Anak muda yang tidak pernah makan lele
Kepercayaan untuk tidak mengonsumsi lele ternyata hanya kuat dan diyakini oleh warga beberapa daerah tertentu di Lamongan saja. Konon, tempat Boyopati selamat dari kejaran Mbok Rondo dan penduduk terjadi di Desa Medang, Kecamatan Glagah. Sehingga warga di sekitar situlah yang masih banyak menganut kepercayaan ini.
Beruntung, saya juga berjumpa Ananta Cepez (23) yang tinggal tak jauh dari daerah itu. Cepez, sapaan akrabnya, berasal dari Desa Rejotengah, Kecamatan Deket. Sejak lahir ia tidak pernah sekalipun menyantap olahan lele lantaran keluarganya percaya dengan kisah Mbah Boyopati.
“Keluarga dari ibu sepenuhnya nggak makan lele. Tapi ayah dan keluarganya tetap makan lele. Aku dan kakakku, banyak terpengaruhnya dari keluarga ibu. Jadi tidak makan lele,” terangnya.
Ia bercerita kalau ibunya, secara silsilah keluarga, masih termasuk turunan Mbah Boyopati. Orang keturunan asli Medang atau yang masih punya garis keturunan inilah yang masih melakukan pantangan makan lele sampai sekarang.
Sejak kecil dulu, sang ibu sering mengingatkan Cepez agar jangan pernah mengonsumsi lele. “Kata ibu, ‘koe ki iseh keturunan’,” ujar mahasiswa Universitas Negeri Surabaya ini.
Awalnya ia tidak memahami maksud “keturunan” yang dikatakan sang ibu. Tapi beranjak remaja barulah ia memahami maknanya. Ia dan keluarganya meyakini kalau mengonsumsi lele bisa berakibat buruk.
“Tapi, dampak dari makan lele itu bisa berbeda-beda buat kami,” ujarnya.
Cepez bercerita kalau ada salah satu kerabatnya yang melanggar pantangan itu. Kerabat tersebut kemudian mengalami nasib buruk dalam hidupnya. Setiap membuka usaha, selalu saja merugi.
“Selain itu pernah denger juga, ada yang jadi kulitnya jadi putih-putih. Semacam albino begitu. Ada juga yang mengalami gatal-gatal. Intinya berbeda-beda,” paparnya.
Namun, dampak itu hanya terjadi bagi mereka yang benar-benar masih garis keturunan Mbah Boyopati. Cepez berujar kalau ayahnya tetap mengonsumsi lele. Akan tetapi, ia tak pernah memakannya di rumah.
Sesekali, saat makan di warung penyetan bersama Cepez, sang ayah akan memesan lele. Buat Cepez itu tak jadi soal. Ia juga mengaku tak pernah merasa penasaran sebab peringatan yang ditanamkan ibunya sejak belia begitu membekas di benaknya.
Saat kuliah di Surabaya, ia sering makan bersama teman-temannya di warung penyetan. Sebagai mahasiswa, mereka memilih menu dengan harga yang terjangkau dan lele adalah salah satu pilihan menarik. Namun Cepez tak pernah meliriknya sama sekali.
Menariknya, banyak juga pedagang pecel lele yang juga menganut pantangan makan lele. “Kalau jual kan nggak papa,” ujarnya terkekeh.
Selain oleh warga beberapa daerah di Lamongan, ternyata pantangan ini juga masih dijalani oleh sebagian warga Gresik juga. “Keturunan Mbah Boyopati juga banyak di Gresik. Soalnya kan Mbah Boyopati kan deket sama Sunan Giri,” tutupnya.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono