Pagar Nusa merupakan perguruan pencak silat di bawah naungan organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama. Bukan hanya urusan ketangkasan fisik, para pesilat di organisasi ini mendapat bekal ilmu tenaga dalam hingga pertabiban. Mojok menggali cerita bagaimana perguruan ini punya kemampuan yang begitu lengkap.
***
Slank tampil memeriahkan panggung puncak perayaan Satu Abad NU di Stadion Delta Sidoarjo, Januari 2023 lalu. Kaka, Bimbim, Abdee, Ridho, dkk menghibur para warga nahdliyin yang telah mengikuti rangkaian acara panjang.
Pada acara bertajuk panggung rakyat itu, Slank juga mempersembahkan lagu berjudul “Ulama Bergerak”. Mereka benar-benar memukau slankers nahdliyin. Teriakan dan pekikan suara bernyanyi riang bergemuruh seantero stadion.
Penampilan musik kala itu terbilang unik. Seperti biasa, slankers yang hadir turut mengibarkan bendera mereka. Sebagai acara NU, bendera berlambang bumi berwarna hijau pun tampak di mana-mana. Di samping itu ternyata ada juga bendera-bendera perguruan pencak silat seperti Pagar Nusa, PSHT, hingga IKSPI Kera Sakti.
Konser pecah. Namun selepas itu, para personil grup musik legendaris ini pastinya merasakan lelah. Beruntung, ada satu elemen organisasi di NU yang sigap memberikan pelayanan terbaiknya. Bukan dari tim medis atau fisioterapis acara, melainkan para tabib dan ahli pengobatan tradisional dari perguruan pencak silat Pagar Nusa.
Salah satu yang merasakan letih dan permasalahan di badan adalah Ridho Slank. Ia mengaku, sebelum menjalano terapi mengalami persoalan di leher, pundak, sampai pinggang.
“Lututku juga. Duh banyak banget ya ternyata!” kata Ridho dalam kanal YouTube Pagar Nusa.
Setelah melakukan terapi bersama sejumlah ahli pertabiban dan pengobatan tradisional Pagar Nusa ternyata Ridho langsung mengaku plong. Gitaris Slank ini sampai terheran-heran, ada perguruan pencak silat memiliki lini pengobatan yang cukup berkembang.
“Buat aku ini langka. Ini jadi salah satu keuntungan dan kelebihan NU,” cetusnya.
Sejarah dan ciri khas Pagar Nusa
Bicara salah satu kemampuan pertabiban para pesilat Pagar Nusa harus berangkat dari awal sejarahnya. Perguruan ini lahir di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri pada 3 Januari 1986. Kelahirannya termaktub dalam Surat Keputusan NU tanggal 9 Dzulhijjah 1406/16 Juli 1986. Nama resminya saat itu yakni Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama (IPS-NU) Pagar Nusa.
Sebelum perguruan ini muncul sebagai wadah organisasi resmi sebenarnya pencak silat telah berkembang di lingkungan pesantren NU. Ada banyak perguruan di masing-masing pondok.
Pondok pesantren dan dunia bela diri memang tak terpisahkan. Banyak di antara pengasuh pondok yang juga merupakan guru silat. Sehingga ilmu ini tidak sekadar tentang ketangkasan tapi juga melebur dengan nilai-nilai dakwah Islam.
Namun, ada keresahan di kalangan kiai karena belum ada wadah resmi NU yang menaungi perguruan-perguruan ini. Keresahan itu kemudian berlanjut menjadi forum yang diikuti beberapa tokoh seperti KH Mustofa Bisri dan KH Agus Maksum Jauhari. Pertemuan itu terjadi di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang pada 27 September 1985.
Mojok juga berbincang dengan Ary Agus, sosok yang menjabat sebagai Wakil Sekretaris Umum PP Pencak Silat NU Pagar Nusa. Demi menggali lebih jauh soal sejarah dan pertabiban di perguruan ini.
Ary menjelaskan bahwa keresahan para kiai juga karena melihat kejadian fenomena tawuran di kalangan anak muda saat itu. KH Syansuri Badawi yang merupakan salah satu pendiri Pagar Nusa, suatu ketika sepulang pengajian melihat kejadian itu.
“Beliau merasakan kekhawatiran kalau santri ikut tawuran,” terangnya.
Keresahan itu membuatnya merasa perlu ada perguruan pencak silat di pondok pesantren yang bernaung di payung NU. Ide-ide ini berkumpul dan berkembang di kalangan para kiai sampai akhirnya lahir Pagar Nusa pada 1986.
