Pecak ikan menjadi salah satu kuliner yang bisa ditemukan dengan mudah di Kota Pekalongan. Biasanya, jenis ikan yang banyak digunakan adalah ikan pari dan ikan tongkol yang dipanggang atau diasap. Salah satu yang terkenal adalah Warung Pecak Ikan Pari Panggang Mbak Yanti.
***
Warung Pecak Ikan Mbak Yanti terletak di Jalan Tentara Pelajar, Pekalongan. Tepatnya di pojok lampu “bangjo” (traffic light), dekat kantor Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan. Rabu 22 Desember 2021, saya mampir ke warung yang berdiri tahun 1990. Di meja dekat dapur, tampak satu mangkuk besar penuh irisan ikan pari dan tongkol panggang, tinggal mecak dengan sambal tomat terasi siap saji.
Saya memesan satu paket ikan pari panggang. Terdiri satu piring nasi putih, sepotong ikan pari panggang lengkap dengan sambal tomat terasi, satu mangkuk sayur asam panas, dan segelas teh manis. Semua menu itu saya tebus Rp18 ribu.
Menggunakan sendok, saya mengambil sejumput ikan pari panggang, dipadu dengan nasi, dan sambal. Memasukakannya ke mulut dan mengunyahnya. Ada aroma kan yang dipanggang, sambal yang menguji sensitifitas panas di ujung lidah. Sensasi pedas itu makin menyebar ketika sayur asam yang agak panas itu masuk ke mulut.
Kening saya langsung berkeringat. Saya lihat, penikmat ikan panggang di meja sebelah saya, beberapa kali mengusap wajahnya yang berkeringat dengan tisu karena kepedasan.
Menurut Riyanti (45), pemilik warung yang akrab dipanggil Mbak Yanti, saat pandemi sudah melandai di awal Agustus 2021, warungnya kembali ramai mekipun jumlah pembelinya belum sebanyak hari-hari sebelum pagebluk.
“Sejak awal Agustus yang lalu, setiap hari, sebanyak 80 iris ikan pari dan tongkol panggang yang saya sajikan habis. Biasanya sebelum pandemi korona, setiap hari menghabiskan 150 iris ikan pangggang, baik untuk jenis ikan pari maupun tongkol,” kata Mbak Yanti.
Mbak Yanti mengatakan, menu ikan pari lebih banyak diminta oleh pelanggannya. Setiap hari ia menyediakan 50 iris ikan pari dan 30 iris ikan tongkol.
Meneruskan usaha orang tua
Mbak Yanti menambahkan, warung yang ia kelola saat ini adalah merupakan warisan usaha dari almarhumah ibunya, Bu Sonah.
“Warung pecak ikan panggang dulu milik almarhumah ibu saya. Ibu saya meninggal tahun 2013, karena sakit. Sejak itu saya yang meneruskan. Dulu setelah sekolah saya kerap bantu ibu, dari buat sambal terasi, sayur asem dan lainnya. Sampai kemudian saya dikasih resep buat pecak ikan pari panggang,” kata Bu Yanti.
Bu Sonah semula berjualan nasi bungkus dan tempe serta tahu goreng. Waktu itu, tempat untuk berjualan nasi bungkus menggunakan gerobak kecil, adapun untuk eyub–eyub (tempat berteduh), menggunakan selembar plastik tebal. Setiap hari dagangan almarhumah ibu saya cukup laris, kendati hanya nasi bungkus, tempe dan tahu goreng serta teh manis.
Ia menambahkan, banyak pembeli yang terdiri dari para buruh kasar itu yang mengusulkan agar lauknya jangan melulu, tempe maupun tahu goreng, perlu ditambah ikan laut. Nah, bulan berikutnya, Bu Sonah lalu membuat pecak ikan panggang, atau ikan asap dari berbagai jenis. “Tenyata yang paling laku adalah pecak ikan pari dan tongkol panggang, dengan sambal terasi tomat,” kata Mbak Yanti.
Tahun berikutnya, saat jumlah pembelinya meningkat, Pemkot Pekalongan membuat kios atau lapak permanen di jalan Tentara Pelajar, tepat di sebelah utara lampu bangjo, dengan ukuran 3 X 10 meter, yang diperuntukan bagi pedagang kaki 5 di seputar jalan tersebut. “Almarhumah ibu saya lalu mengambil satu lapak, yang harus diangsur Rp.150 ribu/bulan selama 5 tahun, dengan hak kepemilikan sebagai hak guna pakai, bukan hak milik,” kata dia.
Tenyata warung pecak ikan yang dikelola Bu Sonah makin berkembang, setiap hari pembeli atau pengunjung yang datang dari lintas profesi. Mulai dari warga masyarakat biasa hingga pejabat.
