PPSMB UGM berlangsung meriah. Antusiasme bukan hanya dirasakan mahasiswa baru atau maba UGM, melainkan juga orang tua. Namun, ada juga para maba yang melewati hiruk pikuk keseruan dengan beban pikiran tentang biaya kuliah.
***
Di depan Grha Sabha Pramana UGM, Kamis (3/8/2023) sore ratusan mahasiswa sedang berbaris menyorakkan yel-yel dan lagu-lagu suporter fakultas. Ini merupakan hari keempat pelaksanaan Pelatihan Pembelajar Sukses Mahasiswa Baru (PPSMB) atau masa orientasi maba UGM.
Gelaran PPSMB hari ini, agenda sudah terbagi ke masing-masing fakultas. Para mahasiswa yang berada di depan GSP berasal dari Fakultas Vokasi UGM.
Keseruan orientasi maba ini bukan hanya jadi daya tarik bagi para mahasiswanya. Orang tua, wali, hingga driver ojol pun tampak antusias menyaksikannya.
Di sekitar lapangan, mereka memandang dengan saksama mahasiswa yang sedang bernyanyi lantang. Bahkan sambil merekam keseruan acaranya lewat ponsel mereka.
Salah satu yang tampak serius menyaksikan adalah Aris Purnomo (47). Sudah sekitar setengah jam ia setia duduk di atas motor sambil menunggu putri pertamanya yang jadi bagian dari Gadjah Mada Muda.
Sepanjang gelaran PPSMB, Aris mengaku terus mengantar dan menjemput anaknya yang merupakan mahasiswa Sekolah Vokasi UGM Jurusan Akuntansi Sektor Publik. Putrinya bisa membawa motor sendiri, tapi Aris ingin mengantar jemputnya.
“Memang saya pengin antar. Mau lihat dia di awal kuliah. Nanti kalau sudah mulai pembelajaran ya berangkat sendiri,” ujarnya.
Aris mengaku bangga, anaknya bisa masuk di kampus yang sudah lama jadi cita-citanya. Sekolah Vokasi UGM memang jadi pilihan pertama sang anak sejak awal.
“Bangga dan senang. Ini dambaan anak saya, dan juga saya sendiri, sejak lama,” terangnya.
Tugas tidak berat dan tidak ada senioritas
Sekitar pukul setengah lima sore, barisan maba UGM mulai bubar. Sebagian di antara mereka berduyun-duyun menghampiri jemputan keluarga dengan senyum sumringah.
Salah satu yang tampak pulang dengan bungah adalah Zaki Muhammad Fauzan (19), mahasiswa baru Jurusan Pengelolaan Hutan asal Sleman. Anak muda ini mengaku ospek UGM, terkhusus fakultasnya, seru dan tak membosankan.
“Ini hari keempat, yang lain duduk dengarkan talk show, kami malah senang-senang bareng suporteran. Nggak ada sekat senioritas,” ujarnya sambil melepas jal almamater dan duduk di pinggir trotoar.
Sebagai informasi, gelaran PPSMB 2023 mengusung tema “Inisiatif Gadjah Mada Akselerasi Peradaban Bangsa”. Dua hari pertama merupakan orientasi tingkat universitas, berlanjut dua hari tingkat fakultas, dan sisanya berfokus pada pemberian materi pembekalan keterampilan hidup.
Zaki mengaku paling antusias untuk menyabut gelaran PPSMB tingkat universitas. Sejak lama ia mendambakan menjadi bagian dari formasi koreografi maba UGM di Lapangan GSP yang selalu ikonik.
“Dari dulu pengen lihat dan jadi bagian formasi koreografi itu. Tugasnya nggak berat kok. Cuma buat tri karya untuk sususan formasi,” ujarnya antusias.
Maba lain, Amelia Agustina (19) juga mengaku sebenarnya tugasnya tidak berat. Namun, batas waktunya terbilang mepet sehingga ia sempat kewalahan mengurusnya.
Perempuan asal Bantul ini senang menjalani hari-hari pertama di kampus. Hanya saja, ia sedikit kaget lantaran gedung perkuliahannya terpisah dari gedung utama.
“Agak beda juga. Bagusan yang di kampus utama. Tapi ya nggak masalah lah ya,” ucapnya terkekeh.
