MOJOK.CO – Susah sekali rasanya untuk tidak meledek dan membenci produk Suzuki. Namun, di hati yang paling dalam, saya menaruh hormat kepada mereka.
Entah kebetulan atau tidak, dua artikel terakhir saya di Mojok membahas soal keburukan Suzuki. Yang pertama, membahas Satria Pro si “buruk rupa”. Kedua, Jimny yang bikin orang rela inden cuma buat akhirnya bikin dealer migren.
Berkat dua artikel tersebut, teman saya yang ikut membaca Mojok, memberi saya julukan “penulis PPS”. Sebuah kependekan dari “Pembenci Produk Suzuki.”
Padahal sungguh, saya tidak ada niatan membenci Suzuki. Yang saya benci cuma kalau harga spare part nggak masuk akal dan inden mobil rasanya lebih lama daripada masa pendekatan ke gebetan yang akhirnya cuma bilang, “kita temenan aja, ya.”
Maka di artikel ini, saya mau menebus “dosa”. Semata biar saya tetap bisa mudik tanpa diburu klub Shogun dan komunitas Ertiga. Inilah lima alasan realistis kenapa kita semua harus mempertimbangkan untuk menyukai, bahkan mencintai, produk Suzuki, baik motor maupun mobilnya.
#1 Produk Suzuki Itu Awet. Saking awetnya, bengkelnya sampai banyak yang tutup
Ini bukan hinaan. Ini kenyataan yang diakui sendiri oleh banyak mekanik independen. Suzuki itu bikin produk yang awetnya kadang nggak masuk nalar. Dari era Crystal, Tornado, Shogun, Smash, hingga Satria F 150, rata-rata motornya punya reputasi “mesin badak”.
Bahkan di banyak daerah, bengkel resmi mereka tutup bukan karena nggak laku, tapi karena justru produknya kebangetan awet. Konsumen jarang servis, jarang ganti suku cadang.
Motor Suzuki itu ibarat mahasiswa rajin: dipakai lima tahun, jarang keluhan, paling cuma minta ganti oli, ban, sama bensin. Lah kalau terlalu sehat, siapa yang mau dirawat?
Di dunia mobil, Ceria dan Carry generasi awal adalah bukti paling nyata. Carry itu saking awetnya, sampai dijadikan kendaraan serbaguna. Mulai dari angkut orang, kambing, tabung gas, bahkan pernah saya melihat dipakai angkut kulkas dua pintu sambil naik tanjakan. Mobilnya tetap jalan, walaupun sopirnya sudah pasrah.
#2 Bodi Suzuki memang lebih tebal. Ini bukan mitos, tapi kenyataan
Saat ini, banyak mobil Jepang lain beralih ke bodi ringan demi efisiensi bahan bakar. Namun, Suzuki, masih ngeyel mempertahankan struktur bodi yang lebih tebal dan solid. Entah ini keputusan sengaja atau karena engineer mereka malas bikin perubahan yang efeknya mobil Suzuki jadi lebih “ringkih”.
Coba ketok pintu Baleno lama atau SX4, rasanya kayak ketok lemari triplek tebal. Bandingkan dengan beberapa mobil modern rival yang diketok suaranya “ting-ting” mirip panci murah.
Di motor juga sama. Smash, Shogun, bahkan FU standar saja punya bodi panel yang lebih tebal, kokoh, nggak gampang getar atau copot sendiri. Banyak pemilik bilang, “Motor Suzuki itu kalau jatuh kadang yang luka bukan motornya, tapi yang ditabrak.”
Solid? Iya. Overbuilt? Mungkin. Tapi menyenangkan? Jelas.
#3 Handling produk selalu jadi yang paling menyenangkan di kelasnya
Jarang ada orang yang membahas fakta ini. Padahal sangat terasa begitu kita naik produknya. Suzuki, baik di motor maupun mobil, punya DNA handling yang enak banget.
Naik Satria F? Suspensinya keras tapi track record stabilitasnya patut dipuji. Smash? Ringan, nurut, kayak sepeda motor yang disekolahkan di pesantren ketelitian. GSX Series? Sudah rahasia umum bahwa chasis Suzuki itu salah satu yang paling rigid di kelasnya.
