Pawang Hujan yang Diminta Menghentikan Sunset dan Permintaan-permintaan Aneh Pengguna Jasanya

Ilustrasi Pawang Hujan yang Diminta Menghentikan Sunset dan Permintaan-permintaan Aneh Pengguna Jasanya. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Berhasil tidak dianggap, gagal dikira abal-abal. Itulah nasib pawang hujan. Selain memindahkan hujan, kira-kira permintaan aneh apa yang klien minta ketika menggunakan jasa pawang hujan?

Mojok berbincang dengan seorang pawang hujan muda di Yogyakarta. Ia biasa mendapat job untuk menjadi pawang di acara-acara syuting film. Ada banyak permintaan aneh dari klien-kliennya.

***

“Mas Gosong, permintaan paling aneh apa yang diminta oleh klien,” tanya saya.

“Menghentikan sunset agar lebih lama….,” katanya terbahak.

“Berhasil nggak..?”

Jasa pawang hujan spesialis produksi film dan iklan

Pembaca Mojok, perkenalkan narasumber saya satu ini, namanya Riyanto (37), tapi nama tenarnya di dunia pawang hujan adalah Gosong. Soal asal-usul namanya, nanti saya jelaskan. Belum kenal kok tanya-tanya hal personal.

Saya akhirnya menunaikan janji saya untuk main ke rumahnya di Semuluh Kidul, Ngeposari, Kapanewon Semanu, Gunung Kidul. Sebelumnya pertemuan pertama dan terakhir saya terjadi tahun lalu, saat itu Mojok punya gawe Festival Mojok yang berlangsung Sabtu 28 Agustus 2022. 

Saya dapat tugas dari panitia untuk mencari pawang hujan. Hadeeh, tugas dadakan yang terkesan sederhana, tapi bahaya. Kami saat itu nggak punya plan B kalau sampai terjadi hujan, karena acara berlangsung di tempat terbuka. Hukumnya wajib. Saat acara nggak boleh hujan!

Mulailah saya bergerilya untuk tanya sana sini dan cari jasa pawang hujan yang ampuh di seantero Jogja. Ada beberapa nama yang teman-teman sodorkan untuk saya hubungi. Beberapa nama kemudian kami coret karena syaratnya yang cukup ribet. Sudah kayak syarat cari pesugihan saja.

Sampailah pada satu nama, Gosong. Biasa memberikan jasa pawang hujan di acara-acara persyutingan. Entah itu film layar lebar, iklan, sampai film kelas mahasiswa. Dari semua jasa pawang hujan yang saya hubungi, syarat yang Gosong ajukan sangat simpel.

Syarat simpel dari sang pawang hujan

Saya salinkan percakapan saya dengannya lewat chat WA setahun lalu. 

“Woke siap mas, untuk syarat minta dukungan doa saja, dan yang harus digaris bawahi, saya manusia biasa yg bisanya memohon berdoa kepada sang maha kuasa, dan terkabul maupun tidak hak mutlak yang maha kuasa, mas. 

“Untuk sarono berdoa saya, rokok Djarum Super isi 12 dua bungkus, kopi hitam sama teh, itu aja, mas.”

Saya bertanya lagi, apakah ada syarat lain atau cukup itu dan berapa biaya menggunakan jasa pawang hujan seperti dirinya.

“Nek syarat gor niku, Mas. Ning nek rampung biasane kulo ditransferi hahaha…

Ia menyambung lagi chat-nya soal berapa yang harus saya transfer.

“Yo, sing okeh Mas, soale rep tak nggo sangu umroh. Bercanda, mas. Wis kiro-kironen dewe, sik penting ikhlas Mas. Aku ra tau pasang tarif.”

Selanjutnya obrolan mengalir penuh dengan guyonan. Singkat cerita, acara berjalan lancar jaya.

