Sudah dua tahun ini, setiap akhir bulan Cak Eko memberikan soto gratis untuk konsumennya. Ada alasan tersendiri yang membuatnya rela memberikan cuma-cuma semangkok soto pada siapapun yang datang ke warungnya tepat di tanggal akhir bulan.
***
Pernah sepi pembeli
Soto Lamongan Cak Eko sudah jadi langganan saya selama ini. Butuh 15 menit untuk sampai di warungnya yang terletak nyaris di pinggir jalan. Lokasi persisnya di Jalan Melon, Mundusaren, Depok, Sleman. Letaknya agar tertutup 3 pohon yang berdaun rimbun.
Saya memesan dua mangkuk soto berukuran sedang. Satu untuk saya dan satunya lagi untuk pacar. Tak lama kemudian soto hadir di hadapan saya. Dua sendok sambal dan satu sendok bubuk koya saya tuangkan untuk melengkapi kelezatan soto itu, segera saya menyeruput kuah soto yang kental dan berwarna kekuningan.
Sesudah melahap soto tanpa tersisa sedikit pun, saya melangkah ke arah kasir untuk membayar sekaligus menyampaikan niat untuk melakukan wawancara. Saya mengobrol dengan istri Cak Eko, kemudian saya diminta menunggu suaminya karena tengah pergi. Beberapa menit kemudian Cak Eko datang.
Cak Eko (37) menyapa dengan senyum ramah. Saya pun mulai berbincang dengannya. Saya bertanya pada beliau tentang berdirinya usaha warung soto miliknya. “Berdiri sejak tahun 2011, Mas” kata Cak Eko.
Cak Eko pertama kali membuka warung soto pada tahun 2011. Saat itu ia memulai usahnya dengan konsep kaki lima. “Alhamdulillah sekarang sudah banyak pelanggan, dulu di tahun pertama sepinya minta ampun, Mas” ucap Cak Eko mengenang kondisi berdagang sepuluh tahun yang lalu.
Di tahun pertama berjualan Cak Eko hanya berdagang bersama istrinya. Ia sempat berada di titik tak yakin bahwa usahanya akan berjalan mulus. Bahkan sekali waktu ia pernah dibangunkan seorang pengunjung yang hendak membeli sotonya. “Saking sepinya saya ketiduran, Mas,” jelas Cak Eko.
Kendati demikian, warung sepi pembeli, Cak Eko terus bertahan. Mau bagaimanapun untuk menyambung hidup ia kudu bisa menjalankan usahanya sebagai napas kehidupan keluarganya. Hingga di tahun ke dua ia mulai menuai buah kesabaran dan usaha kerasnya mempertahankan usaha. Pelanggan mulai bertambah.
Tahun 2016 masalah besar menghampiri dirinya, saat warungnya sudah mulai dikenal secara luas. Tiba-tiba tanah yang ia jadikan tempat memupuk pundi rezeki akan dibangun apartemen dan ruko. Raut wajah Cak Eko berubah sedih saat mengenang kejadian itu. Ia digusur atau diminta meninggalkan lokasi itu. Ia pun tak bisa melakukan apa-apa, tanah itu bukan tanah sewa.
“Tanah yang saya pakai dulu tanah kas desa, Mas. Saya cuman nembung ke dukuh dan diberi izin. Namun setelah ada perintah dari yang punya hajat pembangunan untuk meninggalkan lokasi, saya pun kukut dari tempat itu” terang Cak Eko.
Untung saja, setelah kebingungan Cak Eko untuk mencari lokasi baru. Ia menemukan lokasi yang tak jauh dari tempat berdagangnya yang dulu. Kurang lebih 200 meter jaraknya. Tanah baru yang digunakan berdagang itu lebih luas, dan bertahan sampai kini.
Cak Eko banyak mengenang kejadian-kejadian yang ia rasa membantu dirinya mencapai titik menggembirakan. Yang menjadi ciri khas dari soto Lamongan adalah adanya tambahan sajian koya di dalam semangkuk soto. Saat itu koya yang disajikan untuk pelanggan diatur oleh Cak Eko sendiri, karena ia menyediakan stok koya dengan terbatas karena boros.
“Sekali waktu saya mendapat masukan dari pelanggan untuk menyediakan koya di atas meja makan, jadi pembeli bisa mengatur koyanya sendiri,” kenang Cak Eko.
