Di Solo, terdapat warnet yang tak biasa. Zeronet namanya. Ia merupakan andalan bagi orang-orang jalanan. Tak sekedar internetan, bahkan mereka juga singgah, menginap, dan melakukan “berbagai hal”.
***
Zeronet merupakan satu dari sedikit penyedia hiburan online bergaya old school yang masih bertahan di tengah gempuran zaman. Warnet ini memang tidak menawarkan banyak hal. Namun, bangunan kecil ini adalah andalan “orang-orang jalanan”, seperti pengemis, pemulung, tukang parkir, hingga driver ojol.
Warnet ini terletak di Jalan Gajahmada, Punggawan, Solo. Lokasinya berjarak 200 meter di sebelah selatan Stasiun Balapan. Ia nyempil di antara pertokoan yang memadati kawasan tersebut.
Meski nyempil, lokasinya tetap mudah dijumpai. Sebab, di bagian depan terdapat plang seukuran papan tulis yang mengarah langsung ke jalan. Apalagi warnet ini sudah kondang di kalangan pelanggannya.
Kenyamanan diutamakan meski kondisi warnet “berantakan”
Sebelum mendatangi Zeronet Solo, sebenarnya beberapa kawan sudah mewanti-wanti saya kalau warnet tersebut kurang nyaman. Misalnya, tak sedikit yang mengatakan warnet ini sangat pengap.
Saya pun datang ke warnet tersebut sekitar pukul empat sore. Ketika tiba, memang terlihat bentuk bangunannya cukup sempit. Dinding tembok sudah dipenuhi noda, dan beberapa barang yang ada juga diselimuti debu.
Warnet ini juga dilengkapi dengan AC. Kendati demikian, pengelola tak melarang para user untuk merokok di dalam. Sehingga, pemandangan ruang tertutup yang dibaluti asap rokok bukan hal yang aneh di sini.
Maka dari itu, sebelum saya datang kemari, penjaga sudah menyarankan agar saya datang jam empat sore. Dengan alasan, pada waktu-waktu ini pintu-pintu sudah dibuka, sehingga kepulan asap tak begitu bikin pengap.
“Jam 4 saja datangnya biar enak. Kalau sebelum jam 4 AC-nya belum mati,jadi pintu-pintu belum dibuka. Asap rokoknya bikin mata sakit,” ujar Dani (32), salah satu penjaga Zeronet, saat saya temui pada Minggu (27/10/2024).
Jujur, situasi di dalam warnet bikin pengunjung sulit untuk betah berlama-lama di sana. Namun, uniknya, ia tetap menjadi rujukan banyak orang buat singgah.
Zeronet Solo andalan orang-orang jalanan untuk singgah
Sepuluh tahun bekerja di Zeronet Solo, Dani mengaku bahwa tempat kerjanya ini menjadi rujukan bagi orang-orang jalanan untuk singgah. Orang-orang jalanan yang dimaksud seperti pengamen, pengemis, sampai tukang parkir dan driver ojol.
Menurut Dani, hal tersebut karena warnet yang cukup strategis bagi segmen pelanggannya tersebut. Sebab, letaknya memang cukup dekat dengan Stasiun Balapan dan RRI–kawasan yang terkenal dengan dunia malamnya.
Meski bagi sebagaian orang pelanggan Zeronet Solo adalah “orang-orang seram”, hal tersebut tak pernah Dani terganggu. Baginya, begitu seseorang memasuki warnet, semua manusia harus dianggap setara dan tidak dikenai prasangka. Oleh karena itu, mereka tidak pernah menaruh perhatian terhadap jenis profil pengunjung warnet.
“Selama mereka bayar dan nggak aneh-aneh, kita juga nyaman-nyaman saja. Misalnya, dulu pernah ada yang pangku-pangkuan di dalam booth. Nah, kalau yang seperti itu baru kita usir,” ungkap Dani.
Prinsip inilah yang membuat warnet ini kerap menjadi andalan sebagian orang untuk melepas penat, atau malah mencari rasa aman dan nyaman. Saking nyamannya, tak jarang juga para pengunjung ini mendatangi warnet sebagai tempat beristirahat.
Banyak pengunjung yang menjadikan Zeronet tempat menginap
Sebelum mendatangi Zeronet Solo, saya mendapatkan informasi dari beberapa kawan bahwa di warnet ini ditemui banyak perantau numpang tidur. Tak cuma semalam atau dua malam. Bahkan ada yang menginap sampai berhari-hari.
Saat saya tanyakan informasi ini ke Dani, ia mengaku tak tahu. Namun, ia membenarkan tentang adanya pengunjung yang biasa datang dan tidur di warnet. Biasanya mereka mulai datang setelah tengah malam.
Menurut Dani, mereka memanfaatkan paket happy hour yang ditawarkan Zeronet Solo. Paket ini menawarkan diskon 10 persen untuk penggunaan di jam 23.00 -07.00 WIB.
Sekali lagi, Dani tak keberatan terkait masalah ini. Bagi dia, hal ini malah seperti simbiosis mutualisme, di mana kedua belah pihak saling diuntungkan.
“Mungkin ini salah satu potensi yang dilihat bos saya dulu saat membuka warnet 24 jam di tengah kota,” jelas Dani.
“Di tempat lain pasti jarang ada warnet yang dikunjungi setelah tengah malam. Untungnya juga bagi pengunjung karena kondisi warnet yang sepi, biasanya kita biarkan mereka yang ketiduran di booth. Mulai jam 06.00 baru kita bangunkan,” imbuhnya.
Jadi, bisa dibilang pihak warnet juga diuntungkan karena mendapatkan pemasukan tambahan dari mereka yang datang di dini hari. Walaupun billing molor, tapi Dani tak mempermasalahkannya. Toh, saat tidur, mereka tidak menggunakan internet.
Bahkan, Dani bercerita terkait salah satu pelanggannya. Dia merupakan merupakan anak berkebutuhan khusus yang hidup dari jalanan area Punggawan.
“Orang tuanya nggak tahu ada di mana. Dibuang setahu saya. Biasanya dia jadi tukang parkir di proliman dekat stasiun,” ujar Dani.
“Uang aja dia gak bisa membedakan. Kalau kita nakal ya sebenernya gampang aja kita kalau mau nipu dia,” tutupnya.
Catatan:
Liputan ini diproduksi oleh mahasiswa Program Magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo periode Oktober-November 2024
Penulis: Dahayu Aida Yasmin
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA Lagu Warnet Penyebab Orang Jadi Badut Cinta sampai Sekarang
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News