Ragam peristiwa unik terjadi pada penumpang yang pernah merasakan naik bus ALS. Bus dengan tujuan Jawa-Sumatera atau sebaliknya ini memiliki rute yang sangat panjang. Tak heran dalam perjalanan selama beberapa hari, para penumpang punya cerita yang tak terlupakan.
***
Bus Antar Lintas Sumatera atau yang akrab disingkat ALS sedang melindas aspal jalanan dari Jakarta menuju Merak. Sudah satu hari Kurniawan Andos (25) duduk di bus tersebut. Andos hendak menuju kampung halamannya, Kota Medan, Sumatera Utara dari Jogja. Itu tandanya, Andos harus menempuh perjalanan selama dua hari dan dua malam lagi untuk sampai Medan. “Awak sudah biasa naik bus, namun pada perjalanan itu, awak dapat musibah,” katanya.
Andos diam seraya menatap jalanan panjang meninggalkan Jakarta. Sampai tiba-tiba, laki-laki yang duduk di samping Andos mengerang menyeramkan dan membuat pandangan Andos terpaku ke laki-laki tersebut. “Kau tahu, tubuhnya berkeringat kali, wajahnya pucat,” kata Andos. Beberapa saat kemudian laki-laki di samping Andos itu menangis dan minta tolong ke Andos. “Permintaan yang di luar batas nalar manusia,” katanya.
“Awak kira dia kesurupan Begu Ganjang, kan,” kata Andos. Beberapa saat kemudian laki-laki itu berkata kepada Andos bahwa ia belum terbiasa naik bus—apalagi rute jauh dan lama seperti rute Jogja–Medan. Andos pun memperagakan laki-laki itu ketika lamat-lamat berbusik kepadanya, “Laki-laki itu berkata, ‘Mas, saya berak.’ Bah, cemana pulaaaak!”
Seni menaiki bus rute Jawa–Sumatera
Kisah yang lain datang dari salah satu kru kabin ALS rute Jember ke Medan, Friza Bagoes Hutomo (27) selama enam tahun berkarier, ia mengaku baru pertama kali mengalami kejadian yang super membingungkan. “Disebut horor sih, ya horor. Tapi bukan setan,” katanya. Kejadian yang dialami oleh Friza terjadi ketika sedang trip rute Jember ke Medan, dan hal yang tidak mengenakkan itu terjadi di sekitar rest area Tol Jakarta – Merak KM. 69, Serang.
Friza bercerita, sebelum melakukan perjalanan, ia dan kru lainnya menyiapkan segala keperluan. Bus ALS rute Jember ke Medan nomer seri 309 dengan julukan Aktor Jember selalu diperlakukan seperti seorang anak sendiri—dikasihi dan disayangi—oleh para kru. Bus dengan sasis Mercedes Benz OH 1521 Intercooler yang sudah ada sejak 1996 ini seakan diciptakan untuk membelah jalanan terjal Sumatera dan jalanan panjang Jawa. Untuk ongkosnya sendiri, Jember-Medan dipatok dengan harga Rp650 ribu sedangkan Jember-Pekanbaru sekitar Rp570 ribu.
Sasis Mercedes Benz OH 1521 yang di kalangan pecinta bus disebut sebagai “koler” ini mampu mengangkut beban sampai 15 ton dan juga bertenaga sampai 210 TK. Sasis ini terkenal lebih empuk dan nyaman ketimbang sasis sebelumnya, yakni Mercedes Benz OH 1518 yang memiliki julukan “King”.
Friza berpendapat, “Bus ALS 309 dengan sasis OH 1521 itu nyaman untuk rute jauh seperti Jember ke Medan. Harusnya, penumpang sedikit terbantu untuk melewati rute jauh dan lama selama di dalam kabin.” Ya, harusnya, namun pernah ada kejadian yang tak terlupakan.
“Kru selalu menyiapkan sebaik mungkin, namun ada saja halangan yang kami alami,” katanya. Menurut Friza, bus ALS 309 start dari Jember dan berhenti untuk Shalat Magrib di rest area Tol Probolinggo. Lantas istirahat makan malam di daerah Gempol sebelum akhirnya bus melaju selama berjam-jam melintasi jalanan mulus Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sampai sekitar pukul empat pagi, bus sampai di daerah Kudus dan berhenti untuk istirahat dan Shalat Subuh. “Masih lancar-lancar aja,” kata Friza.