Pawang hujan dan pawang dunia gaib yang tak pulang berhari-hari

Sore itu, Kamis 14 September 2023, saya ngobrol santai dengan Gosong di teras rumahnya. Seekor anjing yang Gosong selamatkan saat mau tenggelam di sebuah sungai dua tahun lalu, sesekali terlihat menimpali obrolan kami dengan gonggongannya. 

Sudah dua bulan ini Gosong sepi job. Namun, situasi apapun ia syukuri. Karena lagi sepi job, ia bisa memberikan waktu sepenuhnya untuk anak dan istrinya. Biasanya ia bisa berhari-hari bahkan berminggu-minggu meninggalkan rumah. 

“Paling lama itu 70 hari nggak pulang. Seringnya ya 30-an hari,” katanya tertawa. Sebagai pawang hujan, Gosong punya pasar sendiri. Ia spesialis acara syuting film dan iklan. Paling banyak masih di wilayah sekitaran Jogja. Namun, beberapa kali juga merambah luar kota. 

Sebenarnya selain jasa pawang hujan persyutingan film, Gosong juga kerap diminta untuk mendampingi syuting-syuting film horor. Tugasnya di sini bukan hanya jadi pawang hujan, tapi juga ‘pawang’ dunia gaib. 

Ndilalah kok ya, pas musim kemarau, dan nggak ada syuting film horor yang syutingnya di Yogyakarta. “Terakhir bantu syuting film horor itu Kisah Tanah Jawa terus film Susuk,” katanya. 

Gosong di pekarangan, kadang ia memindahkan hujan ke kampungya. Menurutnya laku prihatin adalah kunci seorang pawang hujan MOJOK.CO
Gosong di pekarangan, kadang ia memindahkan hujan ke kampungya. Menurutnya laku prihatin adalah kunci seorang pawang hujan. (Agung P/Mojok.co)

Sedangkan film terakhir yang ia bantu syuting film series Losmen Bu Broto dengan pemain antara lain Mathias Muchus, Maudy Koesnadi, Ayushita, Febby Ratanti, Wulan Guritno, Augie Fantinus, Sisca JKT48. 

Cerita Gosong jadi pawang hujan spesialis film

Ada cerita cukup panjang bagaimana Gosong jadi pawang hujan spesialis dunia persyutingan. Semua berawal 5 tahun silam. Saat itu, Gosong menjadi freelance kru bagian produksi. Pekerjaannya jadi runner atau pembantu umum (PU). Saat itu ia sudah dua tahun jadi freelance di dunia persyutingan. Pekerjaan yang menurutnya lebih baik dari pekerjaan sebelumnya saat menjadi buruh pencetak batu bata. 

Selama sekitar tiga tahun, Gosong jadi buruh pencetak batu bata. Untuk mendapatkan upah Rp80 ribu sehari, ia harus bisa menghasilkan 1.000 biji batu bata. Di titik itu boyok atau pinggangnya bermasalah. Sampai di satu hari, temannya datang dan menawarkan pekerjaan. 

“Ayo bro melu aku wae, jadi kru film. Sik penting betah melek,” kata Gosong menirukan omongan temannya. Gosong dapat informasi, kru film biasanya harus stand by 24 jam. Baginya itu tidak masalah karena selama tiga tahun sebelum jadi kru film, ia setiap malam memang tidak pernah tidur. Ia menjalani “lelaku” untuk melewati malam dengan berdoa.

Setelah dua tahun menjadi kru film, titik balik dalam hidupnya terjadi saat ia ikut menjadi bagian tim produksi iklan. Gosong masih ingat, saat itu ia jadi kru syuting iklan Bank Jawa Barat (Bjb) di Pantai Nampu, Gunung Kidul. Saat itu, salah satu temannya yang tahu masa lalu Gosong ngomong ke produser kalau, Gosong punya “ilmu”.

“Mas, tulung aku mas, kata teman kamu bisa jadi pawang. Biar bisa syuting,” kata Gosong menirukan permintaan produser. Gosong mengatakan ke produser kalau ia tidak bisa menjanjikan karena sudah lama nggak menggunakan “ilmu” yang ia pelajari sejak kecil. 

