Pegawai koperasi simpan pinjam jadi profesi yang begitu dekat dengan kehidupan masyarakat. Namun, tantangannya cukup besar. Nyawa jadi taruhan.
Berpakaian rapi, menggunakan sepatu pantofel, berkeliling dari satu rumah ke rumah nasabah lain jadi hal yang jadi keseharian pegawai koperasi simpan pinjam. Biasanya, identik juga dengan kendaraan dinas seperti motor Honda Revo.
Terlihat sederhana tapi praktiknya pekerjaan ini cukup menantang. Apalagi, bagi para pegawai koperasi simpan pinjam yang tugasnya di lapangan. Lebih spesifik lagi di bagian penagihan utang.
Salah satu kasus yang menggegerkan terjadi belum lama ini. Di Palembang, seorang pegawai koperasi dibunuh oleh debiturnya. Komplotan debitur bengis itu melangsungkan aksinya di toko pakaian milik mereka pada Sabtu (8/6/2024) silam. Jasad pegawai koperasi itu lalu dicor di dalam toko.
Pegawai koperasi simpan pinjam keliling puluhan rumah per hari
Di lapangan, para petugas memang menghadapi tantangan yang cukup berat. Berbagai medan berat dan jenis karakter warga mereka temui. Setidaknya itulah gambaran yang saya dapat dari Awan (22), seorang pegawai koperasi simpan pinjam di daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Saat saya hubungi beberawa waktu silam, ia mengirimkan video sedang bekerja di lapangan. Tampak sebuah motor bebek dan penunggangnya yang sedang mengenakan celana kain berbalut sepatu hitam. Akhirnya kami memutuskan untuk berbincang ketika malam.
Ia baru memberi kabar sekitar pukul 18.30. “Sudah sampai mess nih,” katanya di WhatsApp.
Sehari-hari ia bekerja berkeliling dari rumah ke rumah menawarkan produk jasa keuangan dari koperasi simpan pinjam. Berangkat ketika pagi dan pulang petang sudah menjelang.
Sebagai pegawai koperasi simpan pinjam, dalam sepekan setidaknya ia menyambangi sekitar 70 rumah. Posisinya sebagai Petugas Dinas Lapangan (PDL) membuat Awan bertanggung jawab untuk urusan penawaran, pencairan, perkembangan, sampai penarikan dana langsung ke pelanggan.
“Kerja di koperasi, selain butuh mental juga perlu kreativitas,” ujarnya.
Saat bertemu dengan calon nasabah ia perlu membuka obrolan secara cantik. Tidak bisa langsung menyodorkan penawaran pinjaman begitu saja.
“Kita berangkat dari ngobrolin apa aja yang lagi ramai, lalu baru masuk ke kebutuhan mereka soal uang,” paparnya.
Misalnya, mendekati HUT RI, ia menanyakan ke pemilik warung ketersediaan stok barang yang biasanya ramai dibeli untuk perayaan di Hari Kemerdekaan. Baru setelah itu masuk ke soal keperluan untuk modal. Jika terlihat butuh, baru ia menawarkan program dari koperasi simpan pinjam.
“Ada program mingguan ada yang bulanan,” katanya.
Baca halaman selanjutnya…
Tantangan berat taklukkan medan lintas provinsi yang menantang
Seringkali ia mendapati penolakan. Namun, bagi pegawai koperasi simpan pinjam itu hal yang lumrah. Lewat deretan penolakan itu ia bisa belajar memetakan tipikal orang yang bisa ia tawari pinjaman dan yang tidak. Biasanya, ibu-ibu lebih mudah untuk meminjam uang.
Taklukkan medan terjal lintas provinsi
Rute jelajah Awan juga tidak dekat. Ia berkantor di Cilacap namun bisa menjelajah sampai Banjar, Ciamis, hingga Tasikmalaya Jawa Barat. Setiap hari pulang dan pergi.
Pagi hari setelah mendapat jatah sarapan ia akan mulai berangkat ke lapangan. Di jalanan medan tidak selalu berupa aspal mulus. Cilacap bagian barat terkenal dengan kontur perbukitan. Tak jarang Awan harus menempuh rute yang bukan beralaskan aspal maupun cor-coran, melainkan tanah dan bebatuan. Setahun pertama ia menempuh semua medan itu dengan Honda Revo 110.
“Pernah sekali nggak kuat nanjak di gunung. Dituntun akhirnya,” kenangnya tertawa.
“Di sana banyak jalan yang wujudnya nggak kayak jalan,” sambungnya.
Di koperasi simpan pinjam, menurutnya memang ada hierarki soal kendaraan lapangan. Buat PDL sepertinya, kendaraan inventaris dari kantor biasanya Honda Revo 110 atau Supra X 125. Selanjutnya untuk analis juga masih menggunakan Supra X.
“Kalau sudah bagian audit bisa dapat CBR 150. Kalau kepala bawanya sudah mobil,” paparnya.
Ia pernah mengalami satu tahun bersama Revo. Di tahun kedua menjadi pegawai koperasi hingga saat ini ia lebih banyak mendapat jatah mengendarai Supra X.
Sebagai pegawai koperasi simpan pinjam, ia punya satu prinsip yakni bukan hanya badan yang fit namun juga motor. Sebab keduanya sama-sama menunjang vitalitas kerja di lapangan. Demi bisa mengejar target capaian di akhir bulan.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Aly Reza
BACA JUGA Pengalaman Saya Menjadi Tukang Tagih di Koperasi Swasta
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News