Halaman selanjutnya…
Di tengah keseruan, maba UGM terpikir biaya kuliah
Di tengah keseruan, maba UGM terpikir biaya kuliah
Di balik keseruan masa orientasi, ada mahasiswa yang menjalani dengan beban pikiran tentang biaya kuliah. Elsadita Annisa Putri (19), maba D4 Perbankan UGM asal Magelang mengaku masih terbebani besaran UKT yang tidak sesuai kemampuan orang tuanya.
Elsa mengaku jalannya PPSMB terbilang seru. Ia yang pendiam, senang bisa mendapat banyak teman baru. Ditambah lagi tidak ada senioritas yang membelenggu para mahasiswa baru.
“Kakak tingkatnya mengayomi banget. Paling penugasan tri karya saja yang terasa susah. Saya kena revisi juga,” katanya.
Namun, ia mengaku sering terpikir soal masa depan perkuliahannya di sela kepadatan masa orientasi. Zidni mendapat biaya UKT sebesar Rp8.550.000 atau kategori Pendidikan Unggul Bersubsidi 25%. Padahal, ia mengaku telah menggunakan KIP-Kuliah.
Ia mengikuti prosedur pengajuan banding dengan harapan mendapat kategori subsidi 75% dengan besaran Rp2.850.000. Kategori ini menurutnya yang masih paling rasional untuk orang tuanya penuhi. Namun ternyata, hanya bisa turun di kategori subsidi 50%.
Orang tua Elsa, bekerja sebagai buruh. Dulu ia sempat disuruh mundur, lantaran orang tuanya mengaku tidak sanggup membayar besaran UKT awal sebesar Rp8 juta. Beruntung, setelah sedikit turun, orang tuanya masih mampu mengusahakan meski di tengah keterbatasan.
“Nggak cuma pas PPSMB. Setiap hari saya masih kepikiran itu. Bahkan setiap di kos baru, sendirian, saya ngerasa sedih,” curhatnya.
Nggak dapat beasiswa, pilih mundur dari UGM
Elsa masih dalam proses mendaftar sejumlah beasiswa sembari menunggu pengumuman program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK). Ia sudah sempat mencoba mendaftar beasiswa dari sebuah perusahaan swasta dan akan mencoba lebih banyak lagi usai PPSMB.
“Kalau amit-amit saya ternyata nggak dapet KIPK dan beasiswa lain, rencananya saya mau mengundurkan diri di semester 2 buat lanjut kerja,” terangnya.
Sambil menunggu proses itu ia juga akan mencoba bekerja paruh waktu. Elsa mengaku sudah meminta izin orang tuanya untuk bekerja sampingan sambil menjalani kuliah.
Sebagai informasi, pada tahun akademik 2023/2024, mahasiswa UGM sudah tidak mendapat UKT berdasarkan golongan seperti tahun-tahun sebelumnya. Sistemnya berubah menjadi dua kategori yakni UKT Pendidikan Unggul dan UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi 25%, 50%, 75%, dan 100%. Sistem ini membuat pilihan kategori golongan UKT lebih sedikit.
Keberatan mahasiswa tentang biaya UKT sempat ramai jadi perbincangan pasca pengumuman kelulusan tes seleksi pada Mei 2023 lalu. Sejumlah mahasiswa mengaku keberatan dan kesulitan mengajukan banding. Beberapa yang berhasil pun mengaku mendapat besaran UKT yang belum sesuai dengan kemampuan orang tua.
Mengenai itu, Wakil Rektor UGM Bidang SDM dan Keuangan, Prof Supriyadi MSc PhD menegaskan tidak pernah ada kasus mahasiswa drop out karena masalah keuangan. Menurutnya lebih dari 90 persen mahasiswa membayar biaya kuliah per semester dengan besaran UKT yang telah disubsidi atau di bawah besaran Biaya Kuliah Tunggal (BKT) di program studi tempatnya menjalani studi.
“UGM selalu berkomitmen dan akan terus berkomitmen membantu mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang kurang menguntungkan,” tegasnya, melansir laman resmi UGM.
Biaya pendidikan yang ada saat ini menurutnya muncul akibat tuntutan untuk menyelenggarakan pendidikan berkualitas dengan fasilitas yang memadai. Hal itu, kata Supriyadi, memang butuh biaya operasional yang besar.
Penulis : Hammam Izzuddin
Editor : Agung Purwandono
BACA JUGA Keluh Kesah Orang Desa: Biaya Pesantren Mahal Bikin Orang-orang Kecil Mumet!
Cek berita dan artikel lainnya di Google News