MOJOK.CO – Banyak yang percaya, ia adalah penampakan dari korban kebakaran sepuluh tahun yang lalu dan masih sering mengganggu mereka yang sedang nonton di bioskop.
Malam itu, seorang kawan mengajakku menonton seperti yang biasa kami lakukan setiap akhir minggu. Aku, sih, oke-oke saja karena film yang akan kami tonton adalah film yang sudah lama aku nantikan. Hanya saja, temanku mengajak melakukan sesuatu yang lain,
“Nonton bioskop yang tengah malam, yuk. Mumpung besok libur.”
Aku buru-buru mengecek jadwal tayang film yang dimaksud. Memang, bioskop kesukaan kami ini memiliki jadwal tayang midnight alias tengah malam. Aku belum pernah nonton bioskop lebih malam dari jam 9 malam dan kurasa ini waktu yang tepat untuk mencobanya.
Aku mengiyakan ajakan kawanku dan kami berangkat malam hari itu.
Aku lupa jam berapa tepatnya film itu dimulai, tapi seharusnya ia selesai pukul 2 pagi. Menjelang tengah malam, kami sudah bersiap-siap masuk ke studio yang dimaksud: studio 4.
Tanpa berlama-lama lagi, aku dan temanku masuk ke studio 4. Dugaanku, studionya bakal sedikit sepi karena di luar pun tak tampak ramai. Tapi ternyata banyak kursi yang terisi, kecuali dengan satu hal yang membuatku merasa aneh: suasananya mendadak membuatku merinding, padahal film ini bukan film horor.
Aku dan temanku duduk di kursi yang kami pilih, lalu menonton film seperti biasa. Baru berjalan 30 menit, aku mendadak kebelet pipis. Karena tak tahan, aku akhirnya pergi keluar dan mencari toilet.
Di depan pintu kamar mandi, seorang petugas cleaning service tampak mengepel lantai. Aneh sekali, pikirku. Petugas ini menggunakan seragam warna hijau lumut yang tak pernah aku lihat. Maksudku, aku sering kali nonton bioskop di sini dan biasanya petugas cleaning service-nya mengenakan seragam warna biru cerah.
Waktu akhirnya akan masuk ke dalam kamar mandi, si petugas tiba-tiba berkata, “Kamar mandinya rusak. Pakai yang di belakang saja.”
Aku mengerjapkan mataku, keheranan. “Di mana, Mbak?” tanyaku.
“Dari pintu masuk di depan, keluar, lalu belok kiri. Ada kamar mandi umum di parkiran. Pakai yang itu saja.”
Agak gondok karena harus pergi ke luar bioskop hanya untuk pipis, aku diam-diam mengumpat dalam hati. Tapi mau bagaimana lagi, aku sudah tidak tahan!
Saat berada di luar, aku mencari-cari kamar mandi yang dimaksud, tapi tak menemukan satu pun. Karena bingung, aku langsung masuk ke dalam gedung bioskop dan bertanya pada salah seorang petugas di konter pemesanan tiket.
“Mbak, kamar mandi di luar di sebelah mana, ya?”
Si petugas tampak kebingungan sebelum menjawab pertanyaanku, “Maaf, Mbak, kamar mandi kami adanya di dalam. Di sebelah sana.” Ia kemudian menunjuk kamar mandi yang mulanya aku datangi.
“Tadi saya ke sana,” jawabku, “tapi kata mbak cleaning service-nya kamar mandinya lagi rusak, jadi saya harus pakai di luar.”
Butuh waktu beberapa detik sampai wajah petugas tiket di depanku menampilkan ekspresi “oh-tidak-jangan-bilang-ini-terjadi-lagi”.
“Biar saya antar, Mbak, ke kamar mandi,” jawabnya, sembari menemaniku berjalan ke kamar mandi. Sesampainya kami di sana, tidak ada petugas cleaning service yang berjaga dan bilik kamar mandinya tidak ada yang rusak. Aku menyelesaikan urusanku di salah satu bilik terlebih dulu sebelum akhirnya petugas tiket tadi berkata,
“Mohon maaf atas ketidaknyamanannya, ya, Mbak. Sering sekali hal seperti ini terjadi.”
“Hal seperti apa, Mbak?” kejarku.
“Orang-orang yang nonton bioskop ini di jam midnight begini kadang ‘diganggu’, Mbak. Petugas yang Mbak ceritakan tadi, saya tebak, pakai seragam hijau lumut?”
“Iya.”
“Banyak yang percaya, ia adalah penampakan dari korban kebakaran sepuluh tahun yang lalu di bioskop ini. Dulu, kamar mandi bioskop memang letaknya ada di parkiran, bukan di dalam gedung.”
Mampus, kataku pada diri sendiri. Jadi yang tadi menyuruhku ke parkiran itu hantu???
Agak merinding, aku buru-buru ingin kembali ke studio dan nonton bioskop dengan tenang. Sebelumnya, aku mengucapkan banyak terima kasih pada petugas tiket yang sudah repot-repot menemaniku dan berkata padanya bahwa aku akan kembali ke studio 4.
“Terima kasih, ya, Mbak, maaf saya jadi merepotkan.”
“Nggak apa-apa, Mbak, senang bisa membantu,” jawabnya. Lalu katanya lagi,
“Semoga menontonnya menyenangkan, ya, walaupun di studio 4 sekarang lagi sepi pas midnight gini. Penontonnya cuma berempat, kan, Mbak?”
Mendadak aku berhenti bergerak. Kutatap petugas tiket tadi lekat-lekat.
“Mbak, studio 4-nya penuh, loh, Mbak. Itu… manusia, kan?” (A/K)