Seorang guru SMA negeri di Bantul blusukan dari kampung ke kampung untuk mengenalkan Wayang Kekayon Khalifah. Ia ingin mengenalkan superhero muslim melalui pertunjukan wayang.
Tidak ada tokoh wayang dalam universe pewayangan Jawa seperti Arjuna, Gatotkaca, Rahwana hingga Anoman muncul dalam setiap pertunjukan wayangnya. Justru sosok-sosok sentral dalam masa kekhalifahan Islam yang muncul seperti Umar bin Khattab, Salman Al Farisi, Bilal bin Rabah, hingga Muhammad Al-Fatih sebagai superheronya.
***
Pertengahan bulan Ramadan lalu, saya berjumpa dengan sosok lelaki bernama Lutfianto. Lelaki 43 tahun ini, merupakan salah seorang dalang kontemporer asal Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, yang akrab disapa Ki Lutfi Caritagama.
Bertempat di selasar masjid kampus STEI Hamfara, Senin (10/04/2023) lalu, saya berkesempatan melihatnya tampil. Mengenakan pakaian khas dalang seperti surjan, jarik serta blangkon, ia tampak semangat membeber sebuah lakon berjudul Khabbab bin Al Arat Papa.
Dari judulnya saja kita pasti sudah tahu, lakon wayang yang ia mainkan jelas tak sedikitpun berhubungan dengan kisah epos Mahabarata atau Ramayana. Apalagi begitu melihat bentuk wayangnya yang sangat unik dan tak biasa.
Penggambaran tokoh lewat gunungan
Tak satu pun dari tokoh wayang itu menyerupai bentuk sosok manusia. Semua wayang tampak serupa; berbentuk gunungan dengan gambar pola hiasan tulisan kaligrafi Arab, simbol-simbol tertentu, serta corak warna yang berbeda-beda.
“Namanya Khabbab bin Al Arat,” ujar sang Dalang, sambil memegang sebuah paraga wayang dengan gambar motif simbol pedang yang dikelilingi nyala api berwarna hijau serta rantai dan mushaf Al-Qur’an di bawahnya.
“Khabbab bin Al Arat adalah manusia pilihan. Ia salah satu Sahabat Nabi Muhammad SAW yang dulunya merupakan seorang budak. Ia pandai membuat senjata logam, terutama pedang. Setelah memeluk Islam, ia tak mau lagi membuat senjata untuk kaum kafir Quraisy. Karena hal itu, ia pun mendapatkan siksaan bertubi-tubi, hingga meninggalkan bekas luka di sekujur tubuhnya,” bebernya.
Tokoh Khabbab bin Al Arat, hanyalah satu dari puluhan superhero muslim yang jadi tokoh wayang yang biasa Lutfi mainkan dalan setiap pementasan. Selama ini orang mengenalnya sebagai dalang yang berhasil menggubah pertunjukan wayang kulit pada umumnya. Ia menampilkan sebuah pertunjukan wayang baru dengan jalan cerita yang berasal dari khazanah dan tokoh kebudayaan Islam.
Ceritakan sosok sahabat nabi
Superhero muslim dalam semesta yang ia buat, menceritakan kisah perjalanan hidup para sahabat nabi maupun tokoh-tokoh muslim di masa awal penyebaran Islam. Pertunjukan wayang yang dimainkan Dalang Ki Lutfi Caritagama ini biasa disebut dengan Wayang Kekayon Khalifah.
Wayang kekayon Khalifah adalah wayang yang berujud kekayon (gunungan) sumber ceritanya dari sirah Nabawiyah, Tarikh Khulafa’ ataupun babad di Nusantara dan kitab kitab Islam lainnya. Lutfianto atau Ki Lutfi Caritagama biasanya setiap pergelaran membagi dalam dua sesi yaitu, sarasehan (satu jam) dan performen (30 menit).
Meski belum begitu populer, Wayang Kekayon Khalifah telah menjadi produk budaya baru yang semakin memperkaya khasanah dunia pewayangan di Indonesia.