Di mobil juga begitu. Ignis lincahnya kebangetan. Swift? Jangan ditanya, itu mobil hatchback rasa go-kart. SX4 masih jadi salah satu crossover dengan feel setir paling natural yang pernah saya coba. Bahkan Ertiga dan XL7, meski mobil keluarga, tetap terasa stabil dan tidak limbung-limbung amat.
Suzuki itu mungkin jarang juara soal fitur. Tapi soal fun to drive, mereka sering menang.
#4 Mesin mereka itu irit namun tetap bertenaga (tidak se-underpowered yang orang bilang)
Suzuki itu punya tradisi bikin mesin efisien. Dari motor kecil sampai mobil keluarga, mayoritas konsumennya mengaku iritnya keterlaluan.
Ertiga dan XL7 terkenal hemat, bahkan kadang lebih hemat dari rival utamanya. Carry? Jangan ditanya, itu mobil hematnya macam warteg dekat kos: murah, tapi bikin kenyang.
Motor juga begitu. Smash bisa dipakai ojol sehari penuh cuma isi bensin sekali. Shooter, meski kurang terkenal, punya konsumsi BBM sangat baik. GSX-R150 dan GSX-S150 irit, tapi nggak ngempos. Power-nya ada, torsinya cukup, dan mesin DOHC-nya halus ketika diajak ngegas panjang.
Kalau Suzuki punya kekurangan, mungkin hanya karena performanya lebih terasa stabil ketimbang sensasional, jadi sering dianggap kurang wah.
#5 Suzuki Itu berani beda. Kadang aneh, kadang brilian, tapi selalu orisinal
Kalau ada satu hal yang membuat saya diam-diam hormat pada Suzuki, itu adalah keberaniannya membuat produk yang nggak ikut-ikutan. Merek lain bikin mobil MPV yang bentuknya mirip semua, kan?
Kalau Suzuki, bikin Karimun yang bentuknya kotak-polos-tanpa-dosa tapi dicintai banyak orang. Yang lain bikin city car “imut”, Suzuki bikin Ignis yang desainnya kayak mini SUV.
Di motor juga begitu. Produsen lain fokus di matik besar, Suzuki malah hadir dengan Address yang super simpel tapi keiritannya bikin takjub. Rival sibuk perang tampang, Mereka malah merilis GSX 150 series dengan keyless pertama di kelasnya padahal harganya kompetitif.
Suzuki itu ibarat teman kita yang gayanya nyeleneh, agak anti-mainstream, tapi justru itu yang bikin dia menarik. Kadang hasilnya gagal (iyalah, Jimny indent 2 tahun itu dosa besar), tapi sering juga hasilnya brilian. Dan setidaknya, mereka tidak pernah jadi follower yang cuma ikut-ikut tren.
Penutup: Saya bukan pembenci, cuma terlalu jujur saja
Dua artikel saya sebelumnya mungkin terkesan menyudutkan. Maklum, kalau ngomongin produk aneh, geli, atau membingungkan, Suzuki selalu punya bahan yang lezat untuk saya tulis.
Tapi di sisi lain, Suzuki juga punya warisan, kualitas, dan karakter yang layak dibela. Produk-produknya awet, bodinya solid, handling-nya asyik, mesinnya irit, dan keberaniannya menjadi “beda” adalah sesuatu yang patut dipuji.
Kalau setelah membaca artikel ini ada yang masih nuduh saya penulis PPS, ya wis, saya pasrah. Tapi setidaknya saya sudah berusaha keras membela Suzuki, lebih keras dari perjuangan sales mereka menawarkan Ertiga di era persaingan berat MPV.
Suzuki bukan merek sempurna. Tapi siapa, sih, yang sempurna? Toh cinta itu bukan soal sempurna atau tidak, tapi soal bertahan dan bertanggung jawab. Dan mereka, dengan segala keanehannya, selalu bertahan meski bengkel resminya pada tutup dan itu sesuatu yang layak kita hormati.
Penulis: Alan Kurniawan
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Suzuki Memang Pabrik Motor Paling Aneh, Bukannya Jualan Cari Cuan, eh Mereka Malah Ibadah dan catatan menggelitik lainnya di rubrik OTOMOJOK.