Ndilalah dadi jalan rejekiku, aku ndungo hujannya berhenti. Proses syuting bisa lanjut dan sampai selesai nggak hujan. Setelah itu nyebar dari mulut ke mulut kalau saya pawang hujan,” kata Gosong. 

Proses Gosong belajar dan punya ilmu pawang hujan

Gosong lantas bercerita tentang masa kecilnya yang nakal sebelum memberikan jasa pawang hujan seperti sekarang ini. Ia bercerita, di Gunung Kidul, khususnya di tempat tinggalnya sudah sangat umum anak-anak belajar keterampilan sebagai bekal untuk merantau. Selain keterampilan mereka juga belajar “ilmu spiritual” sebagai bekal keselamatan. Umumnya ilmu spiritual yang mereka pelajari tentang keselamatan, bagaimana mencari rezeki, dan lainnya.

Di tempat Gosong, sebagian besar anak mudanya pendidikan paling tinggi adalah SMP. Begitu lulus SMP, maka sebagian besar anak mudanya merantau. Itu mengapa mereka sejak kecil sudah berpikir, bekal keterampilan apa yang akan mereka punya untuk cari kerja.

Namun, Gosong memang agak laen. Dia tidak belajar porsi keterampilan sama sekali seperti misalnya nyetir mobil. Seluruh energinya justru untuk meguru ke banyak guru spiritual di wilayahnya. 

“Bukan apa-apa, Mas, waktu kecil aku nakal banget. Orang kampung mungkin jadi saksinya, saya dibacok itu nggak mempan,” katanya menerawang. Ia tak bermaksud menyombongkan diri. 

Ayahnya termasuk orang yang nggak setuju Gosong belajar hal-hal yang seperti itu. “Bapak itu bilang, sik penting pinter golek duit. Kamu punya duit, teman kamu banyak,” kata Gosong tertawa. 

Namun, Gosong punya pertimbangan sendiri belajar ilmu-ilmu seperti itu. Waktu kecil ia menyaksikan ada orang tua di kampungya yang jadi pawang hujan. Orang tua itu selalu dibutuhkan masyarakat setiap ada hajatan. Mau mendung seperti apa, akan menyingkir jika orang tua itu ada.

Pernah punya kebal saat masih remaja

“Nah, aku kepikiran, jangan sampai pas aku sudah tua itu disia-siakan keluarga, terus iso bantu orang sehingga bisa dihormati,” kata Gosong mengingat alasan ia belajar ilmu-ilmu spiritual. Di kampung ilmu petung, atau ilmu menentukan hari-hari baik untuk berbagai keperluan masih dibutuhkan. Harapannya ketika Gosong nanti tua, orang masih membutuhkannya. 

Maka berbagai ilmu spiritual, Gosong pelajari dari pawang hujan hingga ilmu kebal. 

Sampai pada suatu saat di tahun 2002, atau saat usianya 16 tahun ia berguru ke sebuah pondok pesantren di Ponorogo, Jawa Timur. Kesombongannya luntur. Kiai tempatnya belajar membuka matanya, bahwa tidak ada orang sakti di dunia. “Beliau bilang, kalau aku nggak mempan dibacok itu karena Allah memang menghendaki demikian, belum waktunya saja mati,” kata Gosong.

Akhirnya segala ilmu yang membuatnya takabur ia lepas di pondok pesantren tersebut. Ia kemudian mendapatkan ijazah dari kiai tersebut. 

Dalam tradisi santri, ijazah juga, adalah satu bentuk perizinan dari para kiai kepada para santri untuk mengamalkan satu amalan yang bermanfaat yang berkenaan dengan masalah-masalah duniawi atau masalah-masalah ukhrowiyah.