Selain telah pentas di berbagai daerah, baik sekolah-sekolah, kampus, masjid, komunitas, pameran, hingga forum resmi internasional, wayang ini juga telah menjadi objek penelitian dalam sejumlah judul skripsi S1 di UAD, UNY, serta UIN Sunan Kalijaga. Termasuk juga menjadi subjek penelitian untuk program magister S2 dan program doktoral S3.
Guru Bahasa Jawa yang punya ide setelah ikut kongres wayang
Lahir dan tumbuh di kampung seniman Tamantirto Kasihan Bantul, Lutfianto, memiliki latar belakang pendidikan yang tidak banyak seniman pada umumnya memiliki. Ia tercatat sebagai lulusan program S1 Jurusan Sastra Jawa UGM. Serta lulusan S2 Program Studi Interdisiplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di UIN Sunan Kalijaga.
Lutfi saat ini aktif mengajar sebagai guru bahasa Jawa di SMA Negeri 1 Pajangan Bantul. Ia juga juga tercatat sebagai mahasiswa program doktoral S3 yang mengambil Konsentrasi Kependidikan Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
“Pertama kali ide membuat Wayang Kekayon Khalifah ini muncul setelah saya mengikuti kongres wayang di PKKH UGM dan Hotel Garuda selama tiga hari. Penyelenggaranya UNESCO sekitar bulan November tahun 2013 silam,” ujarnya.
View this post on Instagram
Setelah melakukan riset dan studi literatur, Lutfhi mulai mewujudkan ide-idenya. Ia mengonsep dan memvisualisasikan sejumlah tokoh sahabat Nabi dalam bentuk wayang. Pertama-tama yang ia buat adalah empat tokoh sahabat Rasulallah. Empat tokoh yang termasuk dalam Khulafaur Rasyidin, seperti Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Tiga prinsip Wayang Khalifah
Agar tidak melanggar fikih Islam, ia pun menggambarkan setiap tokoh tersebut bukan dalam bentuk sosok wujud menyerupai manusia sebagaimana wayang purwa pada umumnya. Melainkan lewat seni kaligrafi, serta simbol-simbol gambaran sifat maupun kepribadian tokoh dalam sebuah gunungan wayang.
“Prinsipnya Wayang Khalifah itu ada 3. Yakni tidak melanggar fikih Islam, indah atau estetis, serta mengandung ajakan kebaikan atau dakwah,” katanya.
Dibantu desainer, kaligrafer, penatah, penyungging, hingga penggapit wayang profesional, secara serius ia membuat wayang-wayang itu dengan memanfaatkan bahan kulit sapi asli. Tak main-main, untuk membuat satu tokoh wayang ia pun harus mengeluarkan biaya antara Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per unit tergantung kerumitannya. Hebatnya semua itu ia lakukan dengan biaya sendiri.
“Saat ini sudah ada lebih dari 80 tokoh yang saya buat. Walau beberapa di antaranya ada yang sama. Rencananya memang masih ingin membuat lebih banyak lagi. Baik itu tokoh sahabat Nabi yang laki laki maupun perempuan, termasuk juga untuk lhalifah khalifah atau sahabat setelah khulafaurasyidin,” katanya.
Lakon-lakon dalam Wayang Khalifah
Tak hanya tokoh wayang, Lutfi juga mengonsep dan membuat sendiri lakon atau jalan cerita Wayang Kekayon Khalifah. Sampai sekarang sudah ada sekitar 10 lakon yang biasa ia mainkan dengan bahasa Jawa.
Beberapa di antarnaya seperti lakon Mulabukanipun Dakwah Rasul, Ja’far bin Abi Thalib Duta, Jumenenging Kanjeng Nabi ing Madinah, Bedhahipun Konstantinopel, Brubuhan Badar Kubro, Ranjaban Habib bin Zaid, Salman Al-Farisi: Mbela Nabi kanthi damel kali, Abu Dzar Al Ghifari: Prasaja mboten neka-neka, Bilal bin Rabah: Sasmita drajating manungsa, hingga Abdullah bin Umar: Sregep ngibadah ora angon wayah, dsb.
