Toko Kaset Kurnia Illahi Solo, Tempat Didi Kempot Titip Jual Albumnya

Ilustrasi Toko Kaset Kurnia Ilahi. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Toko Kaset Kurnia Illahi di Solo sudah berusia 48 tahun. Toko ini dulu jadi tempat orang-orang mencari album musik favorit. Namun, seiring perjalanan waktu toko ini kian terbenam di masa senjanya.

***

Orang-orang yang lahir pada medio 1970 hingga 1990 sudah pasti tumbuh dengan budaya mendengarkan musik lewat kaset pita. Mereka rela berburu album kaset dari musisi favorit untuk dikoleksi. Pada masa jayanya, di kota-kota besar tumbuh subur toko yang menjual kaset.

Toko Kurnia Illahi di Kota Solo adalah salah satu tempat yang menjadi jujugan para pencinta musik. Toko yang berlokasi di Jalan Diponegoro ini punya koleksi yang paling lengkap. Para remaja 90-an Solo tumbuh bersama dengan toko ini.

Rasid Budianto (40) misalnya, ia masih ingat betul bagaiamana masa mudanya berburu album favorit setelah pulang sekolah. Toko Kurnia Illahi adalah salah satu yang ia sambangi. Ia rela menabung dengan menyisihkan uang saku sekolahnya demi membeli kaset.

toko kaset kurnia ilahi mojok.co
Toko Kaset Kurnia Ilahi di Ngarsopuro, Solo. (Novita R/Mojok.co)

Selain Toko Kurnia Illahi, dia punya toko langganan lain, Matahari Serba Ekonomi atau SE, lokasinya ada di Purwosari. Toko ini jaraknya lebih dekat dari sekolahnya di SMA Batik 1 Solo. Namun beberapa koleksi tak ada di SE, ia pun kemudian menyempatkan waktu ke Kurnia Illahi yang berada di wilayah Ngarsopuro.

Tak bela-belain ke Ngarsopuro naik bus kalau di SE nggak ada. Kebetulan ada satu yang saya ingat, saat itu cari [albumnya] Joe Satriani yang ‘Flying in a Blue Dream’,” katanya mengenang masa itu.

Kenangan ini hanya satu dari sekian banyak cerita warga Solo yang selalu menyempatkan datang ke Kurnia Illahi mencari kaset. Yeyen Rahma (50) sang pemilik toko mengakui mungkin ia sudah melayani ribuan orang saat sedang mencari kaset. Ia telah menemani suaminya berjualan di toko ini selama bertahun-tahun.

“Dulu ramainya kayak kacang goreng. Ratusan orang mungkin ada [datang ke toko setiap hari], itupun ada yang belinya grosiran. Orang pun kalau nggak grosir, beli paling tidak dua atau tiga,” terangnya kepada Mojok.

Didi Kempot titip CD

Tak hanya itu, beberapa artis atau musisi kadang datang sendiri ke Kurnia Illahi untuk menitipkan albumnya yang baru saja rilis. Almarhum Didi Kempot salah satunya. Sebelum musisi campur sari legendaris itu berpulang, ia selalu menyempatkan diri datang ke Kurnia Illahi. Sang maestro memproduksi dan mendistribusikan kasetnya sendiri.

“Ada Anik Suyani, Didi Kempot. Kalau Didi Kempot itu titipnya selalu CD. Dia nggak main [kaset] pita. Kalau ada kaset pita dia biasanya kerjasama dengan pabrik,” ucap Yeyen.

Toko kaset Kurnia Illahi merupakan toko kaset paling komplit di Solo. Koleksinya terdiri dari berbagai macam genre musik; pop barat, pop Indonesia, wayang, keroncong, hingga dangdut, semua ada.

“Kami ambil [kaset] dari pabrik, biasanya buat melayani yang grosir. Bahkan dulu Waringin (toko kaset-red) yang Salatiga itu ambilnya disini,” kata Yeyen.

Para pembeli yang datang ke toko kaset Kurnia Illahi punya latar belakang yang beragam. Dari orang biasa hingga pejabat publik. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Politisi PDIP Aria Bima, hingga para artis berlangganan di tempat ini.

Kalau dilihat dari segi usia konsumennya, Yeyen mengatakan bahwa anak muda yang datang biasanya mencari kaset lagu pop Indonesia atau barat. Sedangkan orang tua kebanyakan mencari kaset keroncong dan kaset wayang.

“Kalau anak muda biasanya melengkapi koleksinya,” ucapnya.