Bekerja sebagai pembuat roti hingga pembuat batu bata

Gosong kemudian bekerja. Merasa tidak punya keterampilan seperti teman-temannya, ia kemudian bekerja di Muntilan, Magelang sebagai buruh pembuat roti. Kemudian ia bekerja di bidang yang sama di Tawangmangu, Karanganyar. Tak lama, ia kemudian merantau ke Jakarta menjadi satpam. 

Tahun 2009, Gosong pulang kampung dan menikah. Ia kemudian ke Bali untuk jualan batu ukir. Namun, usaha itu bangkrut. 

Ia memutuskan balik ke Semanu di tahun 2015, tanpa ada pekerjaan. Ia jadi buruh apa saja, asal ada orang yang menyuruh. Sampai akhirnya ia menjadi buruh cetak batu bata di kawasan Piyungan Bantul. Sampai kemudian boyoknya nggak kuat. Di titik itu ia bertemu dengan temannya asal Bojonegoro yang mengajaknya untuk menjadi kru produksi film. 

Gosong bercerita, ada titik terendah dalam hidupnya yang membuatnya meminta petunjuk kepada Tuhan dengan berpuasa dan tidak tidur di malam hari selama tiga tahun. Sebuah laku hidup yang ia jalani karena impitan beban hidup yang kuat. 

“Aku jujur, Mas, dulu aku pernah nggolek rezeki yang nggak benar. Aku jadi rentenir. Akhirnya aku nanggung utang yang sebenarnya bukan utangku. Uangnya dibawa kabur temanku,” kata Gosong. Tiba-tiba air matanya jatuh. Ia menahan isak sambil mencoba menutupi mata dengan lengannya. 

“Sori, Mas…,” katanya terisak.

Saya membiarkan Gosong dengan isaknya. Pundaknya berguncang menahan tangis.

Gosong tak pernah tidur ketika proses syuting berlangsung. Tak banyak yang tahu risiko yang harus ia ambil sebagai pawang hujan. (Agung P)

Setelah tenang, Gosong menceritakan kembali perjalanan hidupnya. Tujuh tahun lalu, adalah titik terendah dalam hidupnya. Ia dan istrinya nggak punya apa-apa. Sementara ia harus memikirkan sekolah anak semata wayangnya. “Aku berangkat dari minus, Mas. Jadi butuh cetak batako itu hanya cukup untuk makan, nggak bisa untuk bayar utang,” kata Gosong. 

Tiga tahun tidak tidur untuk mendapat petunjuk Tuhan

Ia kemudian ingat pesan kakeknya. “Kalau kami kesandung masalah besar yang kamu nggak kuat. Kamu ke latar, sampaikan keluh kesahmu ke Tuhan,” kata Gosong. Oh ya, nama Gosong berasal dari kakeknya karena saat ia lahir, badannya “hitam” seperti makanan gosong.

Ia kemudian selama tiga tahun, setiap malam berada di luar rumah hanya untuk memohon dan berdoa ke Tuhan. Ia baru menyelesaikan doanya saat subuh tiba. Setelah salat, ia akan tidur sebentar dan selanjutnya berangkat ke tempat pembuatan batu bata. Rutinitas itu ia lakukan selama tiga tahun. 

“Ngarep, mburi, samping rumah, itu aku doa di sana Mas,” kata Gosong menunjuk tempatnya berdoa di malam hari bertahun lalu. Istrinya bahkan menganggap edan atau gila. Berkali-kali, ia meminta Gosong untuk masuk rumah, tapi Gosong tetap menjalankan lakunya. 

“Lha piye, Mas, aku merasa tidak punya keterampilan. Aku bingung, ya jalan satu-satunya ya minta sama Tuhan,” katanya. 

Di titik itu ia mengamini omongan ayahnya saat ia masih kecil. Tidak ada gunanya berguru kemana-mana, karena yang sakti itu duit. Di titik itu, Gosong seperti berontak. Ia membenarkan omongan bapaknya di masa lalu. 

“Saat itu, omongane bapakku terngiang-ngiang di telingaku. Nggak ada gunane sekti, kebal bacok, nek ra iso golek duit,” kata Gosong.

