Menjelang pemilihan kepala daerah Pilkada atau pemilihan anggota legelatif, Warung Makan Roh Halus akan banyak didatangi orang-orang yang akan mencalonkan diri. Bagi warung yang sudah berusia 50 tahun ini, cicak jatuh jadi penanda ada rezeki sekaligus kabar duka cita.
***
Langkah saya berhenti di depan sebuah rumah sederhana yang masih terlihat tradisional dengan pintu berwarna biru. “Warung Makanan Roh Halus,” eja saya membaca kain banner yang tergantung di depannya. Lokasinya di Jalan R.E. Martadinata No.7, Wirobrajan, Kota Yogya.
Tentu saja, warung ini tidak menjual nasi, lauk ataupun es teh untuk mahkluk tak kasat mata. Warung Makan Roh Halus ini menjual bunga sripah, syarat keperluan ritual, dupa, dan aneka minyak.
Berusia sekitar lima puluh tahun, dulunya warung yang menjual bunga sripah ini tidak memiliki nama. “Orang-orang hanya menyebut warung bunga sripah,” ungkap wanita yang akrab disapa Mbak We (51). Ia merupakan pemilik generasi kedua dari warun gini saat ditemui oleh mojok.co.
Mbak We melanjutkan usaha dari mertuanya, sejak dua puluh lima tahun yang lalu. Saat itu, mertuanya sakit dan meninggal dunia. Mbak We yang memang sudah diajari untuk membantu menjual bunga ke pelanggan, akhirnya memilih melanjutkan dan memberi nama Warung Makanan Roh Halus agar terlihat unik dan berbeda.
Sudah banyak pelanggan adalah alasan Mbak We tetap mempertahankan Warung Makan Roh Halus ini sebagai sumber utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama keluarga kecilnya. “Kata orang Jawa, eman-eman jika warungnya ditutup,” ungkap Mbak We terkekeh.
Pelanggan Warung Makan Roh Halus ini memang tidak memandang kalangan. Mulai dari masyarakat kebanyakan hingga pejabat mencari dan membeli kebutuhan di warung ini. Paling umum adalah mencari bunga untuk menengok kubur atau nyekar serta syarat ritual dari paranormal.
Musim pilkada, pileg, ramai dikunjungi
Kata Mbak We, salah satu public figur yang jika nyekar di Jogja selalu membeli bunga di Warung Makanan Roh Halus adalah Roro Fitria. “Tapi, selain itu masih banyak juga artis dan pemain sinetron lainnya yang beli bunga di sini,” cerita Mbak We. Bagi Mbak We, bertemu dan mengobrol dengan para public figur ketika mereka sedang membeli bunga menjadi pengalaman yang sangat berharga selama dua puluh lima tahun ini.
Tidak hanya public figur, namun beberapa pejabat juga pernah datang ke Warung Makan Roh Halus. Menurut Mbak We, musim pemilihan kepala daerah dan pemilihan badan legislatif adalah saat warungnya menjadi ramai. Pasalnya, para pejabat itu biasanya datang dan membeli syarat agar keinginannya dapat tercapai. Meskipun demikian, tidak semua pejabat memiliki syarat yang sama. “Tergantung dukun atau paranormalnya,” kata Mbak We.
Tidak tanggung-tanggung, untuk membeli syarat, pejabat atau orang biasa bisa menghabiskan uang hingga lima juta rupiah. Pasalnya, syarat tidak hitungan satu dua saja, melainkan banyak. Meskipun begitu, Mbak We juga tidak hafal syarat apa saja yang harus digunakan, karena ragamnya yang sangat banyak. “Hampir tidak ada yang sama, tapi beberapa kali disuruh mencarikan ayam cemani,” ungkap Mbak We dengan mata menerawang.
Hafal syarat yang diminta paranormal
Tidak semua syarat itu mudah dicari. Salah satu syarat ritual yang menurut Mbak We paling langka adalah bunga kantil merah. Bahkan, sampai sekarang, Mbak We masih kesulitan jika ada yang mencari bunga kantil merah. “Barangnya langka, susah didapatkan,” jelas Mbak We.
