunya negara Indonesia menolak timnas Israel wajib bersifat yuridis dan politis. Secara yuridis, Konstitusi/UUD 1945 menolak penjajahan segala bangsa dan kita harus mematuhinya.
Secara politis, Indonesia selalu konsisten memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan meminta dunia internasional agar mematuhi Resolusi Nomor 242 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang disahkan pada 1967. Resolusi itu mendesak Israel menarik mundur seluruh pasukannya dari tanah milik Arab, termasuk tiga wilayah Palestina, yaitu Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Jerusalem Timur. Resolusi tersebut mengekalkan solusi dua negara untuk konflik Palestina dan Israel, yaitu negara Palestina berdaulat dan negara Israel.
Keputusan menolak timnas Israel bukan atas dasar agama, sportivitas olahraga, ekonomi, kajian akademis, dan pertimbangan untung-rugi. Keputusan penolakan itu sudah jelas dengan dasar penolakan yang juga sangat jelas, yaitu atas dasar Konstitusi/UUD 1945 dan sikap politik Indonesia membela kemerdekaan Palestina.
Di tengah tensi politik dunia, Pak Presiden hari ini wajar saja bertanya: “Bagaimana jalan keluarnya?”
Jalan keluarnya mudah sekali, Pak Presiden: Israel mengumumkan mengakui kemerdekaan dan kedaulatan negara Palestina sesuai Resolusi Nomor 242 Dewan Keamanan PBB tahun 1967 dan mengakui Jerusalem Timur adalah Ibukota negara Palestina. Jika itu yang terjadi, maka timnas Israel boleh bermain sepak bola di lapangan mana pun di negara Indonesia.
Sebagian besar orang Indonesia yang anti-penjajahan tetap cemas. Bagaimana kalau pemerintah Republik Indonesia ternyata mengizinkan timnas Israel bertanding di Indonesia dengan seabrek alasan, termasuk dengan memelintir penafsiran Konstitusi/UUD 1945?
Jawabannya juga mudah: mereka adalah pengkhianat Konstitusi/UUD 1945, dengan merujuk pada praktik penyelenggaraan kenegaraan republik ini di masa Bung Karno.
Cinta damai, tapi lebih cinta kemerdekaan
Jika Bung Karno masih hidup dan negara Indonesia memiliki kemampuan, maka pasti negara Indonesia akan membebaskan Palestina dari penjajahan Israel dan bila perlu dengan kekuatan militer, sesuai amanat Konstitusi/UUD 1945. Praktik penyelenggaraan kenegaraan ini pernah dilakukan negara Indonesia di masa Bung Karno saat turut berperang membela Pakistan dari serangan militer India dan mengirim persenjataan militer ke Aljazair untuk memerangi Perancis.
Bung Karno pernah pula menyatakan bangsa Indonesia sangat mencintai perdamaian, tetapi lebih lagi mencintai kemerdekaan. Indonesia merdeka bukan semata-mata untuk membentuk sebuah negara bangsa, tetapi lebih dari itu: untuk mempertinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Karena sikap anti penjajahannya inilah Bung Karno dijatuhkan oleh kekuatan Nekolim dalam dan luar negeri ketika Indonesia sedikit lagi mempersenjatai diri dengan kekuatan nuklir dalam rangka membebaskan bangsa-bangsa di dunia dari ketidakadilan dan penindasan. Seandainya program nuklirisasi Bung Karno sukses, Indonesia dengan ditunjang sumber daya alam dan sumber daya manusia yang hebat akan sanggup melaksanakan amanat Konstitusi/ UUD 1945, yakni memerdekakan bangsa-bangsa yang masih terjajah.
Sikap anti penjajah di masa Bung Karno begitu jelas. Di bidang politik, Bung Karno menginisiasi Konferensi Asia Afrika, gerakan Non Blok, New Emerging Forces, dan Konferensi Asia Afrika-Amerika Latin (yang belum sempat terlaksana). Di bidang olahraga, ia melaksanakan Ganefo, sebuah olimpiade negara-negara anti penjajahan.
Bola sekali lagi jadi ujian, jangan sampai jadi petaka
Kasus persepakbolaan ini merupakan batu penguji untuk mengungkap siapa saja individu-individu yang menjadi agen-agen kolonialisme dan masih kuat bercokol dalam negara Indonesia.
Di tengah riuh perdebatan seputar timnas Israel, seorang guru besar hukum internasional masih bisa dikibuli oleh kecantikan subversif Nekolim sampai-sampai ia menyatakan urusan olahraga harus dipisahkan dari urusan politik internasional. Ia mendukung timnas Israel diizinkan bertanding di negara Indonesia.
Ia menyatakan bahwa sudah jelas-jelas Indonesia mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina, lalu ditambahkannya bahwa banyak hal positif akan dinikmati bangsa Indonesia jika menerima timnas Israel, termasuk memperoleh keuntungan ekonomi dan lebih mudah berkecimpung dalam event–event internasional, seperti menyelenggarakan olimpiade.
Weleh weleh weleh … Betapa jauhnya kualitas, karakter, ilmu, wawasan dan integritas si guru besar ini dibandingkan Bung Karno.
Penulis: Linda Christanty
Editor: Amanatia Junda