Misteri Apartemen B-199: Detik-detik Munculnya Sigil Iblis

Tiba-tiba, muncul sigil iblis di apartemen yang aku dan teman-teman tinggali. Pindah adalah pilihan terbaik!

Misteri Apartemen B-199: Detik-detik Munculnya Sigil Iblis MOJOK.CO

Misteri Apartemen B-199: Detik-detik Munculnya Sigil Iblis MOJOK.CO

Penthouse disewakan jauh di bawah harga pasar? Buat anak kuliahan, tinggal di apartemen bagus tapi murah tentu menggiurkan.

Normal ketika ditawari apartemen yang harga sewanya jauh di bawah pasaran muncul kecurigaan. Bisa jadi tempat itu bermasalah, apa pernah terjadi pembunuhan, orang pernah bunuh diri, angker, dan lain-lain. Namaku Chrissy Alesandra dan ini adalah kisah dari pengalaman pribadi ketika kuliah di Limkokwing, di Kota Cyberjaya, Malaysia.

Aku dan teman-teman mendapat tawaran dari seorang agen properti yang memang khusus menangani anak-anak dari luar negeri untuk menyewa apartemen atau townhouse di daerah Cyberjaya. Kami mendapat tawaran kamar penthouse atau kondo di kompleks Cyberia, dan nomor kamar kami adalah B-199.

Tanpa berpikir panjang, kami setuju untuk menyewa dan langsung membayar DP. Bulan itu juga kami pindah. Aku mengambil master bedroom di lantai satu, sedangkan sehabatku, Heidi, mengambil kamar biasa di samping kamarku. Sedikit lebih kecil dari kamarku tapi kamarnya bagus.

Hari pertama, aku langsung sibuk menata kamar tidur dan kamar mandi, sedangkan anak-anak yang lain sedang menonton DVD di ruang tamu sambil merokok. Mereka mengajakku untuk menonton bersama dulu baru menata kamar setelahnya. Tapi aku bilang aku mau menata dulu biar lebih enak nanti tidurnya. Begitulah prinsipku, mau di mana saja, pokoknya kamar tidur dan kamar mandi harus senyaman dan sebersih mungkin.

Rentetan kejadian aneh di apartemen kami dimulai dari sini. Satu jam setelah menata kamar tidur dan kamar mandi, aku yang seharusnya menyusul anak-anak menonton DVD di ruang tamu. Namun, aku memilih rebahan untuk menghilangkan rasa capek.

Tanpa sadar, mataku sedikit mulai tertutup sampai tiba-tiba aku mendengar suara jeritan yang nyaringnya menusuk gendang telinga! Bukan hanya itu saja, badanku juga tidak bisa bergerak dan dadaku rasanya seperti terbakar. Panas dan sakit.

Setelah beberapa menit berlalu, aku berhasil bangun dan keluar ke ruang tamu untuk bertanya ke anak-anak apakah ada yang mendengar jeritan itu atau tidak?

Semua bilang tidak mendengar apa-apa. Semua. Kecuali Heidi. Dia bilang, “Suara itu datang dari kamar mandi samping kamar kamu kan Chrissy?”

Aku bilang, “Iya, kamu juga dengar?”

“Iya.” Jawab Heidi.

Aku tidak melanjutkan pembicaraannya lagi. Aku memilih bergabung untuk nonton DVD.

Waktu berlalu. Beberapa bulan sebelum libur akhir tahun, ibuku datang dan menginap dikamarku selama satu minggu. Setelah satu minggu, ibu mau melanjutkan liburannya dan nginap di hotel di Kuala Lumpur.

Jumat, semua berencana untuk keluar ke Kuala Lumpur dan bermain biliar. Aku sengaja tidak ikut karena nggak enak ninggalin ibu sendirian di apartemen. Jadi, aku di rumah saja sambil menonton film.

Kira-kira pukul 11 malam, ada yang memanggil namaku. Suara panggilan itu berasal dari kamar temanku bernama Holi di master bedroom lantai dua. Suara itu mirip sekali sama Holi.

Aku sampai bilang, “Iya sebentar ya, nanti gue naik.” Namun, saat itu juga aku ingat kalau Holi, Heidi, dan teman-teman yang lain sedang pergi ke Kuala Lumpur. Aku melihat kamar Holi yang tertutup rapat dan kembali menonton DVD lagi sampai namaku dipanggil untuk kedua kalinya.