Jangan berpikir bahwa Mbak We akan jalan-jalan untuk mencari syarat-syarat itu. Kata Mbak We, sudah tersedia pemasok dari syarat-syarat itu, seperti pemasok ayam cemani, pemasok minyak, dan lain sebagainya. Mbak We hanya tinggal mengambil dan menjual ke pelanggan-pelanggannya. Namun, ada pula yang Mbak We membuat sendiri, salah satunya air mawar.
Kembali ke syarat ritual, Mbak We mengatakan bahwa syarat tidak bisa diganti. “Jangankan diganti, beda bentuk saja sudah salah,” ungkap Mbak We terkekeh. Mbak We bercerita ada seorang laki-laki yang membeli minyak dengan wadah berbentuk bulat, padahal seharusnya wadah berbentuk kotak. Karena itu, Mbak We tidak melarang ketika ada pembeli yang harus mengembalikan atau menukar barang yang sudah dibeli karena tidak sesuai dengan perintah dukun atau paranormal.
Biasanya, hal itu terjadi lantaran pembeli masih belum paham dengan syarat yang diberitahukan oleh paranormal, sehingga mengalami kebingungan saat membeli di Warung Makan Roh Halus.
Berbekal pengalaman dan kebiasaan melayani pembelian syarat ritual, Mbak We menjadi hafal sedikit-sedikit dengan syarat-syarat itu. “Lama-lama bisa niteni setiap syarat dari dukun atau paranormalnya,” ungkap Mbak We terkekeh. Bahkan kata Mbak We, beberapa dukun atau paranormal ada yang menganjurkan untuk membeli syarat ritual di Warung Makan Roh Halus atau tempat Mbak We.
Semakin aneh perintah dari dukun atau paranormal itu, ada pula yang menyampaikan syarat ritual itu harus dilayani langsung oleh Mbak We. Begitu pula dengan pelanggan bunga, ada juga yang tidak mau jika penata bunganya bukan Mbak We. “Pokoknya harus dengan Mbak We,” ucap Mbak We menirukan pelanggannya.
Sehari-hari, untuk berjaga di Warung Makan Roh Halus ini, Mbak We memang dibantu oleh kakaknya dan dua pekerja. Biasanya, Warung Makan Roh Halus akan buka sekitar pukul lima pagi, dan tutup saat tengah malam. Namun, bunga sripah di Warung Makan Roh Halus baru akan datang sekitar pukul tujuh pagi, mengingat pengiriman dari Boyolali dan Magelang.
Cecak jatuh jadi penanda ada yang meninggal
Bunga sripah di Warung Makanan Roh Halus memang selalu baru setiap hari. Mbak We tidak ingin mengecewakan pembeli dengan memberikan bunga layu. Sedangkan, sisa bunga hari sebelumnya akan dilepas, dijadikan bunga tabur, dan diberikan gratis sebagai tambahan untuk pembeli bunga sripah.
Berbicara soal hari ramai, di Warung Makan Roh Halus ini memang akan sangat ramai pada Jumat Kliwon dan Jumat Legi. “Dua hari sakral itu pembelinya bisa sampai antre,” cerita Mbak We. Usut punya usut, rupanya di dua hari sakral itu, kebanyakan yang dibeli adalah syarat ritual, seperti ritual di Parang Kusumo dan ritual untuk menarik benda pusaka.
Kraton Yogyakarta rupanya juga menjadi langganan tetap Warung Makan Roh Halus, bahkan sejak warung itu masih dipegang oleh mertua Mbak We. “Abdi dalem yang beli bunga dan syarat kebutuhan Kraton,” ungkap Mbak We. Menurut cerita Mbak We, abdi dalem itu akan pergi di hari Jumat atau di saat pergantian sesajen. Selain itu, juga jika ada perayaan dan upacara, salah satunya perayaan weton Sri Sultan.
Sebuah fakta unik dari Warung Makan Roh Halus adalah penanda cicak jatuh. Menurut Mbak We, sejak dua puluh lima tahun lalu, jika ada cicak jatuh berarti warungnya akan kedatangan pembeli bunga sripah karena ada yang meninggal. “Pernah ada saudara yang meninggal,” cerita Mbak We.
Belum mendapatkan kabar, Mbak We sudah tahu melalui cicak jatuh. Tidak selang lama, saudaranya yang lain datang untuk mengabarkan sekalian membeli bunga sripah. Jika awalnya hanya saudara, lambat laun semua orang yang bertujuan membeli bunga sripah karena ada yang meninggal bisa diketahui oleh Mbak We dengan cicak jatuh sebagai penanda.
