Tumbal Mall: Titipkan Salamku dari Bawah Fondasi Bangunan

Sebuah cerita dari seorang "perantara". Tentang salam terakhir bocah tumbal proyek calon mall terkenal.

Tumbal Mall: Titipkan Salamku dari Bawah Fondasi Bangunan MOJOK.CO

Tumbal Mall: Titipkan Salamku dari Bawah Fondasi Bangunan MOJOK.CO

MOJOK.CONisa menjadi “perantara” salam terakhir dari seorang bocah untuk kedua orang tuanya. Seorang bocah, tumbal sebuah mall terkenal di kota besar.

Cerita ini dialami oleh salah satu narasumber yang tidak ingin disebut nama aslinya. Kita panggil saja dia Nisa yang bertemu bocah korban tumbal sebuah mall.

Sejak kecil, Nisa memiliki “kekurangan” dapat melihat makhluk halus. Bahkan, ketika masih TK, dia memiliki seorang teman gaib bernama Winda. Nisa baru sadar kalau Winda adalah makhluk halus setelah lulus dari TK.

Sejak saat itu, Nisa mulai berhati-hati terhadap setiap orang yang dia temui. Terkadang, dia menemukan makhluk halus yang berbaur dengan manusia normal di tengah keramaian. Beberapa dari mereka dapat Nisa kenali sebagai makhluk halus, sebagian lagi tidak.

Beberapa makhluk halus benar-benar mirip seperti orang normal. Beberapa dari mereka berwajah pucat dan pandangannya kosong. Namun tidak jarang juga, sosok-sosok itu muncul dengan keadaan terburuknya. Apalagi mereka, yang menjadi korban tumbal, salah satunya seorang bocah yang “dikorbankan” demi sebuah mall.

Nisa lebih memilih menghindar ketika berpapasan dengan makhluk yang berbeda frekuensi dengannya. Terkadang, makhluk makhluk itu mengeluarkan bau yang mengganggu dan aura yang mendatangkan kesedihan atau rasa was-was.

Menurutnya, makhluk gaib yang jahat memiliki aroma amis darah yang sangat kuat dan bau busuk yang merebak. Ketika mencium aroma ini di tempat umum, Nisa memilih menjauh. Selain tidak menyukai kehadiran mereka, satu hal lain yang Nisa tidak suka adalah sosok-sosok itu mengajaknya berbicara dan bahkan meminta tolong.

Dari sekian banyak pengalamannya diajak bicara makhluk gaib, Nisa membagikan salah satu yang paling berkesan. Kejadian ini terjadi saat dia masih kuliah semester akhir dan dalam proses skripsi sambil magang di salah satu perusahaan swasta.

Tumbal sebuah mall terkenal

Hari itu berjalan cukup berat. Kerjaan di tempat magang cukup banyak dan skripsinya tengah buntu. Dengan langkah lemas, Nisa turun dari angkutan umum. Dia harus melewati sebuah gang untuk sampai di kos.

Cuaca saat itu mendung gelap, padahal pukul lima sore belum ada. Gerimis ringan mewarnai daerah tempat tinggal Nisa. Saat berada di tengah gang, Nisa sudah merasakan kehadiran makhluk halus yang mengawasinya. Namun, dia belum sadar kalau “dia” adalah korban tumbal yang butuh bantuan.

Sosok itu mengintip di sela-sela gang dan terus mengikuti Nisa. Namun, seperti biasa, Nisa tidak menghiraukannya. Dia sudah lelah dengan pekerjaan dan tidak menggubris panggilan “kakak” yang diucapkan makhluk tadi padanya berkali-kali.

Tidak lama, akhirnya Nisa sampai di kos. Sebuah kos petak dua sekat yang berada di ujung gang buntu. Dia melemparkan tas dan langsung merebahkan tubuhnya yang sudah seperti remuk. Baru saja akan terlelap….

“Tok….”

“Tok….”

“Tok….”

Pintu kamarnya diketuk tiga kali dengan pelan.

“Ya, siapa?”

“Kakak,” jawab sesuatu di balik pintu itu.