Aku terus abaikan suara itu. Lama-kelamaan, suara yang memanggil berubah menjadi berat seperti bukan suara manusia. Setelah itu, pintu kamar Holi digedor-gedor dengan keras. Suara itu masih memanggil-manggil namaku! Aku langsung matikan TV dan DVD dan langsung lari ke kamarku.

Aku kasih tahu ibuku kalau di apartemen ini ada setannya! Tapi Ibuku tidak percaya dan malah tertawa. Aku coba untuk tidur malam itu tapi aku terus memikirkan suara itu sampai pada akhirnya tertidur.

Waktu kembali berlalu. Awal 2005 setelah liburan akhir tahun, kami harus meninggalkan Indonesia dan kembali ke Malaysia untuk melanjutkan kuliah. Bagiku, bukan hanya kuliah yang harus dilanjutkan, tetapi juga pertunjukan horor di apartemen B-199.

Di tahun baru ini, Holi tidak melajutkan studinya dan meninggalkan apartemennya begitu saja. Dia hanya membawa sedikit barang-barangnya ketika pindah ke Australia. Untungnya kami dapat pengganti Holi, yaitu temanku dari JIS. Namanya Rebecca.

Rebecca punya kepribadian yang menarik. Dia menjadi satu-satunya orang setengah Jerman di kalangan anak-anak Indonesia. Suatu malam, Rebecca mengajak aku pergi kerumah temannya di Cyberia Townhouse yang letaknya tidak jauh dari apartemen.

Kami berdua jalan ke rumah teman Rebecca bernama Putri. Aku bisa dengan mudah akrab dengan Putri. Kami mengobrol banyal hal sampai aku melihat jam dan ternyata sudah mau pukul 12 malam.

Aku mengajak Rebecca untuk pulang ke apartemen. Tapi, Rebecca bilang dia akan nginap di rumah Putri. Dia juga mengajakku menginap juga. Aku menolak ajakannya karena ada sedikit tugas yang harus aku kerjakan. Jadi, mau tidak mau, aku pulang sendirian ke apartemen.

Karena takut melewati jalan yang tadi aku lalui bersama Rebecca, aku memilih jalan yang lebih pajang dan jauh. Yah, setidaknya jalannya lebih terang dan asumsiku pasti ada orang di situ. Tapi ternyata dugaanku salah! Tidak ada orang sama sekali yang melintas di jalan ini!

Sepi sekali, seperti kuburan. Hanya aku sendirian ditemani lampu-lampu jalanan dan lampu sorot besar. Ketika melewati taman bermain anak-anak, lampu sorot itu mengenai badanku dan membuat bayanganku jauh lebih besar dan menarik semua perhatianku untuk melihati bayanganku terus yang pelan-pelan mengecil karena aku berjalan menjauhi lampu sorot itu.

Setelah itu, aku melihat satu bayangan lagi di sampingku yang jauh lebih besar lagi. Aku mulai kedinginan dan merinding. Aku menengok ke belakang tapi tidak ada siapa-siapa. Merasa sangat ketakutan, aku mulai jalan dengan cepat sambil menelepon pacarku di Indonesia hanya untuk mengalihkan rasa takutku.

“Chrissy ada apa telepon jam segini? Tumben.”

Aku hanya bisa bilang, “Tolong temani aku bicara sampai aku naik ke kamar aku ya. Aku takut jalan sendirian.”

Pacarku menemani aku berbicara sampai akhirnya aku melihat pintu masuk apartemen! Aku merasa sangat lega. Pasti ada security sedang jaga, jadi setidaknya aku tidak sendiran.

Namun aneh, malam itu, tidak ada security yang jaga dan pintu terbuka begitu saja. Padahal, untuk masuk lobi apartemen harus memakai kartu khusus.

Tidak mau memikirkan segala keanehan ini, aku langsung menuju lift. Lampu di atasku terus kelap-kelip seperti di film-film horor yang membuatku semakin takut. Pintu lift akhirnya terbuka dan aku langsung masuk dan menekan tombol lantai paling atas. Aku dan pacarku mengakhiri pembicaraan. Aku sudah siap masuk apartemen dan mengunci diri di kamar. Aku berencana tidur dengan semua lampu menyala.

