MOJOK.CO – Suzuki Fronx sangat menderita. Ironis karena ia dirakit di Cikarang tetapi masih dianggap nggak berkualitas karena tuduhan “bau India”.
Cikarang mungkin tak seheboh Tokyo. Ia juga nggak terkenal kayak Stuttgart. Tapi, dari rahim kawasan industri inilah lahir mobil yang justru lebih dihargai orang Jepang ketimbang orang Indonesia sendiri: mobil Suzuki Fronx.
Iya, Fronx. Bukan Bronx. Bukan juga nama kucing Persia. Ini mobil Suzuki yang dirakit lokal tapi tetap dicurigai sebagai SUV bawaan India.
Nasib Suzuki Fronx memang agak ironis. Di Jepang, mobil ini bisa laku ribuan unit dalam hitungan bulan. Di Indonesia? Baru muncul di pameran, komentarnya udah kayak panitia 17-an gagal move on dari S-Presso. Katanya, “Ini mah Baleno disuntik vitamin C sama India, terus dikasih bedak SUV.”
Padahal, Suzuki Fronx yang kita lihat di showroom hari ini udah bukan barang impor. Bukan CBU India, Bro. Ini rakitan Cikarang. Anak kandung industri otomotif nasional. Tapi ya itu tadi, persepsi publik masih susah dibilas.
Warisan stigma: Terlalu banyak bumbu kari
Kita harus jujur, Suzuki Indonesia punya sejarah pahit-manis dengan mobil-mobil CBU India. Masih ingat mobil Suzuki S-Presso? Mobil mungil yang bodinya tipis kayak mika tumpeng dan desainnya membuat warganet menyamakan dashboard-nya dengan dispenser?
Lalu ada Ignis, Baleno, dan Wagon R versi ekspor. Semuanya masuk lewat jalur India. Imbasnya? Kepercayaan konsumen lokal ke produk-produk Suzuki yang berbau India jadi agak buram.
Jadi begitu Suzuki Fronx mendarat di sini, meski sudah Completely Knocked Down (CKD), orang-orang tetap waspada. “Ini jangan-jangan cuma Baleno naik pangkat, mesinnya diganti dikit, terus dikasih lipstik SUV.”
CKD sendiri artinya adalah mobil yang diimpor dalam kondisi komponen terpisah (tidak dirakit). Setelah itu, negara tujuan, dalam hal ini Indonesia, merakitnya menjadi mobil utuh. Jadi, komponen-komponen mobil CKD diimpor dari luar negeri, tetapi perakitannya dilakukan di dalam negeri.
Nah, kalau kita pakai logika yang waras, justru Suzuki Fronx ini upgrade besar dari sisi production and positioning. Mobil Suzuki ini bukan cuma disusun pakai obeng di Karawang, tapi juga bagian dari rencana Suzuki untuk menyeriusi pasar SUV kompak di Indonesia. Bukan proyek coba-coba, tapi rencana besar jangka panjang.
Baca halaman selanjutnya: Mobil bagus yang menanggu beratnya stigma negatif.
Suzuki Fronx bukan anak tiri, tapi masih dianggap kerabat jauh
Suzuki menjual Suzuki Fronx dalam beberapa varian. Yang paling mendasar pakai mesin lama K15B, sementara yang lebih tinggi pakai mesin K15C mild-hybrid yang lebih modern. Model hybrid-nya ini pakai teknologi Smart Hybrid Vehicle by Suzuki (SHVS) yang lebih irit dan lebih ramah lingkungan.
Dan semua ini dirakit di Cikarang. Iya, CIKARANG. Bukan Delhi. Bukan Gujarat. Tapi tetap saja, ada orang yang nyeletuk, “Tapi desainnya India banget, ya.”
Desain India? Lah, apa desain Jepang sekarang harus semua mirip Alphard dan HR-V? Selera pasar beda-beda dan India bukan negara sembarangan dalam urusan desain.
Mobil-mobil mereka justru fungsional, sederhana, dan hemat bahan bakar. Kalau desain Suzuki Fronx dibilang aneh, coba bandingkan sama wajah depan Mobilio generasi pertama. Mending mana?