Di tengah keputusasaan itu lah ia kemudian melakoni masa tiga tahun tidak tidur di malam hari. Tujuannya demi memohon kepada Tuhan untuk diberi petunjuk pekerjaan apa yang ia harus jalani untuk menghidupi keluarga. 

Sampai kemudian, saat pinggangnya tak lagi kuat untuk mencetak batu bata, temannya datang menawari pekerjaan di dunia persyutingan. Dan setelah dua tahun menjadi tim produksi, ia kemudian menjadi pawang hujan. 

Menjadi pawang tak semudah dibayangkan

Awal bekerja sebagai pawang hujan, Gosong masih merangkap menjadi tim produksi lain seperti PU atau runner. Karena punya dua kemampuan sekaligus, yaitu pawang hujan dan tim produksi, Gosong jadi laris. Namun, itu berimbas pada job teman-temannya karena produser dengan alasan ingin efisien hanya mengajak Gosong karena dua kemampuan tadi. 

“Akhirnya saya bilang ke teman-teman kalau saya hanya mau ambil job sebagai pawang hujan saja. Saya juga sampaikan kalau ada produser yang ngajak saya, maka saya membatasi hanya jadi pawang hujan saja,” kata Gosong. 

Gosong sadar, kadang ada tim produksi lain yang menyepelekan pekerjaannya. Mereka tidak tahu risiko yang harus ia tanggung. “Kan ini bermain dengan hal gaib, Mas, pasti itu ada risikonya. Mereka mungkin nggak paham,” kata Gosong. 

Setiap kali akan ada produksi, Gosong akan kulonuwun dulu dengan yang mbaurekso. Percaya atau tidak, setiap tempat pasti ada yang ‘berkuasa’. Kalau mereka tidak mau, Gosong yang akan menerima risikonya. 

“Saat awal-awal itu, saya sering, Mas kalau cuma tiba-tiba batuk berdarah. Lemes, otonya seperti dilolosi, itu mungkin karena prihatinku yang kurang,” kata Gosong. 

Mungkin tidak semua tahu, selama proses syuting berlangsung, Gosong tidak tidur. Bahkan ketika waktunya tim produksi lain beristirahat, ia akan tetap melek. Setidaknya itu sangat terlihat dari lingkaran hitam di mata Gosong.

“Cuma tak kembalikan ke Gusti Allah, kalau ini memang jalan rezekiku, ya harus tak jalani. Aku juga tidak minta diakui, yang penting tugasku untuk mendoakan sudah aku lakukan. Umpama gagal ya aku kembalikan kepada yang buat hidup. 

Hal-hal aneh yang klien minta ke pawang hujan

Seingat Gosong, ia sudah memberikan jasa pasang hujan kepada lebih dari 100 produksi. Apakah itu film layar lebar, film pendek, atau produksi iklan. Tentu saja ia menemui banyak permintaan aneh, entah itu dari produser, sutradara atau tim produksi lain.

Seperti yang saya tanyakan di awal tulisan ini, apa permintaan paling aneh yang ia terima. Gosong menjawab menghentikan matahari tenggelam atau sunset karena proses syuting belum selesai. Gosong tahu, permintaan itu adalah permintaan serius, bukan bercanda. 

Karena selain membuat sunset menjadi freeze, ia juga pernah diminta untuk menghentikan angin karena akan mengganggu sound. Lebih gilanya lagi, tempat syuting berada di pinggir pantai.

“Saya jawab, Insya Allah bisa, Mas, selama Gusti Allah ngabulke, apa saja bisa,” kata Gosong. Jawaban itu bukan karena ia menjamin bisa, tapi karena rasa jengkel dengan permintaan yang bukan kepakarannya. 