Ketika hendak membuka pintu ganda apartemen, dari jendela, aku melihat sosok orang di ruang makan. Ruang makan dan ruang tamu memang terlihat dari jendela. Kami sudah menutup jendela itu menggunakan gorden tipis. Jadi kami masih bisa melihat sosok bayangan.

Aku mulai merasa tenang karena sudah ada orang di apartemen. Aku membuka kunci pintu gerbang dan siap membuka kunci pintu utama, sampai tiba-tiba tanganku berhenti sendiri seakan-akan ada yang memberi tahu aku untuk berhenti dan jangan buka pintu itu! Keluar dari situ dan lari ke rumah Putri malam ini!

Tidak jadi membuka kunci pintu utama, aku mundur keluar lagi dan melihat ruang makan dari luar. Aku masih melihat sosok bayangan itu berdiri tegap dan tidak bergerak. Aku langsung mengambil hape dan menelepon Heidi.

“Hey Hey, lo di mana?” Aku berharap dia bilang di rumah.

“Hey Chrissy, gue masih di rumah cowok gue, nih. Sebentar lagi pulang kok. Lo udah balik ya?” Heidi bertanya balik.

“Hey, Wani udah balik ke Malaysia?” Tanyaku lebih lanjut.

“Nggak, Wani masih di Jakarta setahu gue. Kalau nggak salah, dia baru datang minggu depan, kan?”

Sambil terus mengamati sosok bayangan yang berdiri di ruang tamu itu, aku langsung bilang, “Kalau gitu, itu siapa yang di ruang tamu kita?”

Begitu aku selesai berbicara, sosok itu tiba-tiba berjalan perlaha menuju pintu utama dengan model jalan yang patah-patah seperti di film-film horor Thailand. Aku langsung lari ke lift, menekan tombol sambil berdoa semoga pintu lift cepat terbuka! Aku langsung masuk ke dalam lift begitu pintu terbuka, kutekan tombol Ground Floor dan langsung lari secepatnya ke rumah Putri.

“Chriss? Kok balik lagi?” kata Putri membuka pintu rumah dia. “Ayo masuk dong.”

Aku mau menjawab. Namun, aku kehabisan napas karena berlari sangat cepat tanpa berhenti. Aku hanya bisa bilang, “Tolong minta air, dong.”

Setelah minum dan menenangkan diri, aku mulai cerita apa yang terjadi di apartemen. Aku mulai merokok satu batang. Sebelumnya, aku tidak pernah merokok. Hanya malam itu itu untuk membunuh rasa tegangku.

Ketika bercerita ke Putri, tiba-tiba aku dapat telepon dari Heidi menanyakan keberadaanku. Aku bilang kembali ke rumah putri untuk merokok. Di telepon itu juga aku memberi tahu Heidi alamat rumah Putri. Aku bilang kalau aku kembali ke rumah Putri dan aku akan langsung pulang begitu rokok ini habis. Aku merasa lebih tenang begitu tahu kalau Heidi sudah di apartemen.

Begiu selesai merokok dan lebih tenang, aku pamitan sama Putri dan membuka pintu rumahnya. Tetapi aku malah melihat Heidi di depan pintu Putri. Sama seperti aku tadi, dia datang sambil kehabisan napas, lalu minta segelas air.

Melihat kejadian yang serupa, Putri mulai tertarik dengan apartemen B-199 dan ingin tahu lebih dalam lagi. Aku mulai bercerita soal kejadian-kejadian aneh di apartemen B-199. Heidi yang merokok untuk menenangkan diri hanya diam saja. Tidak mau ikut bercerita.

Mendengar ceritaku, Putri memintaku dan Heidi untuk menginap di rumahnya saja bersama Rebecca. Namun, aku merasa tidak enak karena bakal penuh sesak. Aku dan Heidi memberanikan diri pulang ke apartemen untuk beristirahat. Setidaknya sekarang kami tidak sendirian.

Di jalan pulang ke apartemen, Heidi mulai bercerita. Dia melihat sosok Wani yang lari kencang membuka pintu apartemen dan masuk ke kamar sambil membanting pintu. Heidi menghampiri kamar Wani untuk meminta uang sewa bulan ini. Saat itu, Heidi menyadari kalau kamar Wani ternyata kosong.