“Setelah istirahat di pool ALS Semarang, biasanya ambil istirahat lagi di Tol Plumbon Cirebon dan langsung joooos ke Merak,” kata Friza dengan penuh semangat. Lantas dipungkasi dengan nada menahan tawa sekaligus getir, kejadian terjadi di Tol Jakarta–Merak KM. 69 Serang. “Dari banyak kejadian lucu, yang paling aku ingat ya tentang kejadian ini,” katanya.
Bus meninggalkan Jakarta dan hendak menuju Pelabuhan Merak. Sudah hampir seharian bus ini lari lintang pukang dari Jember, kampung halamannya. Sebagian penumpang sudah memasang wajah lelah, sedang Friza dengan sigap mengajak ngobrol para penumpang agar lelahnya terdistraksi dengan sebuah obrolan.
“Ada ibu-ibu yang nempel terus dengan aku—dan kru yang lainnya,” katanya. Friza mengaku bahwa ia juga kadang terasa lelah walau terbiasa rute Jember–Medan. Menurutnya, dengan obrolan lah lelah itu bisa sedikit berkurang. Adanya ibu-ibu yang terus nempel dengan para kru dan mengajak ngobrol terus, Friza menjadi mafhum.
“Tiba-tiba ada aroma tidak sedap,” kata Friza. Ia dan para kru lain menyelidiki sumber bau tersebut, ternyata sumber bau yang menguar itu bermuara di tempat duduk si ibu tadi. Adanya kotoran manusia menjadi pemandangan yang tak biasa bagi Aktor Jember 309, bus yang memegang rute paling jauh se-Indonesia sejak 1999 itu.
Perjalanan selama lima hari dan empat malam memang tidak pernah mudah, namun Friza berkata, “Itu seninya.” Untuk diketahui, ALS 309 si Aktor Jember adalah bus bertipe AC Royal Non-Toilet. Bus dengan tipe ada toiletnya pun, seperti aturan internasional, penumpang dilarang untuk buang air besar di dalam toilet bus. Selain bahaya semisal bus ngerem, juga kebanyakan bus tidak dilengkapi septic tank. Kalau ada pun septic tank-nya kecil.
Usai kejadian tersebut, Friza dan para kru lantas berhenti selama satu jam di Tol Jakarta–Merak KM.69 daerah Serang hanya untuk membersihkan sisa kotoran si ibu tadi. Friza berkata dan membuat saya sebagai pendengarnya tertawa, katanya kru sudah menghabiskan dua botol pengharum namun baunya masih menyengat. Seperti toilet yang mampat.
Urusan menahan buang air besar selama lima hari dan empat malam itu bukan perkara mudah. Kurniawan Andos yang sudah menjadi langganan rute Jogja–Medan bahkan harus buang air besar di setiap rest area di mana bus berhenti. “Ketimbang makan, awak lebih memilih untuk berak!” Katanya dengan nada yang sengaja ditekan ketika bilang berak.
Andos yang membantu seorang laki-laki yang buang air besar di celana itu pun melanjutkan kejadian yang ia alami, katanya, “Dia minta tolong awak untuk bilang kepada supir dan kru untuk berhenti di POM terdekat. Awak jadi seperti babysitter dia dari Merak sampai Medan.” Walau agak mangkel, namun Andos berkata bahwa penumpang ALS kebanyakan sebelumnya nggak kenal, setelah turun di tempat tujuan malah jadi seperti saudara.
Menaiki bus rute jauh, baik itu Frieza selaku kru kabin maupun Andos sebagai pelanggan memiliki kesepakatan, ngobrol adalah jalan untuk memecah pusing, mual, dan juga rasa pegal selama di dalam bus. Andos juga selalu menyiapkan roti dan juga camilan favoritnya yang tidak membuatnya mual.
Penumpang lain, Wicak Aji (26) mengatakan ia rela tidak membuka ponsel pintarnya. “Layar ponsel bikin aku cepat pusing,” katanya. Wicak hanya sekali naik bus ALS dari Jogja ke Medan dan ia langsung kapok. Bukan karena pelayanan yang tidak sesuai, namun karena selama tiga hari dan dua malam, ia menahan bau tidak sedap dari penumpang di sebelahnya. “Aku adus, ha jejerku ora,” katanya yang artinya ia mandi, tapi penumpang di sebelahnya tidak mandi.