Sebagai pawang hujan, permintaan paling aneh yang Gosong terima adalah menghentikan sunset. (Photo by Johannes Plenio on Unsplash)

“Lah aku kan pawang udan Mas, bukan pengendali angin,” kata Gosong tertawa. Pada akhirnya, Gosong kemudian melakukan permintaan sutradara tersebut. Namun, ia mengatakan sebelum proses syuting yang mengharuskan angin tidak ada, akan turun hujan dulu. Benar saja, saat kru sedang istirahat makan, turun hujan yang berhenti sesaat sebelum proses syuting. 

“Alhamdulillah pas syuting, anginnya sangat kecil. Sampai orang Jakarta gumun, baru kali ini ia dengan mata kepalanya sendiri kalau ada pawang angin,” kata Gosong. Ia sendiri sempat bilang ke temannya tidak mau kerja dengan orang yang seperti itu.

Menghentikan matahari tenggelam

Maka ketika ada permintaan agar ia menghentikan matahari tenggelam atau sunset, jawabannya pun serius, meski terkesan bercanda. “Le, aku njawab yo gampang. ‘Iki Indonesia Mba,  kalau sudah waktunya matahari tenggelam, ya tenggelam. Kalau mau jam segini belum tenggelam, mending syutingnya di Arab saja’,” kata Gosong. 

Ia tidak habis pikir kalau seorang pawang hujan dianggap bisa menguasai alam dan segalanya. Sampai-sampai ada yang minta menghentikan sunset. Nggak waras benar.

Sebenarnya banyak permintaan aneh-aneh lain, tapi level menghentikan sunset itu menurut Gosong yang paling absurd. Kalau yang lain, asal ada hubungannya dengan hujan ia masih bisa mengusahakan, tentu dengan kekuatan doa. 

Hujan tak selalu berhenti

Dari sekian banyak pekerjaan jasa pawang hujan yang datang ke Gosong, tidak semuanya berjalan mulus. Ada saja kegagalan. Namun, ia punya alasan khusus setiap pekerjaannya terganggu. 

Pernah ketika ia mendampingi sebuah produksi film, hujan turun. Gosong kemudian mengecek, kopi dan rokok yang sudah ia siapkan ternyata ada yang mengambil. 

Ada juga sebuah film horor di Jogja, ada extras atau pemain pendukung yang usil mengambil rokok. “Jelas hujan, dan saya bilang yang ngambil bakalan sakit,” kata Gosong.

Ada juga kegagalan yang bukan disebabkan karena syarat yang hilang, tapi karena ada dua pawang yang bekerja. 

Dalam sebuah produksi film layar lebar bergenre horor, Gosong merasakan perasaan yang ganjil sejak sore, dan perasaan itu semakin kuat usai salat isya. 

“Aku tanya sama produser, ‘ini pasti yang ndongani bukan hanya saya’. Baru saat itu, produsernya jujur, kalau ia mengundang tiga pawang hujan untuk mengerjakan syuting tersebut,” kata Gosong. 

Gosong langsung mengatakan ke produsernya, sebaiknya syutingnya untuk malam itu dihentikan saja, karena ia meyakini jam 10 malam akan turun hujan deras yang akan berlangsung sampai pagi hari. Namun, produser tetap akan menjalankan proses produksi sesuai jadwal. 

Benar saja, turun hujan deras disertai petir yang membuat kocar-kacir tim produksi. “Produser minta tolong untuk menghentikan hujan, tapi saya jawab nggak bisa. Karena pekerjaan pawang itu bukan seperti pekerjaan memikul barang, jika yang memikul banyak, pekerjaan menjadi ringan. Tidak seperti itu, pawang hujan itu harus menyatukan sesuatu yang sulit diterima akal sehat,” kata Gosong.

Hujan nggak dibayar?

Salah satu yang membuat penasaran saya pada Gosong, ketika turun hujan apakah kemudian ia tidak mendapatkan bayaran? Gosong menjelaskan, dulu memang ada tim produksi yang membuat syarat jika sampai hujan turun, maka ia tidak akan mendapat bayaran. 