Setelah merasakan hembusan angin dingin dari celah-celah pintu, Heidi mulai melihat gagang pintu Wani bergerak sendiri. Pintu terbanting tertutup. Setelah itu, pintu itu digedor-gedor dari dalam. Kencang sekali. Takut, Heidi langsung lari dari apartemen tanpa mengunci pintu.

Begitu sampai di apartemen, kami langsung masuk kamar masing-masing untuk istirahat. Malam itu, aku mimpi buruk. Di mimpiku, aku berada di sebuah ruangan yang sangat gelap dan luas. Aku hanya melihat ada satu lampu gantung yang berada persis di atas meja yang diduduki oleh anak perempuan yang sedang menangis sambil menutupi wajahnya dengan tangannya di meja. Heran, aku mendekati anak itu dan bertanya.

“Hey, kamu kenapa menangis? Sudah, jangan menangis lagi, ya. Ada kakak kok di sini. Kamu aman.”

Setelah aku mengatakan itu, tiba-tiba ada yang memegang pergelangan kakiku dari bawah kursi anak perempuan yang sedang menagis itu. Lalu aku melihat sosok perempuan dengan rambut panjang yang menutupi wajahnya. Perempuan itu memakai baju putih.

Aku terjatuh karena kakiku ditarik oleh makhluk itu. Dia merangkak pelan-pelan ke arah dadaku. Aku langsung terbangun.

Anehnya, begitu membuka mata, aku melihat sosok itu masih ada di atasku! Aku begitu terkejut sampai jantungku rasanya seperti mau berhenti!

Aku tutup lagi mataku lalu berdoa. Aku buka mata, dia masih ada. Aku tutup lagi dan aku terus berdoa sampai pada akhirnya dia lenyap. Aku melihat pergelangan kakiku yang terasa sakit. Ternyata ada lebam di sana. Aku melihat jam, ternyata sudah pukul 10 pagi! Gila, masih pagi, dan gangguan di apartemen ini sudah terjadi. Saat itu aku memutuskan untuk segera pindah.

Seminggu kemudian kami berempat kumpul di kedai makan di bawah apartemen. Aku mengusulkan untuk segera pindah dari apartemen B-199. Aku menceritakan semua kejadian yang aku alami dari awal September 2004 sampai kejadian di mana aku ditarik oleh sosok perempuan berbaju putih dan berambut panjang itu.

Ternyata bukan hanya aku dan Heidi saja yang pernah mengalami kejadian aneh. Semua anak yang tinggal di apartemen B-199 pernah mengalami! Dan semuanya terdengar sangat mengerikan! Akhirnya kami setuju untuk pindah ke apartemen lain.

Kami menghubungi agen properti untuk memberitahu kalau kami akan segera pindah. Karena perjanjiannya adalah menyewa selama dua tahun, akhirnya DP kita dijadikan denda. Tidak ada yang mempermasalahkan DP itu. Pokoknya kami pengin pindah dari apartemen B-199 ini secepatnya.

Kami juga memutuskan harus berpisah karena di gedung apartemen Blok C yang baru saja jadi kamarnya lebih kecil dan hanya bisa bertiga. Wani sudah berencana untuk tinggal sama teman-teman dari kelas dia dan Rebecca juga akan pindah dan tinggal bersama Putri. Sedangkan aku dan Heidi pindah ke gedung baru di apartemen Blok C.

Ketika kami pelan-pelan mulai memindahkan barang kami, Putri datang untuk membantu. Saat itu aku punya ide. Aku mau bawa kucing yang sering kami rawat di depan rumah Putri ke apartemen B-199. Kucing ini salah satu kucing terjinak yang pernah aku tahu. Ia tidak pernah mencakar atau menggigit.

Anak-anak bertanya kenapa aku bawa kucing itu ke apartemen B-199? Aku bilang kalau binatang itu punya indra yang lebih tajam dari manusia. Kalau ada apa-apa, kucing itu pasti langsung tahu. Teman-teman setuju.

Aku menggendong kucing itu selama kami berjalan ke apartemen B-199. Begitu kita sampai di depan pintu, kucing itu mulai tegang. Begitu aku masuk ruah rumah, kucing itu menjadi sangat histeris dan mencakar tanganku sampai berdarah. Kucing itu lari kencang sekali dan menghilang entah k emana. Kami semua terkejut melihat itu sambil saling menatap satu sama lain.

