Begitu tersingkir dari babak pertama pertarungan Pilgub DKI 2017, pamor Agus Yudhoyono tidak surut. Pidato kekalahannya mendapat persepsi politik yang baik, dan setelah itu sibuk keliling Indonesia untuk bertatap muka langsung dengan publik yang sesuai dengan sasarannya: kaum muda.
Muda. Cerdas. Punya pengalaman di militer. Dari trah pemimpin. Punya istri cantik. Semua itu adalah sederet predikat yang disematkan kepada Agus.
Di berbagai forum tatap muka langsung, dia dielukan oleh anak-anak muda Indonesia. Pidatonya visioner: Indonesia 2045. Tepat di usia seratus tahun, Indonesia akan menjadi salah satu negara termaju di dunia. Negara superpower. Adidaya.
Namun, di dalam politik tentu saja kita berurusan dengan “jabatan politik”. Politikus tanpa jabatan politik seperti tentara di markas besar; seperti guru tanpa sekolah; seperti pemain bola tanpa klub. Hampir bisa dipastikan, selain tak punya taji, juga akan segera dilupakan.
Wajar jika Agus kelak akan tetap membidik jabatan politik. Apa sajakah kemungkinan politik Agus ke arah itu? Berikut kemungkinan dan perhitungan politiknya.
Gubernur
Ada tiga pertarungan pilgub di Jawa yang akan dihelat tahun 2018: Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Masuk ke gelanggang pilgub lagi, apalagi di Jawa, adalah hal yang paling memungkinkan bagi Agus. Jawa tetap akan menjadi perhatian politik.
Masalahnya, jika masuk ke gelanggang yang satu level (baca: pertarungan pilgub), tentu saja Agus wajib menang. Tidak baik bagi impresi publik jika dia bertarung di level yang sama dua kali dan kalah terus, walaupun ada slogan yang dipercaya para politikus sejati: politikus bisa mati berkali-kali, tapi selalu bisa hidup lagi.
Di Jawa Barat, hampir bisa dipastikan Agus tidak akan masuk. Provinsi ini sejak dulu dikuasai oleh PKS. Apalagi jika PKS kembali melanjutkan kerja sama strategisnya dengan Gerindra.
Jawa Tengah juga rasanya sulit dimasuki oleh Agus. Di wilayah ini, PDIP terlalu kuat. Medan yang terlalu berat pula bagi Agus untuk berkompetisi dengan inkamben Ganjar Pranowo.
Peluang Agus terbuka di Jawa Timur. Pertama, Demokrat cukup kuat di sini. Kedua, provinsi ini adalah kampung halaman SBY. Ketiga, kekuatan antarpartai dan antartokoh berimbang. Tapi, apakah masuk ke gelanggang pilgub Jatim merupakan hal mudah buat Agus? Tidak juga.
Figur Gus Ipul dan Khofifah masih sangat dominan. Kalau sampai dua figur ini bertarung untuk yang ketiga kalinya, calon yang lain berpotensi menjadi pelanduk yang mati di tengah. Babak bundas.
Tapi, ada kemungkinan lain. Pas pelanduknya mau ditubruk dua gajah, dia melompat tinggi. Dua gajah berbenturan kepala dengan keras. Keduanya pecah kepala. Pelanduk menjadi satu-satunya yang tersisa.
Wakil Presiden 2019
Jadi Gubernur dulu atau tidak, Agus hampir pasti ikut berlaga di Pilpres 2019. Tentu pencalonan Agus akan dipengaruhi dua hal: elektabilitas Partai Demokrat dan aturan presidential threshold.
Apa pun itu, majunya Agus adalah hal yang paling strategis. Ini peluang besar. Lagi-lagi pertarungan Pilpres 2019 akan didominasi dua figur penting: Jokowi dan Prabowo. Kalau Jokowi menang, pada 2024 dia sudah tidak diperbolehkan bertarung. Kalau Prabowo yang menang, secara “umur biologis” pada 2024 Prabowo tidak mungkin lagi bertarung. Maka, jika Agus jadi wapres 2019, dalam kalkulasi politik moderat dialah “pemilik” kursi presiden 2024.
Apakah itu jalan yang mudah? Tidak juga. Tidak ada jalan yang mudah untuk menjadi politikus. Dia harus bersaing dengan sederet nama besar yang berpeluang mendampingi Jokowi maupun Prabowo: Jendral Gatot Nurmantyo (Panglima TNI), Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya), Sri Mulyani (Menteri Keuangan), Ahok (politikus yang sedang dipenjara tapi sinarnya makin terang), Puan Maharani (salah satu menko di kabinet Jokowi dan putri Ketum PDIP), dan masih banyak nama lain. Indonesia sering kekurangan stok beras, cabai, dan bawang putih, tapi tidak pernah kekurangan stok politikus.
Menteri
Usai laga Pilpres 2019, baik Agus jadi bertanding sebagai cawapres atau tidak, peluang politiknya menjadi menteri di tahun 2019 besar sekali. Ini hal yang tidak mungkin dia capai jika meneruskan karier militer. Dan ini pula salah satu perhitungan SBY.
Jokowi atau Prabowo yang menang, Agus 99 persen akan masuk kabinet. Kalau Partai Demokrat mengusung pasangan pemenang, ini bagian dari “bagi-bagi jabatan”. Kalau Demokrat pengusung pasangan yang kalah, ini bagian dari “barter politik”. Kedua hal itu biasa terjadi di Indonesia.
Jika yang terjadi adalah yang kedua, besar kemungkinan 2024 menjadi tahun rekonsiliasi politik di tingkat elite. Yakni saat Puan Maharani duet dengan Agus Yudhoyono sebagai pasangan capres-cawapres.
Itulah era ketika politik berhawa adem, tapi tidak menggairahkan lagi.