Koleksi kaset pita di Toko Kurnia Ilahi. (Novita R/Mojok.co)

Masa senja Kurnia Illahi

Kini Toko Kurnia ini sudah memasuki masa senja. Sejak dihantam pandemi Covid-19, sudah tidak ada harapan lagi bagi toko kaset ini untuk berkembang. Sebab semua pabrik—baik kaset pita maupun CD—sudah tidak ada yang berproduksi.

“Makanya kami di sini cuma menghabiskan stok saja. Nggak bisa nambah stok lagi karena pabriknya semua tutup,” kata Yeyen.

Ia dan suaminya yang bernama Ridwan Rahman menyayangkan jika toko ini harus ditutup. Pasalnya toko ini sudah bertahan hingga 48 tahun, pernah merasakan manis dan pahitnya bisnis piringan hitam, kaset pita, dan CD. Sudah ada dua generasi yang mengelola toko ini yakni Yeyen dan ayah mertuanya.

“Sebenarnya sayang juga kalau harus ditutup. Tapi mau bagaimana lagi, kita di sini hanya bisa menghabiskan stok aja,” katanya.

Sebelum pandemi, bisnis ini memang sudah memasuki masa senjanya. Namun yang benar-benar mematikan bisnis mereka adalah pandemi yang terjadi dua tahun kemarin. Ia sudah mencari dan mengerahkan seluruh jaringannya, baik di Jakarta, Semarang maupun kota-kota lainnya, untuk mencari rilisan album musik yang masih diproduksi. Namun semuanya nihil.

“Pernah dalam sehari benar-benar tidak ada yang beli sama sekali. Kata suami saya, ini masa yang benar-benar paling sepi dari sejak dirinya membantu berjualan ayahnya. Kalau dulu sesepi-sepinya bawa pulang uang Rp500 ribu sampai Rp1 juta masih bisa,” ia menjelaskan.

Yeyen, pemilik Toko Kaset Kurnia Ilahi. (Novita R/Mojok.co)

Bisnis keluarga

Pada masa jayanya, orang menjadikan Kurnia Illahi tujuan bisnis rilisan fisik album musik. Banyak sales dari perusahaan produsen kaset di Jakarta dan Semarang yang datang ke tokonya. Bisnis ini pernah jadi ladang pendapatan keluarga. Saudara dari suaminya bahkan ikut mendirikan toko kaset di berbagai tempat.

“Toko Kaset ‘Harapan’ itu saudaranya suami saya. Dia dulu setelah menikah dibukakan toko oleh orang tua kami. Kalau suami saya memang sudah sejak SMP membantu ayahnya di sini,” ucap Yeyen.

Semua kaset yang dimiliki di Kurnia Illahi biasanya diperoleh dari sistem beli putus. Sehingga saat stok kaset tidak laku, tidak bisa dikembalikan ke pabriknya. Jadi sejak dulu Yeyen dan suami terbiasa memilah kaset mana yang kira-kira diminati oleh pembeli.

“Kalau genre-nya pop atau lagu-lagu anak muda biasanya cepat hilang. Lagu-lagu lama biasanya [juga] peminatnya banyak. Kayak The Rollies, Bimbo, Koes Plus dan yang lain-lainnya selalu dicari. Kalau yang barat ya Scorpion, Queen, dll” katanya.

Saat ini masih ada ribuan kaset yang yang ada di etalase Toko Kaset Kurnia Illahi. Baik berupa kaset pita maupun CD. Namun diakui oleh Yeyen, kini kaset-kaset ini koleksinya sudah tidak lengkap. Hanya kaset-kaset wayang, kaset keroncong, dan campur sari. Ada kaset musik pop yang tersisa, tapi tak banyak.

Yeyen dan suami sudah tidak berharap banyak untuk bisa mengembangkan bisnisnya. Dari pendapatan Toko Kurnia Illahi mereka berhasil menyekolahkan empat anaknya. Tiga di antaranya sudah bekerja. Bahkan saat tokonya sepi pembeli, anaknya yang membantu. Sementara untuk kelanjutan bisnisnya, ia sendiri belum bisa memastikan.

“Ya sementara masih seperti ini, nggak tahu nantinya seperti apa. Mungkin disewakan,” ujarnya.

Saat ditanya apakah ia akan mencoba menjual barang dagangannya secara online, mengikuti perkembangan zaman, Yeyen tak tertarik. Meskipun banyak pembelinya yang datang ke tokonya membeli kaset dan menjualnya lagi.

“Biarlah begini saja,” pungkasnya.

Reporter: Novita Rahmawati
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Mendengar Cerita Mahasiswa Nomaden yang Pilih Numpang di Kos Teman

Exit mobile version