Sosok tadi mengikutinya sampai ke kos. Nisa tidak menjawab panggilan tadi dan memilih memejamkan matanya. Dia berusaha tidur.

Suara ketukan tiga kali masih terus terdengar selama beberapa saat hingga hujan deras turun dan menyamarkan suara itu. Nisa lega. Kini dia bisa tidur dengan lebih nyaman. Tidak lama, dia terlelap.

Nisa tersentak bangun ketika azan Isya berkumandang. Di luar masih hujan namun tidak sederas tadi. Baru saja akan meraih hape, suara ketukan muncul lagi.

“Tok….”

“Tok….”

“Tok….”

“Ya ampun,” keluh Nisa dengan agak kesal.

“Tok….”

“Nggak! Saya nggak mau berurusan sama kalian. Tinggalin saya sekarang juga!”

“Tolong aku….” Sahut sosok itu masih dari balik pintu.

“Enggak! Enggak!”

“…..”

Suara di luar berhenti.

Nisa merasa sosok itu sudah pergi. Awalnya dia tidak ingin keluar, namun perutnya mulai kelaparan dan harus membeli makanan. Sebelum keluar, Nisa mencoba mengintip dari jendela kamar kosnya. Ternyata sosok itu masih ada di sana, berdiri di bawah nyala lampu temaram berwarna kuning di teras kos. Di sana, berdiri seorang anak perempuan pucat dengan rambut dikepang dua.

Dari balik jendela, Nisa mengamati sosok itu. Dia mengenakan baju seragam SD kumal dan menyandang sebuah tas ransel berwarna hitam.

Entah kenapa, rasa iba tiba tiba muncul. Nisa akhirnya membuka pintu dan sosok anak kecil itu berdiri di hadapannya. Sosok anak yang manis, hanya saja seluruh bola matanya berwarna hitam dan kulitnya sudah pucat dengan urat-urat kehijauan menjalar dari dagu ke pipinya.

“Kamu kenapa?”

“Kakak bantuin aku,” ujar anak itu singkat.

“Bantuin apa? Mau dikirim doa? Aku mau kalau doa. Tapi kalau disuruh bukain tali pocong segala macem aku enggak bisa,” jawab Nisa, yang trauma kepada salah satu sosok yang pernah memintanya membukakan ikatan pocongan jenazah.

“Bukan, Kak. Aku mau minta tolong kakak buat sampaikan salam aku ke Bapak sama Ibu.”

“Maksudnya?”

“Bapak sama Ibu sampai sekarang masih nyariin aku. Masih nunggu aku pulang. Aku minta tolong kakak bilangin ke Ibu sama Bapak kalau aku udah nggak ada dan nggak akan pulang.”

“Kamu kenapa?”

“Badanku udah ditimbun semen pondasi mall ****** Kak.”

Astagfirullah al-azim!” Spontan Nisa beristigfar.

“Kenapa kamu bisa sampai di sana?”

Sosok itu kemudian menceritakan semuanya. Dimulai dari namanya, yaitu Sera. Nama sekolahnya, kapan dia diculik, dan hari di mana dia dijadikan tumbal pondasi sebuah mall terkenal yang belum lama dimulai pembangunannya.

Tidak terasa, mata Nisa berkaca-kaca mendengar kisah sosok anak kecil yang jadi tumbal itu. Nisa tahu, yang hadir di hadapannya ini bukan anak yang sudah wafat itu, melainkan jin qorin-nya yang menyampaikan pesan kematian dan menyaksikan semua kejadian pilu anak itu.

“Kamu tinggal di mana? Siapa nama ayah sama ibu kamu? Nanti kakak coba bantu.”

Sosok anak kecil itu tersenyum. Walaupun matanya total hitam dan kulitnya putih pucat, namun Nisa bisa melihat pancaran anak kecil yang ceria dari sosok itu. Sosok itu lalu mengatakan sebuah alamat, warna pagar rumah, nama lengkapnya, serta nama kedua orang tuanya. Nisa mencatat semua informasi itu dan berjanji akan menyampaikannya secepat mungkin.

