Beberapa hari lalu linimasa Twitter saya diramaikan beragam cuitan terkait aturan pemakaian bra atau BH. Pasalnya, beredar poster-poster dari laman TemanShalih yang membicarakan hukum mengenakan BH dalam Islam. Dikutip verbatim dari poster tersebut, “Memakai BH mengakibatkan bentuk payudara menjadi nampak dan membuat para perempuan terlihat lebih muda sehingga mereka menjadi sumber fitnah.” Kesimpulannya, “Wanita muslim tidak boleh memakai BH di depan para lelaki yang bukan mahramnya”.
Seakan tidak bisa menjadi lebih cringe, mereka pun turut menyertakan ilustrasi semangka dalam poster. Ini tentu menggelikan dan bikin saya tergoda menyetrika diri sendiri.
Hal-hal seperti ini tidak hanya terjadi sekali-dua kali. Masih segar di ingatan saya polemik tentang klepon yang tidak islami, kerudung bersertifikat halal, dan semua kawan-kawannya yang bikin heboh media sosial. Setiap ada unggahan mengenai fatwa yang terkesan sembrono seperti ini viral di internet, saya selalu gatal ingin bertanya: Apa, sih, yang ada di kepala para pengurus laman fatwa waktu mereka mengeluarkan statement semacam ini?
Dari poster TemanShalih saja, saya bisa menyebutkan setidaknya tiga pertanyaan yang cukup bikin kepala berdenyut-denyut. Pertama, memangnya betul wanita muslim tidak boleh memakai bra? Dari mana TemanShalih bisa sampai pada kesimpulan demikian? Menilik klarifikasi yang akhirnya mereka unggah, pengurus akun TemanShalih—yang juga tidak jelas juntrungannya siapa—menyatakan bahwa mereka “menukil tanpa mengubah apapun dan mengalihbahasakan” fatwa berbahasa Arab yang dikeluarkan portal resmi Lajnah Daimah Al-Ifta.
“Alihbahasa sebagaimana dimaksud dilakukan dengan fitur yang tersedia pada sistem portal sumber rujukan,” tulis mereka dalam klarifikasi. Saya sempat tercenung sejenak. Mereka kok berani betul, ya, menyebarluaskan tafsir sendiri tentang sesuatu yang hanya diterjemahkan dengan fitur daring? Bukankah kerja-kerja penerjemahan seharusnya juga mengikutsertakan konteks? Apalagi, ini berhubungan dengan periwayatan suatu hukum agama.
Salah seorang pengguna Twitter (@oksit0sin) pun turut bersuara akan hal ini. Lewat utas yang ditulisnya, ia membedah redaksi fatwa asli yang menjadi rujukan laman TemanShalih. Jika dicermati dengan pemahaman bahasa Arab yang benar, fatwa itu seharusnya berbunyi: “tidak boleh menampakkan(nya) BH” alih-alih “tidak boleh memakainya”. Kesalahan dalam penerjemahan inilah yang berujung pada kesalahan menyimpulkan perkara. Menyeramkan.
Kedua, memangnya kenapa kalau perempuan jadi terlihat lebih muda? Apa pula yang bikin mereka lebih “rentan” menjadi “sumber fitnah”? Obsesi terhadap perempuan muda yang terus melanggeng ini tidak pernah tidak bikin saya geleng-geleng kepala, pun vonis sumber fitnah yang dijatuhkan untuk mereka.
Pemikiran seperti ini membebankan perempuan dan eksistensinya atas “dosa-dosa” yang dilakukan laki-laki. Buset. Padahal, alih-alih merongseng soal sumber fitnah, mereka bisa saja loh menjalankan ajaran ghodul bashar dengan khidmat. Menundukkan pandangan sendiri seharusnya lebih mudah dilakukan daripada berkoar-koar tentang bra orang lain, ‘kan?
Ketiga, kenapa, sih, orang-orang ini hobi betul mengatur-ngatur perempuan dan tubuh mereka? Dalam aturan Islam tentang tata cara berpakaian dan berhias, para umat diseru untuk mengikuti adab berpakaian yang baik dan sopan. Jika diturunkan, “baik dan sopan” ini juga berarti menutup aurat, tidak berlebihan, dan tidak menyerupai lawan jenisnya.
Melangkah sejauh itu hingga mendikte boleh-tidaknya mengenakan pakaian dalam saya rasa agak kelewatan. Ini jadi semacam membuktikan asumsi saya bahwa perempuan memang tidak bisa lari kemana-mana, bahkan ketika sudah memakai pakaian panjang nan longgar. Selalu saja ada pikiran-pikiran jahat yang siap mereduksi perempuan menjadi sekadar objek yang bisa ditata dan diatur seenak hati.
Menganalisis pola pikir orang-orang di balik laman fatwa ini ternyata melelahkan. Sebab, saya jadi diingatkan kembali pada maskulinitas toksik yang terus merong-rong society kita tanpa henti. Apalagi, kali ini kasusnya dibalut oleh fatwa tentang perihal fikih. Sampai kapan, sih, kita mau terus-terusan menyeret agama untuk memvalidasi pola pikir bermasalah kita sendiri?
Getirnya Mahasiswa Kedokteran Hewan yang Menghilangkan Peliharaan Klien
Generasi Permen Karet Menyebalkan di Organisasi Kampus
Bukan LSM atau Start-up, Kerja di Pemerintahan yang Paling Enak
Balada Dinda-Dinda yang Punya Resting Bitch Face
Canlı Sonuçlar Bugünkü Canlı Maç Sonuçları, Dünkü İddaa Sonuçları İddaa Com’d
Official Web-site Do Cassino On-line Pin Up Sign In E Registr
Online Casinos Sydney 2024 » +80 Best Aussia Online Casino Site
Mostbet Türkiye: Resmi Site, Kayıt, Bonus 5 673 Giriş Yapma