Yang Akan Dilakukan Puthut EA Setelah 25 Tahun Berkarya

Direktur Mojok Puthut EA menunjukkan salah satu bukunya di FESMO 2024. (Mojok.co/Asyam Ashari).

Sama seperti profesi lainnya, hidup dari kegiatan menulis tak pasti menjamin kesejahteraan. Untuk bisa bertahan, seseorang perlu konsisten mengembangkan kemampuannya, berinovasi, dan beradaptasi mengikuti zaman. Direktur Mojok, Puthut EA, sudah membuktikannya. Dia bercerita di gelaran Festival Mojok (FESMO) 2024.

Selama seperempat abad, Puthut EA hidup dengan menulis. Hal-hal sederhana akan dia tulis hingga menjadi cerita menarik. Kini, sudah ada lebih dari 55 buku yang dia terbitkan. Sebagian bukunya tertata dalam rak-rak buku best seller, misalnya Cinta Tak Pernah Tepat Waktu, Hidup Ini Brengsek dan Aku Dipaksa Menikmatinya, serta karya lainnya.

***

Kepala Suku Mojok, Puthut EA, tak menyangka akan mendengarkan isi hati Bisma Kalijaga, putranya, secara langsung. Bisma Kalijaga atau akrab dipanggil Kali memberikan kenangan spesial untuk sang ayah pada gelaran Festival Mojok (FESMO) 2024. 

FESMO 2024 kembali digelar di Kancane Coffee & Tea Bar Sleman, Yogyakarta pada Jumat (18/10/2024). Festival edisi ketiga itu mulanya bagian dari perayaan ulang tahun Mojok yang diadakan tiap tahun.  Kali ini temanya “Suara Satu Dekade”, sesuai dengan usia Mojok yang sudah berdiri selama 10 tahun.

Kegiatan FESMO berlangsung selama tiga hari. Pengunjung dapat melihat pameran buku, mengikuti workshop, talkshow, dan musik.

Inspirasi bagi putra kecilnya

Assalamualaikum Bapak Puthut EA, jangan kaget ya, jangan dicari juga. Mas Kali berdiri di mana. Pokoknya dengerin aja ya,” ucap Kali melalui pengeras suara pada Minggu, (20/10/2024).

Malam itu, Kali memperkenalkan dirinya tanpa menunjukkan diri di atas panggung. Semua orang terdiam dan fokus mendengarkan. Dia meminta izin untuk mengambil waktu barang sebentar. Kali mengucapkan selamat atas kerja keras sang ayah yang sudah mendedikasikan hidupnya dengan menulis selama 25 tahun.

Bisma Kalijaga, putra Puthut EA memberikan kenangan spesial untuk sang ayah pada gelaran Festival Mojok (FESMO) 2024.MOJOK.CO
Bisma Kalijaga, putra Puthut EA memberikan kenangan spesial untuk sang ayah pada gelaran Festival Mojok (FESMO) 2024. (Mojok.co/Asyam Ashari).

“Kerja keras, kerja cerdas. Bekerja dengan cara dan style bapak sendiri. Teruslah berkarya bapakku, teruslah menjadi inspirasi untuk orang lain, karena bapak akan terus menjadi inspirasi Mas Kali,” ucap Kali.

Melalui cerita orang-orang sekitar, Kali tahu ayahnya telah melewati banyak hal dengan sabar. Sejak kecil, sang ayah selalu berikhtiar dan menjalani tantangan hidup dengan tegar, hingga akhirnya menghasilkan karya besar.

“Doa Mas Kali dan ibu akan selalu menjadi kekuatan buat bapak, semoga kedepannya perjalanan bapak selalu membawa berkah, berkah untuk orang lain di sekitar dan juga berkah untuk keluarga. Amin allahumma amin,” ujar Kali.

“Maaf, Mas Kali belum berani untuk tampil di depan forum ini, tapi doakan suatu saat nanti, insyaallah, Mas Kali bisa besar dengan jalannya Mas Kali sendiri, amin,” lanjutnya. 

Semua orang yang hadir bertepuk tangan mendengarkan doa tulus tersebut. Namun, belum sempat semua orang terharu, Kali mengundang gelak tawa karena isi suratnya belum usai.

“Eh, belom, belom, belom” kata dia.  

Sebagai penutup, Kali lalu melanjutkan dengan kutipan Imam Syafi’i: Jangan pernah menyepelekan amal kecil karena kadang amal kecil tersebut dapat membawa kita kepada kebahagiaan yang besar. 