Pejabat yang datang ke warungnya, menurut Mbak Yanti, mulai dari Walikota Pekalongan, yaitu almarhum H.Achmad Alf Arslan Djunaid, yang akrab dipanggil Pak Alex. Pak Alex menjabat sejak 17 Pebruari 2016 hingga 7 September 2017. Hingga sejumlah anggota DPRD, dan PNS lainnya.
“Pak Alex meninggal karena sakit dan digantikan wakilnya yang bernama Bapak H.Saelany Machfudz. Beliau juga sering makan siang di warung kami,” ujar Mbak Yanti.
Jika dulu warung pecak ikan itu menggunakan nama Warung Bu Sonah. Kini, warungnya berganti nama jadi Warung Mbak Yanti.
“Untuk mengubah nama warung diperlukan waktu yang cukup lama, tidak serta merta. Karena kalau langsung diganti nama, para pelanggan atau pembeli akan tanda tanya. Sehingga untuk mengganti nama butuh waktu perlu satu tahun lebih. Setelah para pelanggan terbiasa dengan saya sebagai pemilik warung, baru nama warung saya ganti dengan nama warung makan Mbak Yanti,” tambah dia.
Ada menu lain untuk yang nggak doyan pedas
Anak sulung pasangan Dalari (65) dan Sonah (almarhumah) dari 4 bersaudara itu mengaku, untuk menyiapkan warungnya setiap hari, ia harus bangun pagi sebelum subuh, dibantu tiga orang pembantunya yang semuanya perempuan. Tugas warung yang harus dikerjakan, antara lain menanak nasi, menggoreng telor, menyiapkan ikan panggang dan lauk lainnya, termasuk membuat sambal tomat terasi.
“Untuk melengkapi 80 iris ikan pari dan tongkol panggang, membutuhkan cabai 3 kg dan tomat 5 kg, kemudian diuleg hingga tercampur halus. Dulu, sebelum pandemi saat warung ini mampu menghabiskan 150 potong ikan panggang, setiap hari membutuhkan bahan untuk sambal hingga dua kali lipat. Yaitu, 6 kg cabai dan 10 kg tomat,” tutur isteri dari Dasmali (50) itu.
Sementara itu, salah seorang pelanggan warung Mbak Yanti, bernama Ihksan (50) warga Pekalongan, saat di ajak berbincang Mojok.co, mengatakan ia sudah cukup lama menjadi pelanggan.
“Setiap makan siang saya sering ke warung Mbak Yanti. Saya cocok sambal terasi tomatnya. Rasanya selain pedasnya menyengat, juga sedikit asin dan agak manis. Benar-benar cocok buat saya, juga barangkali bagi pelanggan yang lain,” ungkap Ikhsan yang sehari-harinya bekerja sebagai PNS itu sambil menyeka peluh di keningnya.
“Saya pernah mengajak isteri saya makan siang di warung ini, isteri saya termasuk bukan penyuka sambal pedas. Maka ketika saya ajak makan siang di warung Mbak Yanti, ia hanya memesan lauk telor dadar,” terang Ikhsan.
Mbak Yanti membenarkan, di samping menyediakan pecak ikan pari dan tongkol, warungnya juga menyajikan aneka lauk, seperti telor dadar, pecak ayam dan pecak tempe. Semua itu untuk memenuhi selera pembeli yang tidak doyan pedas.
Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku warungnya, berupa ikan pari atau ikan peh (Gymura Spp/Dasyatis Spp) dan ikan tongkol (Euthynnus alffinis) yang sudah diiris dan dipanggang atau diasap, menurut Mbak Yanti, setiap hari dipasok oleh seorang bakul (pedagang) ikan dari Kabupaten Batang.
“Selama ini Bu Witi, pemasok ikan panggang atau ikan asap yang berasal dari Batang itu, tidak pernah absen. Tiap pagi ikan yang saya pesan pasti datang. Kalau berhalangan, ia memberitahukan lewat teleponi,” jelas Mbak Yanti.
Jika ikan pari atau tongkol tidak ada di pasaran, Warung Pecak Ikan Mbak Yanti tetap buka. Mbak Yanti akan mengganti dengan jenis ikan yang lain yaitu, ikan cucut, ikan kakap merah, ikan kanang atau ikan kerapu. Semuanya sudah diris dan dipanggang atau diasap. “Meskipun para pelanggan seleranya lebih cocok dengan ikan pari dan tongkol, tapi tetap laku juga, walaupun penggemarnya tidak terlalu banyak,” sebut Mbak Yanti.
Reporter : Kasirin Umar
Editor : Agung Purwandono
BACA JUGA Larangan Membuka Jati Diri Mbah Bungkul dan Harta Karun yang Dikubur Keluarga dan liputan menarik lainnya di Susul.