Nisa tahu hal ini akan sangat mencurigakan. Kenyataan bahwa Sera jadi tumbal sebuah mall terkenal bakal sulit diterima kedua orang tuanya. Maka dari itu, Nisa menghubungi salah satu ustaz kenalannya, Ustaz Musa.

Nisa bertemu Ustaz Musa melalui program ruqiyah yang dia jalani demi bisa hidup normal. Ustaz Musa sendiri sudah mengetahui “kekurangan” Nisa dan paham risiko yang akan dia terima jika sendirian pergi ke alamat itu.

Akhir pekan, ditemani Ustaz Musa, Nisa menuju ke alamat yang diberikan Sera, bocah korban tumbal sebuah mall.

Saat Nisa datang, seorang wanita paruh baya tengah duduk di teras rumah memandang ke arah jalan. Nisa menarik nafas panjang dan menyiapkan mentalnya. Dia melihat ke arah Ustaz Musa yang mengangguk tanda menyetujui apa yang akan Nisa lakukan.

Assalamualaikum, Bu.”

Waalaikumsalam. Ya, mbak? Cari siapa?”

“Maaf, benar dengan rumah Pak Zaenal dan Ibu Yuni?”

“Iya, benar. Saya sendiri. Ada apa, Mbak?”

“Ibu benar punya anak namanya Sera?”

Ibu Yuni langsung berdiri dari kursinya. Wajahnya seketika berubah.

“Iya, Mbak. Itu nama anak saya. Sera ketemu, Mbak? Di mana Sera sekarang?” Kata Ibu Yuni sambil menahan tangisnya.

Nisa sudah hampir menjawab pertanyaan Ibu Yuni, tapi Ustaz Musa mencegahnya. Ustaz Musa bilang, “Iya, Bu. Namun sebelumnya apa Bapak ada di rumah? Biar lebih enak juga.”

“Ada, Mas. Mari masuk.” Ibu Yuni bergegas membuka pagar lalu mempersilakan Nisa dan Ustaz Musa masuk.

“Paaak, ada tamu. Sera udah ketemu, Paaak!”

Dari dalam kamar, seorang pria paruh baya keluar dengan cepat. Pak Zaenal yang mengenakan peci putih bergegas menyambut Nisa dan Ustaz Musa.

“Sera? Sera ketemu, Bu? Mbak ini yang nemuin?”

Saat itu Nisa sudah hampir tidak bisa menahan air matanya. Dia akan membuat kedua orang tua Sera kecewa setelah ini. sebuah kenyataan bahwa Sera jadi tumbal sebuah mall terkenal.

Pak Zaenal dan Ibu Yuni lalu duduk bersebelahan dan Nisa mulai berbicara….

“Pak, Bu, kenalkan saya Nisa. Sebelumnya saya minta maaf jika saya lancang dan tiba-tiba saja datang ke sini untuk membawa kabar tentang Sera. Saya tahu Bapak dan Ibu akan susah menerima ini, namun saya dititipi pesan oleh Sera, agar Bapak dan Ibu tidak usah mencari lagi.”

“Kenapa mbak? Apa Sera marah sama kami? Sera di mana sekarang?”

“Sera… Sera udah nggak ada, Bu.”

Wajah Ibu Yuni yang awalnya nampak cerah seketika terlihat getir. Air matanya jatuh.

“Maksud Mbak apa? Jenazah anak kami ketemu? Di mana?” Pak Zaenal bertanya. Nada bicaranya mulai naik.

“Enggak, Pak, jenazah Sera nggak bisa dicari pak. Sera jadi tumbal untuk pondasi mall.”

“ALLAHU AKBAR! MBAK JANGAN MACAM MACAM! KAMI SAMPAI HARI INI MASIH CARI ANAK KAMI, DAN MBAK SEENAKNYA BILANG ANAK KAMI SUDAH NGGAK ADA DAN JADI TUMBAL MALL TANPA BUKTI!”

Pak Zaenal sudah tidak mampu lagi menahan emosinya. Ibu Yuni terisak. Ustaz Musa angkat bicara.

