Padahal, kalau minta aja bakal dikasih
Obrolan kami sempat terjeda ketika ada banyak pembeli datang. Rombongan siswa-siswi study tour yang saya duga dari luar Kota Jogja menyerbu warung Ansori.
Kalau saya perhatikan, Ansori ini tipikal pedagang yang tidak ribet–saya belum nemu pengganti kata “dermawan” dalam konteks ini.
Bagaimana tidak, harga yang ia patok rata-rata lebih miring ketimbang Warung Madura lain. Bahkan, kalau uang kalian kurang pun, Ansori dengan senang hati bakal ngasih “diskon dadakan”.
Banyak orang datang membawa uang kurang, baik seribu atau dua ribu. Ansori seringnya mengikhlaskannya saja. Bahkan para pembeli yang sudah ia kenal–atau jadi langganan Warung Maduranya–kerap disuruh bayar di lain waktu kalau sedang tak ada uang kembalian.
“Saya enggak mau nyatet, biar mereka sendiri yang inisiatif lunasin kalau ada utang,” ujarnya.
Kepada saya, Ansori juga mengaku kalau, tak sedikit orang kehabisan bensin yang sudah dia bantu. “Biasanya malam-malam jam satu atau jam dua kehabisan bensin, ngaku sedang tak bawa uang, tapi tetep tak layani,” akunya. “Ngakunya mau balik lagi ambil uang tapi nyatanya enggak balik. Yaudah lah biarin aja itung-itung nolong orang.”
Ia sadar kalau aksinya itu tak sehat buat bisnis. Apalagi status dia hanyalah pegawai, bukan pemilik warung. Gajinya per bulan pun juga tergantung keuntungan yang mereka peroleh tiap harinya. Tapi, katanya, kalau urusan tolong menolong itu harus nomor satu.
Makanya, saya sering heran mengapa ada saja orang jahat yang ngutil di warungnya. “Padahal kalau jujur aja enggak punya uang, tetep tak kasih kok,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.