MOJOK.CO – Amanat dari Mang Agus adalah jangan melamun ketika melewati jalan Leuweung Tiis biar nggak diganggu Nyai Geulis ti Leuweung Tiis.
Sewaktu masih kuliah, saya punya teman yang bernama Arif. Ia berasal dari Tasikmalaya. Kami kuliah ngambil kelas karyawan di STAI Siliwangi Garut jurusan Pendidikan Agama Islam. Kami kuliah hanya pada hari Jumat dan Sabtu.
Perjalanan dari Tasikmalaya ke Garut menghabiskan waktu sekitar tiga jam. Arif sering telat ke kampus. Saya kasihan melihatnya. Saya kemudian mengajaknya untuk menginap di rumah saya. Dan ia mengiyakannya.
Saya bilang sama Arif, kalau berangkat ke Garut usahakan agak siangan agar sore hari sudah sampai. Namun, karena hari Kamis jadwal ngajar ngajinya penuh sampai sore, Arif baru jalan ke Garut lepas maghrib.
Saat itu, saya ketakutan sendiri membayangkan Arif berangkat setelah maghrib. Apalagi saat itu malam Jumat. Dia harus melewati Jalan Raya Leuweung Tiis yang angker banget, di mana di jalan tersebut ada sesosok hantu yang paling terkenal di Garut yaitu Nyai Geulis ti Leuweung Tiis (Nyai Cantik di Hutan Dingin).
Mari saya mulai kejadian nyata yang menimpa Arif pada 2017 lalu….
“Ieu urang dek otw lewat jalan anu biasa. Aman?” (Ini saya mau otw lewat jalan yang biasa. Aman?).
Ditanya begitu, saya bimbang. Mau bilang aman, tapi di kawasan Leuweung Tiis sering terjadi kecelakaan. Mau bilang nggak aman sambil nyeritain hal-hal mistis, momennya kurang tepat. Apalagi Arif seorang guru ngaji. Dia pasti tersenyum saja kalau mendengar hal-hal mistis.
Akhirnya, saya balas begini, “Lewat jalan Limbangan saja kalau bisa, Rif.”
Saya bilang begitu karena untuk menuju ke tempat tinggal saya, Kecamatan Leles, ada dua cara; lewat Jalan Limbangan dan Leuweung Tiis.
“Jalan Limbangan? Kan saya orang Tasik. Mana tahu jalan tersebut. Maksudnya, aman dari begal nggak?”
“Begal? Nggak ada begal, Rif.”
“Ya sudah, saya berangkat.”
“Hati-hati, Rif.”
Tiap satu jam, saya menghubungi Arif melalui WhatsApp, “Sudah sampai mana, Rif?”
Namun, dia tak kunjung membalas. Hati saya nggak tenang. Saya takut Arif mengalami kejadian yang nggak mengenakkan.
Sudah lebih dari tiga jam, Arif masih saja nggak ada kabar. Saya kemudian menyalakan motor, lalu menunggu Arif tepat di depan kampus. Kebetulan, kampus STAI Siliwangi Garut dekat dengan rumah saya.
Pukul 23:00 WIB lebih, ponsel saya berbunyi. Arif menelepon, “Saya ada di Masjid Uswatun Hasanah. Kata warga sini, saya lagi ada di Nagreg.”
Waduh, Arif kok tiba-tiba ada di Nagreg. Pasti dapat gangguan dari Nyai Geulis ti Leuweung Tiis, pikir saya. Saya bergegas menyusul ke masjid yang Arif sebut. Dia bercerita kenapa sampai bisa sampai di Nagreg.
Menurut pengakuannya, Arif kalau mau berangkat ke mana-mana, ya gas saja. dia nggak pernah menanyakan “Aman nggak?”
Saat bertanya seperti itu kepada saya, hatinya sudah setengah-setengah. Ditambah lagi orang tuanya sempat nggak mengizinkan. Tapi, karena tiap hari Jumat selalu telat ke kampus dan sudah lama nggak mengikuti mata pelajaran Ulumul Hadis, dia pengin menginap di rumah saya. Dia merasa malu kepada Pak Gofar, dosen kami yang mengajar mata pelajaran tersebut.