Wicak mengatakan, bus ALS selalu menyediakan waktu yang cukup untuk penumpangnya mandi di rest area atau di pool ALS di beberapa daerah. “Di Kabupaten Tengah, Lampung, berhenti. Kabupaten Sarolangun, Jambi, berhenti. Pool ALS Pekanbaru pun berhenti. Ha kok jejerku ora adus-adus,” kata Wicak dengan keluhan penumpang di sebelahnya tidak pernah mandi.
Wicak menjabarkan kepada saya, dan hasilnya adalah gelak tawa. Katanya, tiap penumpang di sebelahnya ngomong, ia langsung memilih untuk memutus obrolan. “Perjalanan lintas Sumatera itu pemandangannya luar biasa, kru bus juga ramah, masalahnya cuma satu, penumpang sebelahku kok ya mambu gadhul e pating sembribit.”
Rute Sumatera yang masih penuh tantangan
Niels Mulder dalam bukunya yang berjudul Doing Java: An Anthropological Detective Story menuliskan hal menarik tentang jalanan Sumatera. Katanya, “Kondisi jalan amat berat, yakni berupa tanah yang licin genangan air, kubangan lumpur dalam, yang oleh para supir truk ditaklukkan dengan menarik kendaran dengan alat penarik yang dilengkapi tali.” Itu yang dialami oleh Niels Mulder pada 1969, lantas bagaimana di 2022 ini?
Jargon Jokowi perihal kerja, kerja,dan kerja nyatanya bukan hanya omongan semata. Ini ditandai dengan laju pesat pembangunan ruas jalan di Pulau Sumatera. Peraturan Presiden (Perpres) nomor 117 tahun 2015 tentang perubahan atas Perpres nomor 100 tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol Sumatera jadi buktinya. Namun, setelah kerja, kerja, dan kerja, apakah ditutup dengan antisipasi, tanggulangi, dan hati-hati? Nyatanya masih banyak celah.
Salah seorang anggota grup Facebook ALS Mania bernama Syafri San Jaya berkomentar di postingan milik Frieza yang sedang promosi ALS 309 rute Jember–Medan untuk keberangkatan 10 Februari 2022 tempo lalu. Syafri berkomentar, “Sedikit informasi, kalau mau melewati Pasir Pengaraian–Ujung Batu, Rokan Hulu, Riau sedang rawan pelemparan batu.”
Nampaknya pelemparan batu bukan hanya menjadi problem dilematis bus AKAP Pulau Jawa, atau bus rute Jawa–Bali– Mataram. Karena pelemparan batu, acap kali ditemui di berbagai tempat relatif sepi di jalan lintas darat Pulau Jawa. Modus operandi dari pelemparan batu ini sudah dihafal oleh para supir dan kru bus. Menurut mereka, agar bus berhenti dan para bajing lompat dan perampok bisa menjarah bus mereka.
Dikutip dari CNBC Indonesia, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan dari sekian panjang Tol Trans Sumatera dari Utara dan Selatan, hanya ada ruas yang dianggap rawan yaitu tol bagian selatan di wilayah Mesuji dan Kayu Agung. “Ini memang masalah sosial di sana, sebagai pembanding tol di Kalimantan juga sepi, tapi malah aman,” katanya.
Frieza Bagoes Hutomo berkata bahwa tidak semua jalanan di Pulau Sumatera ramah untuk laju bus. ALS 309 rute Jember – Medan, selalu membawa paket besar dengan berat 2 sampai 3 ton. Dengan beban yang besar, jalanan yang tidak ramah kadang membuat ban cepat aus. “Kadang menjadi penghambat,” katanya. Jalanan berkelok dan juga permukaan yang masih belum bisa dikatakan rata, menjadi medan tempur utama bagi armada bus lintas Sumatera.
Jan Santoso (24) rekan saya dari Sumatera yang beberapa kali ke Jawa pernah berceloteh mengenai alasannya lebih suka naik bus dari Palembang ke Jawa ketimbang naik pesawat. Selain lebih relatif murah, katanya, “Kalau aku naik bus itu pasti mabuk. Kapan lagi kan mabuk tanpa dilarang-larang oleh Perda, tapi malah dibantu sama penumpang lainnya.”
Reporter: Gusti Aditya
Editor: Purnawan Setyo Adi
BACA JUGA Lentera Damar Kurung Gresik dan Kisah Sang Maestro Masmundari dan liputan menarik lainnya di Susul.