MOJOK.CO – Keluarga di Kabupaten Tegal mempunyai kemampuan khusus untuk berkomunikasi dengan makhluk astral. Kemampuan yang kini saya warisi dari ibu.
Kepekaan orang terhadap hal mistis itu berbeda-beda. Ada yang memang bisa melihat secara nyata, ada juga yang memang hanya sekedar merasakan. Dan, menurut beberapa orang, faktor keturunan berpengaruh terhadap kepekaan tersebut.
Saya setuju dengan pendapat tersebut, bahwa beberapa kerabat saya dari pihak ibu di Tegal memiliki kemampuan semacam itu. Bahkan ibu saya sendiri mempunyai kemampuan tersebut. Rumah saya sendiri beralamat di Dukuh Legokmeno, Desa Jejeg, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal.
Dulu, ketika berumur lima tahun, badan saya kurus, kering, dan cengeng. Sehingga banyak orang mengira bahwa saya mengalami gizi buruk. Padahal tidak demikian.
Waktu itu saya hampir selalu diliputi ketakutan luar biasa. Bagaimana tidak takut kalau setiap ke kamar mandi di TK pasti ketemu hantu yang kakinya berbentuk O. Lalu, kalau ikut ke pasar, selalu dicegat oleh hantu mirip biksu.
Sampai kemudian saya menceritakan semua penglihatan itu kepada kakek di Tegal. Nah, sejak saat itu, saya tidak bisa lagi melihat makhluk astral. Menurut penuturan ibu, kakek “menutup mata” saya. Ibu khawatir kalau kejiwaan dan mental saya terganggu karena belum siap.
Saat itu saya mengira mereka bukan hantu, tetapi orang aneh. Beberapa tahun kemudian, saya baru tahu bahwa mereka memang benar hantu. Menurut penuturan orang yang rumahnya dekat TK, memang benar bahwa di kamar mandi terdapat sosok hantu berkaki O. Ia selalu menirukan suara anak yang menangis.
Sementara untuk hantu biksu, menurut penuturan ibu, dulunya mendiami sebuah rumah. Ia selalu ribut dengan hantu bibir sumbing dan hantu tentara Belanda. Mereka bisa sampai saling melempar piring. Sampai kemudian pemilik rumah tersebut meminta bantuan kakek buyut saya di Tegal guna memindahkan ketiga hantu tersebut.
Nenek kebaya dan hantu drakula
Suatu kali, saya pernah 12 hari berada di Solo untuk menyelesaikan tugas liputan. Setelah selesai, saya kembali ke Jakarta. Lantaran sudah lima bulan tidak pulang kampung ke Tegal, saya memutuskan untuk meninggalkan Jakarta untuk sejenak.
Lama tidak pulang ke Tegal, saya menyaksikan perubahan yang cukup banyak. Salah satunya adalah lahan kosong di depan rumah yang lama terbengkalai. Kini, pembangunan rumah di lahan tersebut sedang terjadi. Pemiliknya adalah seorang dokter.
Ketika mengobrol dengan ibu, saya sempat bertanya. “Bu, ini buka kakinya tidak di lahan tersebut ya?”
Ibu menjawab, “Iya, di rumah lama katanya, digabung sama tingkeban.”
Sepengetahuan saya, selamatan “buka kaki” tradisinya dilakukan sebelum pondasi. Prosesi tersebut dilakukan di atas lahan yang hendak dibangun.
Baca halaman selanjutnya….