Kadang ia mengambil pekerjaan itu hanya karena ingin membuktikan saja, ke orang yang memesan. Namun, saat ini ia enggan mengambil yang seperti itu. Menurutnya, dalam sebuah proses produksi yang lama, memang harus tetap ada hujan, meski itu hanya satu hari. 

Hal seperti itu, Gosong sampaikan di awal saat tanda tangan kontrak dengan produser. Ada waktu-waktu yang memang pasti hujan. Biasanya hujan itu akan turun pada hari-hari ketika produksi sedang berada di indoor sehingga hujan tidak mengganggu.

Gosong juga mengatakan kalau ia sebenarnya tidak harus selalu datang ke lokasi orang yang memesan. Karena baginya doa bisa dari mana saja. Namun, orang kadang merasa aman kalau dirinya ada di lokasi.

Gosong mengatakan, yang memakai jasa pawang hujan untuk keperluan satu hari hingga satu bulan, ritual yang akan ia lakukan sama. “Mungkin di lokasi cuma kelihatan kopi dan rokok, tapi di rumah sebelum acara itu aku membuat sesaji, bukan untuk yang lain, tapi untuk jiwa ragaku. Biasanya dengan puasa,” kata Gosong. 

Puasa bagi Gosong adalah cara untuk mendapatkan energi lagi. Setiap proses syuting selesai ia akan melakukan puasa selama tiga hari. Kalau tidak, badannya akan sakit. Selain itu ia meminta anak istrinya membantunya dengan doa. 

Selain itu, ada satu tugas lain yang istri tercintanya, Triyati harus lakukan. Memantau langit apakah sudah mendung atau belum. Jika sudah mendung seperti yang ia inginkan, perasaan sedikit lega. 

Memindah hujan ke kampung halaman

Tugas pawang seperti yang Gosong lakukan adalah “memindah” hujan. Misalnya, sedang ada proses syuting di Prawirotaman, maka yang paling aman menurutnya adalah memindah hujan ke kampungnya di Semanu, Gunungkidul.

Menurutnya itu jadi tempat paling netral daripada memindah ke tempat lain yang mungkin saja ada kegiatan. 

“Tapi ya asal di tempat saya sedang tidak ada kegiatan,” kata Gosong tertawa. Kadang tetangganya berkirim pesan dulu padanya agar tidak memindah hujan ke wilayah mereka. 

“Jangan turun hujan mau njemur gaplek!” kata Gosong tertawa. 

Gosong termasuk pawang yang tidak mau memindah hujan ke laut meski itu katanya tempat netral. Karena menurutnya laut juga ada “penghuni” yang harus ia hormati. 

Gosong juga mengatakan, dalam proses memindah hujan itu doanya juga harus jelas dengan menyebut tempat pindahnya hujan. Ada kejadian lucu yang pernah ia alami. Ceritanya dalam satu hari, ia harus ‘njagani’ 5 tempat dari hujan. Artinya ia hari itu lagi kebanjiran job. 

Salah satu titik hujan ia pindah ke Surabaya, karena menurutnya itu tempat aman. Namun, tiba-tiba, ada salah satu produser film yang meneleponnya untuk meminta bantuan karena tempat syuting mereka di Surabaya tiba-tiba turun hujan deras. 

“Jadi ini juga produser langganan, aku nggak tahu kalau dia ternyata lagi produksi di Surabaya, tahunya dia lagi produksi di Semarang,” kata Gosong tertawa. Ia kemudian memindah hujan tersebut ke tempat lain.

Bagi Gosong, sampai kapan pun pasti ada orang-orang yang meremehkan pekerjaannya sebagai pawang hujan. Ia yakin, apa yang selama ini ia tekuni merupakan  rezeki yang Tuhan berikan. “Sekarang saya bisa ngomong ke Bapak, iki lho ilmu yang saya pelajari dulu bisa buat kontrol dan berobat bapak kalau sakit,” kata Gosong tertawa. 

Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA Joko Mentik Sang Pawang Hujan Cerita Pantangan Seumur Hidup Agar Ilmunya Tak Luntur.

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

 

Exit mobile version