“Sudah jelas di sini ada sesuatu yang jahat banget,” kata Putri.

“Eh itu lihat nggak, ada batu disusun rapi,” kata Wani memotong kalimat Putri.

Kami semua melihat ada batu yang disusun sangat rapi di luar jendela apartemen. Yang membuat kami heran adalah tempat batu itu disusun tidak masuk akal. Di situ tidak ada jalan yang bisa dilewati. Harus pakai mesin yang membantu orang naik dan turun untuk membersihkan jendela. Bisa juga dari dalam, tapi pasti akan bertemu dengan kami.

Tidak ada balkon di luar jendela apartemen. Jendela itu langsung menghadap ke tembok apartemen di sebelahnya. Dengan kata lain, sebelah situ jadi seperti jurang yang kalau terjatuh, langsung menghantam lantai dasar.

Kami tidak mau terlalu memikirkan batu-batu itu. Kami melanjutkan membereskan barang-barang kami. Beberapa saat kemudian, Putri melihat batu itu sudah tidak ada, tapi pindah ke dalam rumah.

Semakin aneh karena batu-batu tidak lagi tersusun, tapi ditata membentuk sebuah lambang. Aku pernah melihat sigil seperti itu di film-film horor. Namun, kami semua tidak ada yang tahu itu sigil apa. Heran dan takut, kami sudahi rencana untuk membereskan barang dan melanjutkannya besok siang.

Keesokan harinya, ketika masuk ke apartemen B-199, kami melihat ruangan tamu sudah berantakan. Seakan-akan ada orang yang habis mengamuk!

Kami melihat lambang yang kemarin disusun menggunakan batu, kini berubah dalam bentuk coretan di dinding, lantai, dan di seluruh ruangan! Batu aneh itu masih terletak di tempat yang sama. Melihat itu semua, kami langsung membatalkan niat untuk membereskan sisa barang yang sebetulnya masih banyak.

Kami memutuskan untuk menyewa jasa pindahan demi keamanan. Petugas jasa pindahan tenti kaget melihat kondisi apartemen kami. Namun, mereka enggan bertanya dan memutuskan bekerja lebih cepat. Tepat saat itu, pemilik apartemen datang ke kamar kami.

Pemilik apartemen marah besar. Dia protes karena ruang tamu dan kamar lainnya berantakan. Masih ditambah coretan-coretan aneh di dinding. Dia menuntut uang ganti rugi.

Kami mencoba menjelaskan duduk perkaranya. Namun, pemilik apartemen tidak mau tahu. Meski keheranan, pemilik apartemen tetap minta uang ganti. Kami tidak berdaya karena tidak punya bukti. Akhirnya kami patungan untuk membayar ganti rugi.

Setelah pindah ke apartemen baru, aku merasa jauh lebih nyaman dan aman. Tidak ada lagi rasa dingin atau merinding secara tiba-tiba. Konon sampai sebelum aku pulang ke Indonesia, masih banyak orang yang sering melihat lampu kamar kami suka menyala sendiri!

Teman-teman kami masih sering melihat aku, Heidi, atau siapa saja yang pernah tinggal di sana memanggil-manggil untuk ke atas. Salah satu teman sekelasku protes kenapa aku tidak membukakan pintu setelah memanggil-manggil dari balkon.

Aku heran dan aku bilang kalau aku nggak ke balkon sama sekali. Lalu dia bertanya lagi kalau aku masih di apartemen B-199 atau tidak? Aku bilang sudah lama pindah. Dia langsung kaget karena semalam dia melihat aku melambai-lambaikan tangan memanggil dia untuk naik ke atas. Begitu dia naik dan sampai di depan B-199, katanya tempat itu gelap sekali dan tidak ada tanda-tanda orang tinggal di sana.

Sampai saat ini aku tidak pernah lupa akan semua kadian-kejadian di apartemen B-199 itu. Seperti apa tempat itu sekarang? Apa masih ada? Apa ada orang yang tinggal di situ? Lambang apa yang kami lihat di apartemen itu? Sebenarnya, apa yang menganggu kami selama tinggal di sana? Hantu? Iblis?

BACA JUGA Delapan Tahun Tinggal di Rumah Hantu dan kisah mengerikan lainnya di rubrik MALAM JUMAT.

Exit mobile version