“Sebagaimana dalam wayang purwa, sebenarnya masih punya rencana untuk membuat lakon sebanyak-banyaknya. Baik itu untuk lakon banjaran, brubuhan, lakon papa atau sedih, lakon duta atau utusan, hingga lakon jumenengan atau pengangkatan,” katanya.
Meski tetap menggunakan sejumlah instrumen wayang purwa seperti kelir, lampu blencong hingga gedebog pisang, tapi pergelaran Wayang Kekayon Khalifah ini tanpa penyanyi wanita atau sinden. Meski begitu tetap ada lagu berupa tembang macapat dengan iringan instrumen suara berupa keprakan dan dhodhogan.
Selain lebih ringkas dan tidak memerlukan banyak personil, ia memilih kedua instrumen itu karena menjadi ciri khas wayang asli Indonesia. Lutfi menjelaskan prinsip pagelaran Wayang Kekayon Khalifah lebih menonjolkan sarasehan. Sementara performing dengan membaca geguritan atau puisi jawa dengan nada dalang, dan tembang macapat.
Uniknya dalam setiap pergelaran, setiap penonton atau audien juga akan mendapat lembaran teks untuk menyimak. Di dalam teks tersebut terdapat narasi serta tembang macapat yang berisi alur cerita sejarah lakon yang sedang ia mainkan.
“Sebenarnya ada keinginan untuk membuat tim gamelan. Namun, saat ini masih terkendala masalah waktu. Baik itu untuk mengajar, kuliah, membuat karya wayang serta lakon, ataupun menghadiri seminar, pameran dan lain-lain,” katanya.
Keliling Indonesia kenalkan wayang khalifah
Lutfi mengenalkan wayang Kekayon Khalifah kreasinya hingga ke berbagai daerah di Indonesia seperti Jakarta, Banten, Jember, Malang, Palu hingga Kupang. Lutfi mengaku memiliki misi untuk ikut berkontribusi dalam menyebarkan dakwah Islam. Khususnya mengenalkan dan mengingatkan kembali umat muslim pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat, dengan cara mendialogkan Islam dan budaya Jawa, lewat wayang.
“Kalau ditanya sampai kapan, ya selama-lamanya, mungkin sampai saya meninggal dunia,” katanya.
Selama kurang lebih 10 tahun mengenalkan superhero muslim lewat wayang kreasinya, Lutfi mengaku telah banyak merasakan suka duka menjadi seorang dalang wayang Kekayon Khalifah. Baik itu mendapat respon positif dengan diundang dimana-mana, bertemu sejumlah pakar mulai dari pakar kaligrafi, sastrawan Jawa, pakar simbol dan semiotik, atau pakar Agama Islam.
Tahun 2019, Lutfianto sebenarnya mendapatkan undangan dari Konfrensi Internasional Pengurus Cabang Internasional Nahdlatul Ulama (PCINU) di Belanda kampus Radboud University, Nijmegen. Saat itu ia akan membawakan makalah dengan judul ‘Wayang Kekayon Khalifah Yogyakarta: Delivering Islam in Nusantara with Different Ways’.
Namun, karena sesuatu hal terutama persoalan biaya, ia nggak bisa berangkat. Akhrinya ia hanya mengirimkan makalahnya saja.
“Paling bangga itu saat wayang saya dikoleksi oleh Museum Nasional Jakarta. Itu artinya karya saya sudah mendapat pengakuan sebagai salah satu produk budaya yang ada di Nusantara,” pungkasnya.
Reporter: Jatmika Kusmargana
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Wayang Beber Sabendino dan Pusaka Keraton Mataram Islam yang Tercecer dan tulisan menarik lainnya di kanal Liputan.