“Pak, Bu, Istighfar. Nak Nisa ini salah satu yang diberikan Allah kekurangan untuk berinteraksi dengan makhluk gaib. Beberapa waktu lalu, qorin dari Sera datang ke Nak Nisa dan meminta tolong untuk menyampaikan ini.”

“TIDAK! SAYA TIDAK PERCAYA JIN ATAU APALAH ITU! SAYA YAKIN ANAK SAYA MASIH HIDUP!”

Pal Zaenal marah.

Saat itu, tiba-tiba Sera muncul di sisi Nisa. Tentu saja hanya Nisa yang bisa melihatnya.

Sera berkata, “Kak, coba bilang, Sera punya boneka beruang namanya Tabi. Bapak yang beliin waktu Sera naik kelas. Terus bilang juga, makanan kesukaan Sera telor dadar masakan Ibu yang dimakan pakai kecap.”

“Ibu, Pak, qorin Sera hadir di sini. Dia bilang, Sera punya boneka kesayangan namanya Tabi. Pak Zaenal yang beliin untuk Sera dulu waktu Sera naik kelas dan Sera suka banget sama telor dadar pakai kecap buatan Ibu.“

“Yaaa Allah, Nak. Iya itu Sera, Pak. Itu Sera. Bapak, Sera udah nggak ada, Pak.”

Bu Yuni tersandar lemas di bahu Pak Zaenal. Bu Yuni tak percaya anaknya menjadi tumbal sebuah bangunan yang kelak jadi mall terkenal.

Melihat istrinya menangis, emosi Pak Zaenal perlahan surut. Nada bicaranya tak lagi tinggi ketika menguatkan hati dan menenangkan istrinya.

Melihat kedua orang tua Sera seperti itu, Nisa juga tidak mampu menahan tangisnya. Dia berkali-kali menyeka air matanya.

Pertemuan itu hanya diisi isak tangis selama beberapa menit hingga Pak Zaenal kembali membuka pembicaran di tengah tangisnya.

“Mbak, Sera nitip pesan apa saja?”

“Sera titip pesan buat Bapak dan Ibu agar tidak usah mencari cari Sera lagi. Sera pamitan dan minta maaf karena nggak bisa pulang sampai bikin Ibu dan Bapak khawatir. Sera juga minta didoakan, agar kelak bisa kumpul sama Bapak dan Ibu lagi.”

Tangis kembali pecah.

“Sera, Ibu sama Bapak ikhlas. Sera anak kesayangan Bapak. Bapak yang minta maaf karena nggak bisa jagain Sera. Nanti kita kumpul lagi ya, Nak.” Pak Zaenal berusaha sekuat tenaga supaya tak lagi menangis. Dia berkata sambil menatap lantai rumahnya.

Setelah tugasnya selesai, Nisa izin pamit pulang. Dia memeluk Ibu Yuni sambil mencoba memberi semangat. Pak Zaenal berencana mengadakan tahlilan dan mengundang Nisa untuk hadir. Setelah berpamitan, Nisa membuka gerbang dan hendak keluar. Tiba-tiba dari arah belakang, suara yang dia kenal memanggilnya.

“Kakak!”

Nisa menoleh. Sera berdiri di belakang sebelah tengah orang tuanya. Dia tersenyum sangat manis dengan wajah manusianya yang tanpa cacat.

“Terima kasih.”

Setelah mengucapkan terima kasih, perlahan Sera menghilang. Seperti kepulan asap.

Sera tidak pernah menampakkan lagi wujudnya di hadapan Nisa. Nisa juga tidak sempat ikut ke acara tahlilan yang diadakan Pak Zaenal dan Ibu Yuni karena ada tugas magang yang tidak bisa ditinggal.

Sejak saat itu, Nisa merasa mual dan trauma ketika mengunjungi mall di mana jasad Sera tertanam di pondasinya. Dia tidak tega menginjak tubuh kecil Sera dan mungkin beberapa orang lainnya di bawah sana… dijadikan tumbal.

BACA JUGA Tumbal Pesugihan Salah Sasaran, Kisah Keluarga Penyembah Berhala dan kisah memilukan lainnya di rubrik MALAM JUMAT.

Exit mobile version