Di perjalanannya menuju rumah saya, Arif bilang bahwa dirinya sering melamun. Aneh, ucapnya. Beberapa kali ke Garut, baru kali dia melewati jalan yang asing, sepi, dan tanpa rumah penduduk. Di jalan itu, Arif melihat hutan yang lebat, luas, dan dingin. Mendadak pikirannya kosong saja. Mengendarai motor pun nggak konsentrasi. Meski sesekali membaca surah An-Nas, tapi melamun lagi. Terus saja begitu.
Sewaktu masih di pesantren, Arif pernah meminta kepada guru ngajinya untuk dibukakan mata batin agar bisa melihat hal-hal gaib. Tapi, tak pernah bisa melihatnya.
Nah, baru kali ini tanpa ia inginkan, meski sekilas, di jalan yang sepi itu, melihat sesosok wanita berkebaya merah melayang tepat di depan kendaraannya. Wanita itu seolah mengikutinya dari belakang hingga Arif nggak sadar kalau kampusnya sudah dilewati. Dan, tiba-tiba dia berada di Nagreg, lalu masuk ke Masjid Uswatun Hasanah untuk melaksanakan salat Isya.
Tiga tahun setelah kejadian yang menimpa Arif, tepatnya Minggu kemarin, saya sempat ngobrol dengan salah satu warga Kampung Leuweung Tiis, namanya Mang Agus.
Salah satu obrolan kami tentu saja soal Nyai Geulis ti Leuweung Tiis. Saya yang asli Kecamatan Leles malah nggak tahu pasti kisah aslinya gimana. Tahunya banyak orang Leles bilang kalau kecelakaan yang sering terjadi di Jalan Leuweung Tiis itu karena ulah Nyai Geulis ti Leuweung Tiis.
Nah, saya menceritakan dulu kepada Mang Agus, mengapa teman saya itu bisa tiba-tiba ada di Jalur Nagreg. Dia menjawab, jalur itu ialah perbatasan Garut dan Bandung. Nyai Geulis ti Leuweung Tiis sering mengganggu pengendara motor yang nggak konsentrasi dan terlalu pemberani.
Gangguan yang diberikan Nyai Geulis ti Leuweung Tiis ada macam-macam. Mulai dari mengolengkan kendaraan hingga membikin mata para pengendara menjadi gelap. Nyai akan mengikuti para pengendara sampai Jalur Nagreg. Dan jalur yang dikuasainya itu memang jalur Leuweung Tiis hingga Nagreg.
Nyai Geulis ti Leuweung Tiis adalah sebangsa jin nakal. Dan bukan hanya di malam hari saja keberadaannya, di siang hari pun sering menganggu manusia. Itu sebabnya di Jalan Leuweung Tiis kerap terjadi kecelakaan.
Dulunya, Nyai Geulis itu seorang kembang desa. Dia terkenal akan parasnya yang cantik. Lalu, orang tuanya ingin menjodohkannya dengan seorang Belanda. Namun, Nyai enggan. Ia kemudian bunuh diri.
Banyak hal-hal aneh di Jalan Leuweung Tiis. Misalnya, ada wanita yang naik bus dari Garut kota lalu minta turun di sekitar jalan tersebut. Begitu sang kondektur memalingkan muka barang sedetik, wanita itu menghilang. Warga sana juga sering melihat wujud Nyai Geulis ti Leuweung Tiis yang tiba-tiba melintas dan masuk ke jurang.
Amanat dari Mang Agus kepada para pengendara adalah jangan melamun ketika melewati Jalan Leuweung Tiis. Khususnya bagi orang luar Garut.
BACA JUGA Ketika Kuntilanak Menyamar Jadi Santri di Pondok Pesantren dan kisah tak terlupakan lainnya di rubrik MALAM JUMAT.