Usai menyampaikan suratnya, Kali memberanikan diri untuk maju ke atas panggung. Dia melangkahkan kakinya sambil membawa buket, lalu memeluk sang ayah. Ayah Kali mengaku hampir menangis saat itu.

Menulis adalah bagian hidup

Puthut EA bercerita minat menulisnya sudah terlihat sejak kelas 4 SD, di mana dia membuat takjub gurunya karena kemampuan mengarangnya. Ketika orang lain menyelesaikan dua hingga tiga paragraf tulisan, Puthut EA bisa menyelesaikan tiga sampai empat halaman. 

Saat kecil, Puthut EA tidak punya bayangan bahwa di dunia ini ada profesi sebagai penulis. Di mana dengan menulis, dia bisa menghasilkan uang dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dia pun rutin menulis di media massa sejak SMP.

Namun, menulis baginya bukan hanya soal menghasilkan materi. Menulis sudah menjadi bagian hidupnya. Seperti kata penulis favoritnya, Pramoedya Ananta Toer: Menulis adalah bekerja untuk keabadian.

Hadiah lukisan untuk Puthut EA di Festival Mojok (FESMO) 2024. (Mojok.co/Asyam Ashari).

“Jadi penulis supaya tidak lekang oleh zaman, supaya ketika saya mati ada yang terus bisa dibagikan, menjadi amal jariyah,” ucap Puthut EA dikutip dari Youtube Mojokdotco melalui program Akar Rumput yang tayang pada Kamis, (3/10/2024).

Menganalisis gaya penulisan ala Puthut EA

Menurut Puthut EA tidak banyak penulis Indonesia yang memiliki karakter kuat dalam segi gaya penulisan, apalagi di zaman sekarang. Ibarat orang tutup mata sambil mendengarkan karya penulis tersebut, orang itu tetap akan mengenali penulisnya karena punya karakter yang kuat. 

Puthut EA sendiri memiliki kurikulum untuk menganalisis gaya bahasa seorang penulis sebagai referensi. Misalnya, dia akan menyisihkan waktu selama seminggu sampai dua minggu untuk mempelajari karya Budi Dharma, hingga “merasa” bisa menirukan gaya penulisan tersebut. 

“Jadi kalau (gaya penulisan) meniru siapa? Saya nggak tahu, tapi saya belajar gaya penulisan itu mungkin dari sekitar 10 sampai 12 penulis asal Indonesia,” ujarnya.

Yang jelas, dia mengagumi sosok Pramoedya Ananta Toer. Dia mengaku semangatnya terbakar ketika membaca karya Pram. Dia bahkan menempelkan poster Pram di kamarnya sebagai motivasi menulis.

Puthut EA tak akan berhenti menulis

Puthut EA merasa bisa membuktikan eksistensi dirinya sekaligus memuaskan hati lewat tulisan. Dia merasa hidupnya belum lengkap ketika tidak menulis. Dia mengaku gusar ketika berhenti menerbitkan buku dalam kurun waktu yang lama.

Merayakan 25 tahun Puthut EA berkarya di Festival Mojok (FESMO) 2024.(Mojok.co/Asyam Ashari).

Dalam kurun waktu setahun, Puthut EA sudah menerbitkan tiga buku di tahun 2024. Pertama, buku berjudul Mentalitet Korea Jalan Ksatria Komandan Bambang Pacul. Dia terinspirasi dari perjalanan hidup Bambang Pacul, wakil ketua MPR (2024-2029) yang menerapkan filosofi Korea.

Kedua, Tangan Kotor di Balik Layar. Novel fiksi ini bercerita tentang jurnalis muda yang ingin meliput sosok intelektual. Namun, sosok ini sering disalahartikan sebagai dukun atau tokoh spiritual.

Ketiga, Kisah yang Pendek untuk Cinta yang Panjang. Novel ini tak hanya bercerita soal cinta sepasang kekasih, tetapi juga kehangatan dalam persahabatan, dan kasih keluarga. Di mana conta dapat membentuk dan mengubah hidup seseorang.

Setelah 25 tahun berkarya, Puthut EA merasa masih harus selalu menulis.

“Walaupun sekarang saya seorang Direktur Mojok, saya sebetulnya juga seorang penulis. Jadi saya harus terus menulis dan itulah satu-satunya kesenengan paling optimal di dalam hidup saya,” ucap Kepala Suku Mojok itu.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Seperempat Abad Puthut EA Berkarya, Percaya Jadi Penulis Hidupnya Bisa Sejahtera

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version