Belum pernah ketemu hal gaib
Selama mengobrol dengan Mbak We, aura legendaris dari Warung Makan Roh Halus memang cukup kental. Rupanya, hingga saat ini, beberapa pelanggan Warung Makan Roh Halus merupakan pelanggan tetap sejak saat dipegang oleh mertua Mbak We. “Pernah juga ada pelanggan yang beli bunga untuk nyekar orang tuanya,” ungkap Mbak We. Saat mengobrol, barulah Mbak We tahu bahwa pelanggannya itu selalu beli bunga di Warung Makan Roh Halus karena wasiat dari orang tuanya.
Kata Mbak We, orang tua pelanggannya itu dulu semasa hidup selalu beli bunga di Warung Makan Roh Halus dan kemudian ingin ketika sudah meninggal, bunga yang ada di kuburannya adalah bunga dari Warung Makan Roh Halus.
Beruntung, hingga saat ini, Mbak We mengaku belum pernah bersentuhan dengan hal-hal gaib ataupun semacamnya.
Lunturnya kebudayaan Jawa, memang sedikit berpengaruh pada Warung Makan Roh Halus. “Zamannya sudah berbeda,” ungkap Mbak We. Jika dahulu orang Jawa sangat percaya dengan kebiasaan nyekar, zaman sekarang mungkin sudah berkurang. Namun, banyak hal yang disyukuri oleh Mbak, salah satunya masih mampu menghabiskan 15-20 jaring bunga sripah dalam sehari.
Mbak We memang punya jurus khusus untuk melanjutkan usaha Warung Makanan Roh Halus ini, salah satunya adalah keramahan. Setiap melayani pelanggan, Mbak We berusaha untuk mengajak bercerita dan menjadi seorang yang murah senyum, serta humoris.
Hal itu pula yang dilakukan Mbak We dengan banyaknya persaingan orang yang berjualan bunga. “Semua ada pelanggannya sendiri, ada rezekinya sendiri,” ungkap Mbak We. Harga yang ditawarkan Mbak We untuk bunga sripah sekitar lima belas ribu rupiah, dan dapat berubah seiring berjalannya waktu.
Mbak We berharap, nantinya Warung Makan Roh Halus yang telah dilanjutkan bersama suaminya dapat bertahan dan dilanjutkan lagi oleh salah satu dari empat anaknya.
Pelanggan yang beli bunga untuk merawat benda pusaka tarikan
Kebetulan, mojok.co juga dapat berkomunikasi dengan salah satu pelanggan Warung Makan Roh Halus. Namanya Pak Hari* (60), seorang warga Bantul yang sering melakukan ritual untuk menarik benda-benda pusaka.
Pak Hari sudah berlangganan di Warung makan Roh Halus sejak duduk di bangku kuliah sekitar tahun 1980. “Saat itu, saya diajak teman untuk menarik benda-benda pusaka,” ungkap Pak Hari. Beberapa syarat yang harus dipenuhi Pak Hari, seperti minyak, bunga, dan dupa dapat dibeli di Warung Makan Roh Halus.
Menurutnya, Warung Makan Roh Halus ini lebih lengkap dari warung bunga lainnya. Melalui sambungan telepon video, Pak Hari menunjukkan beberapa koleksinya seperti tombak, keris, dan beberapa kuningan, serta batu akik hasil menarik pusaka.
Kata Pak Hari, benda tarikan itu memiliki perlakuan khusus, salah satunya adalah dirawat dengan minyak. “Kuningan yang bentuk pecut ini, mintanya dirawat pakai minyak serimpi,” ungkap Pak Hari. Untuk memenuhi kebutuhan perawatan itulah, Pak Hari akan datang ke Warung Makan Roh Halus dan membeli kebutuhan di sana.
“Saya senang dengan Warung Makan Roh Halus, selain memang pelayanannya ramah, juga sudah tahu kebutuhan kita, misal minyak serimpi ya sudah tahu kalau yang untuk keris atau kuningan yang mana, karena beda-beda,” pungkas Pak Hari.
BACA JUGA Tiga Cerita Tak Kasat Mata di Utara, Tengah, dan Selatan Yogya dan liputan menarik lainnya di rubrik SUSUL.