Mobil Suzuki yang malah Laris manis di Jepang
Kenyataan paling pahit adalah orang Jepang percaya sama mobil ini, tapi kita malah curiga. Di Jepang, mobil Suzuki ini menjadi salah satu SUV kompak terlaris. Bahkan menjadi pilihan alternatif buat mereka yang pengin mobil hemat tapi tetap gagah.
Dan ironisnya, yang dijual di Jepang itu impor dari India, bukan rakitan lokal kayak di sini. Jadi, Suzuki Fronx yang dipuji-puji di Jepang itu justru versi yang katanya “bau kari” tadi.
Lalu pertanyaannya. Kalau orang Jepang aja percaya, kenapa kita masih sibuk nyinyir?
Jawaban simpelnya: trauma.
Trauma itu memang tidak sederhana. Apalagi kalau sudah menyangkut mobil. Terutama bagi mereka yang niat ambil mobil Suzuki ini dengan cicilan 5 tahun. Susah dan payah menyisihkan uang untuk cicilan, eh nggak mampu beli kursi makan untuk rumahnya.
Fiturnya nggak kaleng-kaleng
Buat kamu yang doyan ngomongin value, Suzuki Fronx ini bukan kaleng-kaleng. Mobil Suzuki ini sudah pakai LED headlamp, rem ABS+EBD, MID digital, kontrol stabilitas, sampai fitur keselamatan aktif seperti lane departure warning dan adaptive cruise control di varian SGX.
Dan jangan salah, mobil ini bukan cuma nyaman dikendarai, tapi juga irit. Beberapa reviewer mencatat konsumsi bensinnya bisa tembus 17-19 km/l.
Jadi kalau kamu tinggal di pinggiran Jakarta dan kerja di Sudirman, Suzuki Fronx ini bisa jadi penyelamat dompet dan punggung. Bahkan bisa jadi pelindung relasi rumah tangga. Bensin hemat, istri senang.
Musuh terbesar Suzuki Fronx adalah nama dan asumsi
Fronx. Nama ini memang agak susah dijual. Kurang nge-brand. Bahkan terasa kurang meyakinkan. Apa ya, mungkin juga kurang “Indonesia”. Apalagi nggak keren kalau dijadikan username Tinder.
Tapi, menurut saya, justru di situ poinnya. Jadi, Suzuki Fronx ini bukan buat kamu yang pengin pamer nama. Ini mobil buat kamu yang tahu bahwa SUV bukan cuma soal bodi kekar, tapi kenyamanan dan efisiensi.
Mobil Suzuki yang satu ini kayak orang baik yang nggak punya followers, tapi tiap hari rajin bantu tetangga. Cuma karena dia nggak pernah posting “#blessed” di Instagram, jadi dianggap nggak keren. Tapi dialah yang akan tetap di situ saat semua teman lainnya sibuk live TikTok.
Kesimpulan yang tidak terlalu serius
Di negara tempat mobil Xenia bisa dibikin travel dan Avanza dianggap mobil segala umat, Suzuki Fronx sebetulnya punya peluang. Ia bisa menjadi alternatif logis buat mereka yang cari SUV kompak dengan harga terjangkau, fitur lengkap, dan konsumsi BBM bersahabat.
Tapi, mobil Suzuki satu ini harus berjuang lebih keras karena membawa beban warisan sejarah. Sejarah mobil-mobil India yang dicap “murahan” padahal belum tentu jelek. Sejarah stigma yang ditanam terlalu dalam oleh netizen 280 karakter.
Tugas Suzuki sekarang bukan cuma jualan, tapi juga menyembuhkan persepsi publik. Dan buat kita, tugasnya cuma satu, yaitu jangan terlalu cepat nge-judge. Apalagi cuma dari desain lampu atau asal negara perakitan.
Siapa tahu, mobil yang kamu anggap “biasa” justru satu-satunya yang mau nemenin kamu pulang malam, lewat jalan rusak, dan tetap irit tanpa banyak mengeluh.
Dan hei, bukankah itu definisi pasangan ideal?
Penulis: Alan Kurniawan
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Suzuki Fronx Versi Indonesia: Jauh Melampaui India, Negara yang Jadi “Anak Emas” Suzuki dan catatan menarik lainnya di rubrik OTOMOJOK.