Menurut Cak Eko masukan dari pelanggan itu sangat membantunya. Dulu acap kali pelanggan banyak yang tak jadi beli karena kehabisan koya. Namun, berkat masukan dan keberanian Cak Eko menyediakan koya di atas meja, menjadikan pelayanan terhadap pelanggan menjadi memiliki nilai tambah. Ia pun tak takut kehilangan pembeli karena kehabisan koya.
“Awalnya takut boros, Mas, tapi ini menjadi semacam ciri khas di tempat saya. Karena belum banyak soto Lamongan yang menyajikan koya di atas meja makan,” terang Cak Eko
Alasan ada soto gratis di akhir bulan
“Sebagai bentuk syukur kepada Tuhan dan rasa terima kasih pada pelanggan, Mas” ucap Cak Eko setelah saya tanya alasan memberikan soto gratis di akhir bulan.
Cak Eko berkisah, memberikan soto gratis di setiap akhir bulan ini baru diadakan 2 tahun. Yang pertama adalah sebagai bentuk rasa syukur atas rahmat dari Tuhan. Selain itu, ia terkenang dengan pelanggan-pelanggan, tanpa kepercayaan mereka—pelanggan, atas usaha menikmati resep soto Cak Eko, beliau tak akan bisa merasakan pencapaian saat ini.
Tak sedikit pelanggan dari soto Cak Eko adalah mahasiswa. Beliau menyadari, banyak mahasiswa di Yogya merupakan mahasiswa rantau. Sehingga ia sedikit mengerti, biasanya di akhir bulan ada mahasiswa yang mengalami kehabisan uang saku, bahkan sampai bingung mau membeli makan. Paling tidak dengan adanya soto gratis ini bisa dimanfaatkan bagi mereka yang sedang kehabisan uang saku di akhir bulan.
Pernah sekali waktu, usaha Cak Eko mengadakan soto gratis dianggap sebagai langkah strategi marketing. Ia tak mempermasalahkan hal itu. “Yang jelas niat saya untuk kebaikan, Mas,” ucap Cak Eko dengan lugas. Soto gratis di Soto Lamongan ‘Cak Eko’ terlaksana di tanggal akhir bulan.
“Tanggal terakhir dalam kalender, Mas,” ucap Cak Eko. Pengadaan soto gratis itu berlangsung dari bukanya warung soto pada pukul 6 sampai dengan pukul 9 pagi. Di bulan lalu, Agustus, untuk soto gratis Cak Eko menghabiskan 12 ekor ayam. Jumlah itu melebihi jumlah biasanya yang hanya 7-8 ekor.
“Mbludak berarti, Pak” tanya saya
“Iya, Mas, Sampe kepontang–panting. Tapi saya senang,” jawab Cak Eko
“Apa tidak rugi, Pak,” tanya saya lagi
Cak Eko menjelaskan, kalau dihitung di hari itu pasti rugi, karena tidak mungkin bisa belanja untuk hari selanjutnya. Akan tetapi segala perhitungan sudah diatur Cak Eko, semua sudah ia perkirakan dengan matang.
“Segala laku baik akan mendapat kebaikan pula kan, Mas. Yang penting berkah,” pungkas Cak Eko
Cak Eko juga bercerita, ketika sedang dalam nuansa soto gratis banyak pembeli yang belum tahu terkejut ketika hendak membayar, porsi sotonya tak dihitung. Mereka sempat merasa tak percaya kalau di hari itu makan soto sedang gratis.
Selain koya yang tersedia di meja makan dan bisa mengatur sendiri, taburan tauge, irisan daun bawang begitu menggiurkan, ditambah suwiran daging ayam dan potongan telur membuat saya menelan ludah terlebih dahulu sebelum menyantap.
Harganya pun sangat terjangkau, ada dua pilihan ukuran mangkuk soto. Besar seharga Rp9 ribu dan sedang Rp8 ribu. Oh iya, sotonya memang gratis, tapi menu pelengkap seperti sate usus, sate ati, sate telur puyuh, tempe goreng, dan bakwan tetap bayar.
BACA JUGA Satu Kata yang Jadi Penanda Warung Soto Enak di Yogya dan liputan menarik lainnya di rubrik SUSUL.