Sebagai bagian dari organisasi NU, salah satu identitas perguruan ini adalah menjalankan tradisi amaliah warga nahdliyin. Menurut Ary, pencak silat harus mempunyai sambungan keilmuan pada para kiai, berlanjut hingga jaringan Pangeran Diponegoro, hingga para Wali Songo.
“Di Pagar Nusa, bela diri terintegrasi dengan amalan wirid dan segala macam,” terangnya.
Perkembangan pertabiban
Tidak hanya urusan bela diri. Konteks menjalankan tradisi NU dijalankan lewat dunia pertabiban dan pengobatan tradisional. Hal itu merupakan metode medis yang sudah lama berkembang. NU ingin Pagar Nusa mengambil peran lebih jauh dalam ranah tersebut.
Ary berujar bahwa ada tiga jenis pengobatan di kalangan tabib perguruan. Pertama yakni dengan metode sentuhan berupa akupuntur, pijat, hingga totok. Kedua berupa pengolahan ramuan-ramuan tradisional. Sedangkan ketiga ini melalui pendekatan spiritual lewat doa.
“Kuncinya tiga hal ini harus saling nyambung sanad-nya. Semisal ada doa itu asalnya dari kiai siapa. Harus jelas,” terangnya.
Pesilat Pagar Nusa mempelajari ilmu ketabiban sesuai dengan jenjangnya. Pagar nusa memiliki tingkatan dari badge sabuk putih, kemudian kuning, merah, biru, cokelat, dan hitam. Di tingkatan hitam pesilat akan melakoni prosesi pengukuhan sebagai anggota resmi perguruan.
Setiap jenjang tersebut mendalami tingkatan keilmuan pertabiban yang berbeda-beda. Semakin tinggi jenjang, semakin mendalam ilmu yang diberikan. Bagi Ary, hal itu membuat para pesilat terus haus akan ilmu dan tidak cepat puas.
“Kalau nggak nanti akhirnya malas latihan,” cetusnya.
Perkembangan ranah pertabiban semakin berkembang di lingkungan perguruan. Salah satunya dengan kehadiran pengobatan alternatif Zamatera (Zaini Manipulation Therapeutic). Pencetus terapi ini adalah Muhammad Zaini, anggota ketabiban dan pengobatan tradisional PP Pagar Nusa.
Klaimnya, terapi ini mampu menyembuhkan sesak nafas dalam waktu satu menit. Di kalangan para santri, Zamatera biasa dimanfaatkan untuk meregangkan otot dan tulang.
Metode terapinya fokus pada penanganan tulang belakang. Hal ini lantaran pusat saraf berada di area tersebut. Praktisi terapi ini harus memahami susunan tulang belakang dan saraf. Sehingga memang ada sentuhan dengan keilmuan medis. Selain itu tidak semua orang bisa memanfaatkan terapi ini.
Rahasia kemampuan bela diri tenaga dalam Pagar Nusa
Sebagai organisasi perguruan yang berafiliasi dengan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), Pagar Nusa mempunyai beragam jurus dasar untuk menunjang ketangkasan bela diri. Di sisi lain, pesilat mendapat ajaran tenaga dalam.
Ary menerangkan kalau hakikatnya tenaga dalam adalah energi dasar yang berasal dari dalam tubuh. Pelatihannya melalui olah napas. Menahan napas, menghimpun energi dan memfokuskannya dapat menghasilan tenaga dalam.
Namun, ia berpendapat kalau tenaga dalam ini, berbeda-beda bagi setiap orang yang mempelajarinya. Setiap pesilat memiliki latarbelakang kekuatan dalam diri masing-masing. Sehingga bagaimana pun porsi latihannya tidak bisa menghasilkan energi yang sama.
Ia pernah mempraktikkan tenaga dalam kepada ayam. Ketika ia mengambil anak ayam, biasanya induknya akan menyerang. Namun, dengan bantuan tenaga dalam, induk itu bisa terpelanting menjauh saat hendak menerkam.
“Saat mencoba tenaga dalam, bisa praktik menggunakan ayam seperti itu. Nanti diperkuat lagi dengan mencoba dengan anjing hingga sapi,” paparnya.
“Saya pernah mencoba dan bisa menggunakan ayam dan anjing. Tapi teman saya, terbatas tenaganya hanya untuk ayam,” imbuhnya.
Sama seperti dalam mendalami ilmu pengobatan, tenaga dalam diajarkan secara bertahap sesuai jenjang sabuk pesilat. Jika langsung mendalami aspek yang berat, para santri bisa tidak kuat.
“Seperti ngaji, tidak bisa begitu masuk langsung dikasih alfiyah. Bisa mblokek Mas,” ujar Ary tertawa. Sebagai informasi, alfiyah merupakan salah satu rujukan kitab nahwu dan sharaf bagi para santri.